Untukmu, Sang Peraih Mimpi

Langkah kaki ini seakan tak mau berhenti. Aku terus menerus berjalan menyusuri garis pantai yang entah berapa ratus meter ini. Aku terus melangkah dan terus melangkah. Hingga akhirnya aku pun merasa lelah dan memutuskan untuk berhenti.

Advertisement

Aku duduk terdiam di atas pasir putih yang berkilauan. Menunggu matahari yang sebentar lagi akan terbenam di ufuk barat. Di sekelilingku dipenuhi dengan orang-orang yang mungkin mempunyai tujuan yang sama. Menunggu senja yang hanya datang sementara hingga akhirnya akan pergi tergantikan dengan datangnya malam.

Memori tentangmu tiba-tiba terputar begitu saja di kepalaku. Hari pertama aku mengenalmu masih teringat jelas dalam memoriku. Caramu menjabat tanganku dan menyebutkan namamu tentu saja tak akan pernah bisa kulupakan begitu saja.

Entah sejak kapan akhirnya terjalin persahabatan diantara kita. Menghabiskan waktu bersama-sama tentu saja sudah menjadi hal biasa. Hingga akhirnya aku pun merasakan ada yang berbeda. Entah apakah kamu merasakan hal yang sama.

Advertisement

"Beasiswaku diterima, Karra. Aku akan berangkat ke Jerman bulan depan." Itulah pesan yang kamu kirimkan kepadaku sore itu. Tentu saja, aku turut bahagia atas terwujudnya salah satu mimpimu.

Hari keberangkatanmu pun tiba. Aku mengantarkanmu ke bandara. Aku berusaha menahan air mataku agar tak jatuh mengalir. Aku tak ingin kamu melihat aku menangis melepas kepergianmu.

Advertisement

"Karra, mari kita pulang." Suara temanku pada akhirnya membuyarkan lamunanku. Aku pun segera beranjak bangun dan berdiri. Tapi sebelum aku pergi dari pantai ini, ada sesuatu yang harus kulakukan lebih dulu.

Kulangkahkan kakiku lebih dekat dengan deburan ombak. Kuhanyutkan sebuah perahu kertas yang sedari tadi tergenggam ditanganku. Semoga arus ombak ini bisa menyampaikan pesan yang kutulis, untukmu, sang peraih mimpi.

***

Untukmu, sang peraih mimpi.

Tak pernah terlintas dipikranku bahwa pertemuan pertamaku denganmu di hari itu akan menjadi salah satu hal yang penting dalam hidupku. Aku masih ingat baju apa yang kamu pakai di hari itu. Kemeja lengan panjang bermotif kotak-kotak berwarna biru muda. Kamu berjalan langkah demi langkah menuju ke arahku dengan membawa sebuah botol air minum ditanganmu. Kamu pun kemudian tersenyum dan mengulurkan tanganmu, lalu menyebutkan namamu yang kini selalu kusebutkan dalam doa-doaku.

Untukmu, sang peraih mimpi.

Aku tak tahu sejak kapan kita menjadi dekat. Aku dan kamu mulai terbiasa untuk bercerita tentang apa saja. Bertukar pikiran tentang ini dan itu. Bahkan sejam dua jam sama sekali tak terasa lama. Mungkin itulah awal mula terjalinnya persahabatan diantara kita.

Persahabatan. Itulah hubungan yang sering kali kau sebutkan untuk menggambarkan kedekatan kita. Walaupun sebenarnya ada sedikit rasa sakit di dalam dada ketika aku mendengar kamu mengucapkannya.

Untukmu, sang peraih mimpi.

Ketika kamu bercerita kepadaku tentang rencanamu melanjutkan study-mu, tentu saja aku akan selalu mendukung apapun impianmu. Tapi tahukah kamu? Timbul ketakutan di dalam hatiku bahwa nantinya kamu akan pergi meninggalkanku. Kau berencana untuk melanjutkan study ke tempat yang begitu jauh jaraknya dari Indonesia. Butuh waktu kurang lebih 16 jam perjalanan menempuh jalur udara. Tentu saja itu bukan waktu yang sebentar.

