Tradisi Unik Suku Batak Menyambut Bulan Suci Ramadan

Bulan suci Ramadan adalah bulan yang spesial dan tentu perlu disambut dengan spesial pula.

Indonesia merupakan negara dengan pemeluk agama Islam terbesar di dunia. Karena dari itu, sudah sewajarnya apabila bulan suci Ramadan disambut dengan meriah oleh warga Indonesia, baik muslim maupun nonmuslim. Malam hari, yang identik dengan sepi dan dingin, terasa lebih ramai dan hangat dengan banyaknya orang yang lalu lalang ke masjid untuk sholat tarawih berjamaah atau terdengarnya lantunan ayat Al Quran yang dibacakan anak-anak saat pengajian.

Advertisement

Sebenarnya, berpuasa bukanlah hal yang eksklusif untuk umat muslim, karena berbagai agama lain juga menerapkan tradisi berpuasa, tapi dengan cara dan peraturan tersendiri sesuai dengan kepercayaan agama-agama tersebut. Seperti contoh, pada agama Buddha, puasa disebut sebagai Uposatha, di mana pemeluk agama Buddha boleh minum namun tidak boleh makan dan juga peraturan lain seperti tidak boleh menonton hiburan atau memakai kosmetik. Namun, berpuasa juga tidak hanya kegiatan yang terikat dengan suatu agama dan budaya, karena banyak orang yang berpuasa sebagai salah satu program diet atau program kesehatan bagi mereka.

Di Indonesia, walaupun orang-orang muslim sudah memiliki peraturan dan tata cara melaksanakan puasa yang harus diikuti sesuai dengan ajaran agama Islam, cara orang-orang menyambut datangnya bulan suci Ramadan sangat beragam, berbeda-beda tiap suku, daerah, dan tempat.

Salah satu tradisi unik menjelang datangnya bulan Ramadan datang dari Suku Batak, yang disebut marpangir. Marpangir berasal dari kata pangir yang berarti ramuan terdiri dari bahan-bahan alami untuk membersihkan rambut dan tubuh. Ramuan ini terdiri dari limau atau jeruk nipis, daun pandan, dan ampas kelapa yang dilengkapi dengan bunga mawar, bunga kenanga, dan akar wangi. Bahan-bahan ini direbus lalu sehari sebelum Ramadan, mereka membasuh seluruh tubuh mereka dengan rebusan ramuan ini. Untuk lokasi, warga setempat biasanya melaksanakan tradisi ini di pemandian alam. Contohnya, di Kabupaten Tapanuli Selatan Sumatera Utara, Desa Aek Sijorni Kecamatan Sayur Matinggi menjadi lokasi berlangsungnya marpangir karena tersedianya sungai kecil yang mengalirkan air jernih dan sejuk.

Advertisement

Bagi beberapa pihak, tradisi marpangir masih dipermasalahkan, karena dengan niat dan tata cara yang salah tradisi ini bisa menjerumus ke musyrik. Namun, orang-orang muslim dari suku Batak menjelaskan bahwa tradisi ini bukan merupakan syarat atau ritual untuk menjalankan ibadah puasa, melainkan sebagai tanda apresiasi datangnya bulan suci Ramadan. Warga setempat ingin menyambut bulan Ramadan tidak hanya dengan tubuh yang bersih dan wangi, namun juga dengan tubuh yang sehat berkat khasiat dari rebusan ramuan-ramuan tersebut.

Maka dari itu, kita sebagai sesama umat muslim Indonesia, yang memiliki berbagai macam suku dan budaya, harus saling belajar memahami dan menghormati perbedaan tradisi, serta terus menyebarkan kebaikan di bulan suci Ramadan yang penuh dengan keberkahan ini.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

CLOSE