[CERPEN] Wahai Kamu yang di Sana, Bolehkah Aku Meminta Dua Hal?

Aku ingin belajar berjalan bersama beriringan dengamu dalam suka dan duka.

"Wahai kamu?"

"Ada di mana?"

"Sedang apa?"

"Semoga selalu dalam ketaatan dan lindunganNya ya.." 

"Hanya ingin kamu tahu bahwa saat ini aku Rindu"

Kau tahu ada sebuah quote Fiersa Besari dari bukunya yang berjudul Garis Waktu, seperti ini:


"Di langit yang kau tatap ada rindu yang aku titip."


Quote itu membuatku selalu mengingatmu di saat menatap langit. Ada ribuan doa yang kulangitkan untukmu setiap waktu, terlebih waktu disaat hujan. Kenapa? karena hujan adalah salah satu waktu mustajab untuk berdoa. Aku harap para malaikat megaminkan setiap doaku dibalik hujan. 

Akhir-akhir ini tidak dapat dipungkiri bahwa aku resah menunggu kehadiranmu, bukan karena aku sudah tak tahan sendiri atau hanya karena aku iri pada mereka yang sudah menggenapkan separuh agamanya. Bukan, sama sekali bukan. Karena insyaAllah aku tidak akan iri pada hal semacam itu. 

Aku hanya sedikit resah, karena diusiaku yang saat ini, banyak orang-orang yang aku cintai mulai mendesakku untuk menjalankan sunnah Rasul yang satu itu, ya menikah. Sepertinya mereka juga mulai khawatir jika aku tak kunjung bertemu denganmu. 

Saat ini letak kebahagiaan mereka bukan dari pencapainku tentang karir atau materi, tergurat jelas diwajah renta kedua orang yang aku sayangi itu bahwa letak kebahagiaan mereka adalah melihatku menikah. Wajar, karena aku anak pertama dan aku perempuan. Aku begitu mengerti keresahan mereka. 

Pada satu waktu hatiku pernah sebegitunya teriris ketika menyaksikan pemandangan yang tak biasa. Kala itu, aku terbangun di tengah malam. Aku melihat ia, seorang perempuan yang aku cintai dengan sangat, duduk di atas sajadah. Memanjatkan doa yang membuat hatiku pilu. Begitu dalam kekhawatirannya tentang hadirmu. Ia selalu sembunyikan khawatir itu dihadapanku karena tak ingin membuatku resah, namun di tengah malam. Ia luapkan gundah itu. 

Ketika aku bahkan tak peduli akan hadirmu, dia kukuh akan pintanya untuk hadirmu agar bisa membersamaiku. Pilu rasanya. Kelak kau hadir, sayangi dia melebihi aku. Ya?


“Kau bahkan ada dalam doa Ibuku. Dalam hening di sepertiga malamnya”


Kamu harus tahu, resah ini coba ku tahan setengah mati, karena aku tak pernah mungkin bisa mempercepat sesuatu yang sudah tertulis dengan rapi di Lauhul Mahfudz sana. Terlebih aku adalah perempuan, aku bisa apa selain menunggu sambil berdoa dan selalu memperbaiki diri untukmu. Coba tolong beritahu aku bisa apa lagi? 

Namun, tenang saja. Tak usah resah, jika memang belum saatnya kau datang tidak apa-apa. Aku hanya ingin memastikan untukmu aku sedang berusaha memperbaiki diri menjadi pribadi yang jauh lebih baik. Tapi jika nanti saat kau hadir dan aku masih belum cukup menjadi pribadi yang baik untukmu, tolong bimbing aku ya. Jangan pernah kau lelah dan menyerah dan hal membuatku menjadi lebih baik lagi.

