Untukmu yang Menyebut Tuhanku dengan Nama Berbeda!

Dear My Best, mungkin ini bukan email pertama ku dan juga bukan surat pertama ku, ntah ada angin apa tiba-tiba tergerak menuliskan sedikit rangkaian kata. Aku memang tak sebaik kamu dalam menorehkan kata-kata lalu tersusun menjadi kalimat yg indah penuh makna, kadang butuh waktu lama mencerna kata-kata puitismu itu.

Advertisement

Jujur, awalnya aku sedikit kelimpungan ketika harus mengartikan kata-kata yg tersirat di setiap puisi, dan sepertinya aku makin mahir ya sayang.

Mungkin email-ku ini isinya bertele-tele, mungkin kau akan bosan ketika membacanya (sepertinya ini email yg paling membosankan yg pernah aku kirim). Tapi aku minta sedikit waktu luangmu untuk membacanya, jika ini membuatmu bosan, tinggal tutup dan hapus email ini dari inbox mu.

Aku bahagia pernah menjadi bagian kecil di hidupmu.

Advertisement

Menjalani hari-hari selama 24 jam kiranya kurang, selalu saja merasa ada yg terlewat tentang kamu. Ntah itu kata-kata yang selalu kamu ucap dalam hati, atau gerakan kecil yang kamu buat.

Tanpa sadar kamu telah menjadi yang terpenting di cerita kehidupanku.

Advertisement

Sayang, kita sama-sama tahu bahwa ada tembok yg begitu tinggi yang jelas – jelas menjadi batas pemisah antara kita. Ntah sudah berapa ratus hari sejak perkenalan pertama kita hingga di hari aku mengirim surat ini, tetap saja kita menyerukan nama-Nya dengan nama yang berbeda

Allah dan Yesus. Satu zat, satu tujuan hidup, hanya berbeda cara sembah.

Pernah menyesal nggak dengan pertemuan kita ini? Tuhanku dan Tuhanmu pasti telah mengatur pertemuan kita ini, Mereka pasti punya alasan khusus kenapa kita dipertemukan, alasan yang sampai saat ini masih aku pertanyakan “mengapa Mereka mempertemukan kita padahal Mereka tahu satu hal yg mustahil?”. Aku tahu tak ada satupun hal yang mustahil bagi Mereka. Tapi aku tetap bersyukur.

Tuhanku dan Tuhanmu memberi kita kesempatan untuk bertemu dan berbagi kebahagiaan.

Ternyata cukup menyenangkan mencintai diatas beda, tak seburuk yg aku bayangkan. Aku mengartikan

“Dalam nama Bapa, Putera, dan Roh Kudus” mu sebagai “Bismillah” bagiku.

“Puji Syukur pada Yesus” mu sebagai “Alhamdulillah” bagiku.

“Shallom, salam damai” mu sebagai “Assalamu’alaikum” bagiku.

Aku suka caramu mengingatkanku untuk sholat 5 waktu tiap harinya. Dan aku ber-terimakasih karena bersedia menemaniku sahur di bulan Ramadhan. Hal yang mungkin agak beban bagimu, harus ikut bangun pagi-pagi hanya untuk menemaniku agar aku tak kesepian, kau lakukan itu karena kamu bilang kamu cinta aku. Iya kan?

Sayang, ketika suatu saat kamu bersimpuh di depan Tuhanmu, tolong sampaikan pada-Nya bahwa aku sangat mencintai salah satu umat-Nya, kamu. Sampaikan terima kasihku kepada-Nya karena telah menciptakan dan telah mengijinkan aku mengenalnya lebih jauh walaupun tak bisa bertatap langsung.

Pernah kamu bayangkan tentang perpisahan? Ya kita memang telah berpisah, tapi bukan yang “benar-benar” berpisah. Kita masih bersama hingga kini, mungkin karena cinta (ini menurutku pribadi, ntah menurutmu). Seperti yang kamu bilang, kata-kata yangg selalu aku benci ketika kamu mengucap ini “aku hanyalah seseorang yg sedang menunggu waktu” pasti kamu mengerti maksut tulisanku ini.

Kita telah berusaha keras mencari cara agar tetap bersama. Namun sekeras apa kita mencoba, akan ada waktu dimana kita akan saling meninggalkan dan merelakan.

Tak perlu kujelaskan cintaku padamu, kamu tahu betapa besarnya itu. Aku yakin cintamu sama besarnya, mungkin tak perlu lagi kuragukan ini, kamu pernah membuktikannya.

Namun, cinta kita kepada sosok yang kita sebut Tuhan dengan nama yang berbeda, jauh lebih besar daripada itu. Pada akhirnya kita memang harus memilih untuk mengembalikan cinta yang kita punya kepada Dia Sang Pemberi cinta.

Yang dapat kita lakukan sekarang adalah menghargai waktu yang ada. Aku tak mau terlalu memikirkan apa yang akan terjadi lagi di depan. Itu hanya akan membuatku pesimis dan menyerah pada keadaan seperti kemarin. Walau terkadang kita memang harus membuka mata terhadap hal yang kita sebut kenyataan. Kita bisa marah, tak terima, atau bahkan mengutuk Tuhan, namun ketika waktu itu tiba, yang bisa kita lakukan hanyalah merelakan.

Dear My Best, terimakasih telah mencintaiku. Terimakasih telah menitipkan separuh hatimu padaku, membagi setengah kehidupanmu. Terimakasih telah mengajarkanku untuk berani memperjuangkan cinta. Saat aku mulai lelah, tolong ingatkan aku betapa kerasnya kita telah berjuang dan berkorban. Hanya itu yang mampu melambungkan semangatku ke atas awan dan kembali memperkuat harapan.

Hingga detik ini, hatiku tetap milikmu, hingga Tuhanku mengambilnya kembali.

Aku, yang mencintamu, tanpa melihat suku ras dan agamamu.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

GreenTea Latte Addicted :))

3 Comments

CLOSE