Aku menjadi penonton yang setia mengamati prosesmu dalam mengajukan beasiswa. Mengikuti tes ini dan itu. Mengurus surat ini dan itu. Pergi ke sini dan ke situ. Entah berapa kali kau mengabaikanku karena kamu sangat sibuk menjalani proses itu. Tapi tak apa bagiku. Melihatmu berhasil adalah salah satu harapanku yang selalu kuinginkan untuk menjadi sebuah kenyataan.

Hingga akhirnya sore itu aku mendapat pesan darimu. Pesan yang mengabarkan bahwa kamu mendapatkan beasiswa yang kamu inginkan. Tahukah kamu saat itu hatiku teramat bahagia hingga aku tak bisa berkata apa-apa dan hanya air mata yang berbicara? Aku tak tahu harus bagaimana membalas pesanmu. Pesan darimu kubalas singkat dengan ucapan selamat yang kukirim keesokan harinya. Apakah kamu ingat akan hal itu?

Untukmu, sang peraih mimpi.

Melepas kepergianmu di bandara pada siang itu adalah salah satu hal yang berat yang harus kulakukan pada hari itu. Ingin rasanya aku merengek kepadamu, memintamu untuk terus tinggal, di sini, di sampingku. Tapi aku tahu, tak seharusnya aku melakukan hal itu. Kamu pergi untuk meraih salah satu mimpimu. Mimpi yang selama ini kamu perjuangkan mati-matian. Mimpi yang selalu kamu ceritakan kepada semua orang. Hingga akhirnya mimpi itu jadi kenyataan.

Berpura-pura kuat dihadapanmu. Berpura-pura untuk selalu tersenyum meski sebenarnya aku ingin menangis saat kamu mulai pergi meninggalkanku. Hanya itu yang bisa kulakukan untuk menutupi kesedihanku di hari itu.

Untukmu, sang peraih mimpi.

Hari ini tepat enam bulan kepergianmu. Aku percaya kamu selalu dalam keadaan baik-baik saja di sana. Seperti apa yang kamu katakan kepadaku dalam setiap pesan yang kau kirimkan kepadaku setiap kali aku bertanya bagaimana kabarmu. Membaca pesanmu yang seakan menggambarkan betapa bahagianya hari-hari yang kamu lalui di negara Nazi itu cukup untuk membuat sebuah lengkungan dibibirku.

Untukmu, sang peraih mimpi.

Sesungguhnya ada sesuatu yang ingin kusampaikan pada hari kepergianmu di siang itu. Sesuatu yang sudah lama kusimpan. Sesuatu yang sudah lama kurahasiakan. Sesuatu yang selama ini selalu bisa kusembunyikan. Sesuatu yang selalu kuusahakan untuk kusimpan rapat dalam-dalam. Sesuatu yang ingin sekali kuhapuskan, tapi kadangkala kenyataan tak sesuai dengan angan.

Untukmu, sang peraih mimpi.

Aku mencintaimu. Aku menunggu kepulanganmu di sini. Aku ingin suatu saat kamu tahu. Aku ingin suatu saat kamu mengerti. Aku sungguh berusaha menghapus perasaan ini. Tapi disetiap langkah kakuku, disetiap jalan yang kulalui, disetiap tempat yang pernah kita singgahi, selalu bisa mengingatkanku akan memori tentangmu.

Maafkan aku karena terlanjur mencintaimu. Maafkan aku karena menodai persahabatan yang sudah lama terajut ini. Maafkan aku untuk selalu mengkhawatirkan dan tak pernak berhenti untuk selalu memikirkanmu. Maafkan aku.

Semoga arus ombak bisa menyampaikan pesan ini, untukmu, sang peraih mimpi.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

You can know me, when we already get a cup of hot chocolate.

CLOSE