Wahai kamu, dimanapun kau dan apapun yang sedang kau lakukan saat ini, aku hanya berharap kau selalu dikelilingi oleh orang-orang yang baik. Semoga semua mimpi, angan dan asamu lekas terwujud. Jangan resah, jikapun nanti kau datang sebelum kesuksesan itu menghampirimu. Aku siap menjadi penyemangatmu, justru hal inilah yang selalu aku idamkan. Memberikan semangat dan dukungan tentang semua mimpi dan cita-citamu hingga sampai pada akhirnya kau berdiri tegak dengan semua pencapaian dan kesuksesanmu adalah keinginan terbesarku saat ini. 

Mungkin kau akan berpikir bahwa aku munafik, siapa yang tidak suka hidup dalam kesuksesan dan kesenangan? siapa yang tidak suka dengan pria mapan? rasanya tidak ada, tapi sungguh menjadi salah satu orang yang berpengaruh dalam setiap pencapaian yang kau dapatkan kelak adalah impianku.

Aku ingin belajar berjalan bersama beriringan dengamu dalam suka dan duka. Sebuah quote dari Eleni Kaur dengan bukunya yang berjudul Good morning to goodnight begitu mewakili isi dari hatiku saat ini. Begini bunyinya:


“I wanted to watch you succeed, I wanted it to be me. The woman behind it all-the woman you turned to- the one who lent you an arm when you needed a hand and stuck by you through your highest of highs and lowest of lows. I wanted it to be me.” 

- Good morning to goodnight by Eleni Kaur


Ya, aku ingin menjadi wanita yang memberikan pengaruh yang berarti untuk hidupmu, bukan hanya menjadi penikmat jeripayahmu tanpa ikut andil sedikitpun. 

Tapi tak apa, jika kau masih ingin berjuang sendiri untuk semua itu aku malah bangga. Terus semangat ya. Jika nanti kau lelah tolong ingat bahwa disini ada aku yang tak pernah lelah berdoa untuk semua pencapaianmu. Kelak ketika nanti kita bertemu, kau boleh bersandar dan meluapkan semua kelelahanmu di pundakku. Aku siap untuk mendengarkan semua cerita panjang itu, sambil sesekali membelai lembut rambutmu. Ah. Romantis sekali.

Wahai kamu, kelak bolehkah aku meminta sesuatu padamu? Hanya dua hal saja. 

Pertama: Tolong bantu aku mengukir senyum di wajah kedua orangtuaku. Cintai dan sayangi mereka karena mereka adalah segalanya bagiku. Kau tak perlu khawatir, Insyaallah aku juga akan mencintai kedua orangtuamu sebagaimana aku mencintai orangtuaku karena dari tangan merekalah kau bisa menjadi sosok yang nantinya aku yakini dengan segenap hati untuk bisa menjadi imam dunia dan akhiratku. 

Yang kedua: Tolong bimbing aku agar selalu taat dalam perintahNya, jadikan aku bidadari syurgamu di JannahNya kelak. 

Terlalu beratkah permintaanku? 

Jika iya, kau tidak perlu khawatir, karena nanti kita akan sama-sama belajar untuk saling membahagiakan satu sama lain dan saling belajar untuk bisa bersama-sama menuju JannahNya. InsyaAllah aku akan menjadi istri yang Sami'na wa Atho'na.

Wahai kamu, hanya itu yang ingin aku sampaikan. Sampai jumpa pada takdir Allah ya. Semoga Allah mempermudah langkahmu untuk segera menemukanku. Aamiin.

Sebuah tulisan panjang tentang isi hatiku diatas kutuliskan sore itu sambil menunggu kereta datang sepulang kantor. Aku menuliskannya disebuah buku kecil pemberian Ibu sebagai kado ulang tahun. Namun buku itu hilang, tertinggal di stasiun 1 bulan yang lalu. 

Dan hari ini, tepat pada saat hendak menaruh kopi di atas meja kerjaku, aku melihat buku itu bertengger dengan cantik di atas laptop dengan sebuah stiky note kecil tertempel diatasnya bertuliskan:

“Hai.. mari saling mengenal.. wahai kamu..”

Tertanda,

Seseorang yang sedang berdiri di arah jam sembilan

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini