Teruntuk Kamu Hawa yang Patah Hati, Kelak Kesedihan Ini Menjadikan Sosokmu Sekuat Baja

Sebuah hubungan selalu identik dengan rasa berbunga-bunga yang tiada habisnya. Hingga tiba saatnya negara api melanda dan rasa galau lah jadi sahabat sejati kita.

Bagi para wanita rasa sakit yang berlarut-larut akibat patah hati sebuah keharusan dari risiko mencintai. Selama masa patah hati itu pun yang bisa diperbuat hanyalah meratapi nasibnya sambil mengetik di kolom pencarian Google “cara untuk move on dengan cepat”, atau “cara cepat melupakan mantan”.

Kegalauan tadi terjadi karena wanita terlalu mengandalkan perasaannya untuk memandang sebuah fenomena kehidupan. Bahkan ia rela mengorbankan matanya terlihat sembab bahkan bengkak tiap harinya. Namun, bagi seorang wanita yang sudah belajar menatap sisi lain dari rasa sakit yang dialaminya, ia pun mampu menafsirkan rasa sakit sebagai anak tangga baru menuju pribadi yang lebih bijak dan kuat.

Tak akan ada hubungan yang dapat berjalan mulus, karena yang namanya masalah sampai merujuk ke patah hati itu tanda bahwa rasa sayang dalam hubungan masih ada. Jika di tanya, lebih berarti mana? Hatimu atau hubunganmu? Seorang wanita sabar akan menjawab “HUBUNGAN”, namun seorang wanita yang sudah dewasa akan berterik “HATIKU lebih berarti”.

Logikanya, apa kamu yakin bahwa kebahagiaan dapat diperoleh dari orang yang tak mampu menghargai yang namanya sebuah penghargaan? Dan faktanya, rasa sabarmu juga memiliki batas. Kamu akan jenuh dan berhenti berharap.

Terlihat lemah di hadapan para pria adalah sebuah kebanggan bagi mereka, karena mampu menaklukkan 1 lagi perempuan yang ada di dunia ini. Tetapi akan lebih terlihat menantang apabila mereka bisa melihat wanita yang ingin ditaklukan. Terlihat stay cool meski sedang dilanda galau.

Patah hati menjadi alasan agar kita sekuat baja, hai kaum Hawa! Lewat patah hati kamu belajar menahan setiap rasa sedih yang ingin diluapkan kepada dunia. Biarlah air mata yang ada padamu, kamu teteskan di setiap doa yang dirimu haturkan kepada Yang Maha Memiliki.

Ketahuilah, di balik sebuah jalan yang tertutup tembok yang tinggi terdapat kelanjutan dari jalan itu, bergantung pada beranikah kita memanjat tembok itu demi melanjutkan perjalanan?