Tradisi Sekaten yang Hanya ada di Jogja dan Solo

Jogjakarta dan Surakarta merupakan dua Kota yang masih memiliki nuansa Jawa kental. Kedua Kota ini dikenal masih melestarikan budaya warisan leluhur hingga sekarang, salah satunya adalah Sekaten dan Grebeg Maulud. Sekaten berasal dari kata sekati, yaitu nama dari dua perangkat gamelan pusaka Kraton Yogyakarta yang bernama Kanjeng Kyai Sekati yang ditabuh dalam rangkaian acara peringatan kelahiran Nabi Muhammad SAW.

Ada pula yang menyebutkan Sekaten berasal dari kata suka dan ati yang berarti suka hati atau senang hati. Hal ini didasarkan bahwa pada saat menyambut perayaan kelahiran Nabi Muhammad SAW, orang-orang dalam suasana bersuka hati.

Sekaten sendiri adalah acara peringatan kelahiran Nabi Muhammad SAW yang diadakan setahun sekali setiap tanggal 5 bulan Jawa Mulud (Rabiul Awal tahun Hijriah), yang diadakan di Alun-alun utara Surakarta dan Yogyakarta. Biasanya terdapat pasar malam dalam perayaan Sekaten.

Pasar malam ini berlangsung selama perayaan Sekaten, bahkan berminggu-minggu sebelumnya. Di dalam pasar malam, ada banyak jenis permainan seperti, komedi putar, odong-odong, serta banyak penjual makanan yang menjajakan kuliner-kuliner khas dari Kota ini.

Puncak dari acara sekaten ini adalah Grebeg Maulud. Keraton Yogyakarta dan Surakarta setiap tahun mengadakan upacara grebeg sebanyak 3 kali, yaitu Grebeg Syawal pada saat hari raya Idul Fitri, Grebeg besar pada saat hari raya Idul Adha, dan Grebeg Maulud atau sering disebut dengan Grebeg Sekaten pada peringatan Maulid Nabi Muhammad setiap tanggal 12 Rabiul Awal dalam kalender Islam.

Grebeg adalah upacara adat berupa sedekah yang dilakukan pihak kraton kepada masyarakat berupa gunungan. Gunungan tersebut berisi hasil bumi seperti kacang-kacangan, buah, berbagai macam sayuran yang disusun melingkar. Grebeg Maulud ditandai dengan dikeluarkannya gunungan makanan dari dalam kompleks keraton dan dibawa menuju Masjid Agung Keraton. Gunungan tersebut biasanya menjadi rebutan warga.

Setiap orang akan bersaing sebanyak-banyaknya untuk mendapatkan hasil-hasil bumi yang berada di dalam gunungan. Sebelum diperebutkan, gunungan didoakan terlebih dahulu di dalam keraton agar menjadi berkah.

Masyarakat mempercayai jika hasil bumi yang berasal dari gunungan ini dibawa pulang dan ditanam di sawah atau ladang akan menjadi subur dan bebas dari segala macam bencana dan malapetaka.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Blogger from kediri raya

3 Comments

  1. M HASAN FAHMI berkata:

    nice ingfo