Untuk Kau, Tangan yang Pernah Kugenggam

Dua tahun berlalu, semenjak perpisahan itu

Dua tahun berlalu, semenjak perpisahan itu. Ketika aku harus menjalani hidup seperti seharusnya, ada rasa-rasa yang tak ingin kurasakan, bahkan tak pernah ingin membayangkan sebelumnya. Tanpa hadirmu, tanpa hadirnya "kita" yang biasanya menemani dalam hidup.

Advertisement

Semenjak kehilanganmu, aku khawatir akan hari-hari baru, hari-hari dimana tak ada kau bersamaku. Hari esok seperti rasa ketakutan yang teramat sangat. Tak pernah bisa membayangkan saat menjalani kebiasaan-kebiasaan yang dulu kulakukan bersamamu, kini kulakukan sendiri.

Jika memang ada hari aku dapat jatuh cinta lagi, dapatkah aku berhenti di hari ini saja? Hari dimana aku hanya mencintaimu. Kuakui, sampai saat ini, hati ini masih milikmu, tak dapat terganti. Asal kau tahu, yang menyenangkan dari mencintaimu adalah kamu orangnya menyenangkan, seorang yang selalu ceria di keseharianmu, bahkan saat dalam hatimu kau bersedih, kau masih terlihat baik-baik saja.

Salah jika dikatakan aku masih mencintaimu. Aku hanya bingung akan mencintai siapa, setelah kepergianmu.

Advertisement

Kau ingat mimpi itu? Mimpi yang dulu pernah kuceritakan padamu, juga mimpi yang pernah kau ceritakan padaku. Aku sudah menggapainya, dan kau pun sudah menggapainya. Menyenangkan bukan? Tapi kau tahu apa yang menyakitkan? Iya, kita sudah tak bersama lagi ketika mimpi-mimpi itu telah kita raih. Di dalam hatiku aku menangisimu di saat dunia mengucapkan selamat. Kalau saja aku bisa memilih, aku lebih memilih tidak menggapai mimpi itu asalkan masih bersamamu. Aku akan mencari mimpi-mimpi lain, memimimpikan akan denganmu selamanya, mungkin.

Rindu? Ya, aku sangat merindukanmu. Bagaimana bisa aku bisa melupakan jawaban centilmu saat aku tanya sedang apa dirimu, bercandaanmu yang garing tapi aku tertawa karena kamunya yang lucu, hangat pelukmu, wangi tubuhmu yang selalu aku hirup dalam-dalam saat memelukmu, saat kau berbicara takut kepadaku kalau aku marah karena kelakuanku sendiri. Ah! Aku rindu semuanya tentangmu. Terasa berat menahan ini, sebab mengingatmu sama saja menggali harta yang seluruhnya memuat kenangan.

Advertisement

Jika saja aku dapat berlari lebih cepat dari waktu, aku ingin selalu mengubah segala hal buruk yang akan mengganggu kita. Menghilangkan semua penghalang yang dapat menghancurkan kita. Telihat egois memang, selalu bersamamu, itu yang kuinginkan.

Bagaimana kabarmu? Sudah cukup lama aku tidak bertemu denganmu. Dalam percakapan terakhir kita, kau bilang kabarmu baik, dan aku pun tahu kau lebih sibuk. Kita berbincang tentang apapun, bahkan ke hal yang tidak penting. Tapi ada satu hal yang aku sadari, kau jadi lebih canggung dari yang dulu, kau tampak lebih hati-hati dalam berbicara, dan aku tahu sebabnya.

Ketika terakhir kali aku melihatmu, ada hal yang tidak ingin aku sampaikan kepadamu. Bahwa aku masih mencintaimu.

Ketika aku larut dalam hidupmu yang menyenangkan, inginku untuk kamu dapat menarikku ke dalam duniamu, dunia yang penuh kesenangan dan kebahagiaan seperti halnya kamu setiap harinya. Namun pada kenyataannya, aku yang menarikmu ke dalam duniaku, dunia yang gelap, dunia yang berisik, dunia yang di mana kita bisa bercinta kapan pun dan sesering mungkin, sampai kuanggap dunia ini hanya milik kita.

Dapatkah kusebut "dosa" itu sebagai "kenangan"?

Ingatkah bahwa kau selalu berkata bahwa kau selalu ingin berdua denganku dan tidak akan meninggalkanku? Ingatkah kau dengan janji kita akan selalu bersama? Kata itu yang selalu muncul dalam pikiranmu dan menanamkan sugesti seakan kita tidak akan berpisah bagaimanapun juga. Aku juga ingat ketika saat kau berpamitan pulang, kau bilang esok kau ingin bertemu denganku lagi.

Aku terjebak dalam nostalgia yang menyenangkan. Alih-alih menolaknya, aku malah larut dalam nostalgia itu.

Terkadang, aku suka menertawai diri sendiri. Meskipun kenyataan itu sangat berbeda. Termenung sendiri, berbicara sendiri, sampai tertawa sendiri seperti orang gila. Di dalam kesendirian ini, aku sering membayangkan hal-hal manis yang sudah lewat. Terkadang aku memikirkan penyebab kita berpisah. Padahal, cinta begitu indah. Sering aku bergumam, "Ah, kalau aku dulu mampu membahagiakanmu dengan baik, mungkin saat ini kau masih bersamaku".

Pada langkah berikutnya aku tersadar, aku telah menghancurkan hati demi melihatmu hadir dalam kenangan yang dulu pernah ku bunuh, kau yang dulu pernah mencintaiku, kini hanya kenangan yang berusaha hidup kembali.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

oasis

CLOSE