Yang Tak Terlihat Tidak Perlu Jadi Masalah Berlebihan untuk yang Terlihat

Publik harus tahu, bahwa ada adab yang harus dijaga, serta paham bahwa hal yang menyangkut dimensi lain tersebut memang ada dan bukan menjadi suatu yang pantas ditakuti secara berlebihan.

      Sejak kecil, salah satu ancaman yang cukup ampuh untuk membuat anak-anak mau tidak mau patuh adalah keberadaan makhluk astral atau setan. Kalimat semacam Awas ya nanti disamperin pocong! Hati-hati ada kuntilanak di depan rumah! nanti diculik Om Genderuwo, lho! dan berbagai kalimat bernada sama lainnya. Tidak jarang kebiasaan diancam seperti ini membuat anak menjadi seorang penakut. Takut dalam situasi gelap, sepi, dan hal yang identik dengan mistis. Sebagian dari mereka mungkin mengganggap keberadaan makhluk tersebut adalah sesuatu yang seharusnya tidak ada di dunia.

Advertisement

            Bebagai tontonan acara televisi atau video di media sosial yang menyajikan tayangan horor berlebihan disertai pengalaman langsung seolah menambah imej buruk akan keberadaan hantu. Sosok menyeramkan, aneh, dan menjijikan selalu berhasil membuat orang ketakutan ketika melihat ilustrasi yang diberikan mengenai makhluk-makhluk tersebut. peristiwa kesurupan menjadi yang ditunggu-tunggu, penonton mungkin akan merasa adegan tersebut sebagai klimaks dari acara yang sudah tayang berpuluh-puluh menit lalu. Bahkan, dikehidupan nyata adegan kesurupan– terutama di tempat umum– bisa menjadi tontonan menarik dan dianggap layak didokumentasikan.

Lalu apa yang menjadi masalah dengan ancaman dan tontonan tersebut? Sudah jadi semacam pengetahuan umum bahwa makhluk semacam itu memang hidup berdampingan dengan manusia. Permasalahannya adalah: ketika anak yang sering diancam tumbuh menjadi orang dewasa yang penakut; penonton yang dikehidupan nyatanya mengesampingkan adab membantu orang kesurupan malah lebih senang mendokumentasikan; netizen yang kemudian gemar mencari hal gaib tersebut dan pada akhirnya mengganggu kehidupan dimensi lain, bahkan bisa membahayakan diri sendiri; hingga kembali lagi akan banyak orang dewasa yang mengancam hal yang sama kepada anak-anak.

Memang, tidak semua ancaman dan tontonan tersebut selalu melahirkan sisi negatif. Berbagai alasan demi tujuan baik menjadi faktor mengapa kedua hal tersebut masih ada atau dilakukan. Seperti contoh ancaman ‘diculik genderuwo’ jika tidak pulang sebelum ba’da maghrib bisa menghindari Si Anak dari peristiwa yang tidak diinginkan seperti penculikan. Namun, intensitas yang tinggi tanpa disertai penjelasan mengapa mereka diberikan ancaman tersebut menjadi pemicu kegagalpahaman dan dampak negatif berkepanjangan.

Advertisement

 Alangkah baiknya untuk para orang dewasa lebih selektif dalam memberikan peringatan kepada anak. Akan jadi suatu masalah ketika anak sudah beranjak dewasa ketakutan karena harus pergi ke kamar mandi yang letaknya agak terpojok; atau ketika mereka menghadapi keadaan yang mengharuskan mereka berada di rumah sendiri; bahkan mungkin yang lebih parah ketika mereka memiliki paranoid yang berlebihan hingga mengganggu orang lain. Tidak jarang hal-hal tersebutlah yang bisa menganggu keseharian mereka.

Tidak jauh berbeda dengan tayangan berkonten horor, khalayak aktif atau penonton yang selektif mungkin akan menyikapinya sebagai salah satu motivasi untuk semakin mendekatkan diri pada pencipta, atau sekedar mengetahui untuk kemudian dijadikan pelajaran. Lain halnya ketika khalayak pasif yang hanya menerima mentah-mentah sebuah tayangan, konten yang disajikan dengan berlebihan akan ditanggapi dengan suatu yang negatif. Di jaman yang serba cepat ini, mudah bagi setiap oknum untuk membuat suatu peristiwa viral. Ketika sebuah video kesurupan diunggah, hal tersebut dianggap sesuatu yang eksklusif apalagi jika menyangkut suatu instansi atau kelompok tertentu tanpa berfikir dampaknya. Bisa saja video tersebut berisi pergerakan yang tidak pantas dilihat, atau menimbulkan rasa malu dari yang bersangkutan dalam kejadian.

Advertisement

Publik harus tahu, bahwa ada adab yang harus dijaga, serta paham bahwa hal yang menyangkut dimensi lain tersebut memang ada dan bukan menjadi suatu yang pantas ditakuti secara berlebihan. Jika selama ini kesurupan selalu identik dengan perilaku agresif ataupun berteriak-teriak, ternyata ada sebuah metode bernama mediasi sebagai bentuk komunikasi ‘normal’ yang melibatkan manusia selain kesurupan tersebut. jika selama ini hantu selalu diartikan sebagai sosok yang jahat, ternyata ada golongan makhluk bernama khodam atau biasa dikenal jin islam yang sering membantu manusia. Jika selama ini orang selalu berifikir keberadaan hantu di suatu tempat itu menganggu, ternyata makhluk seperti mereka juga butuh sebuah tempat untuk tinggal. Jika selama ini banyak yang berpendapat bahwa sosok-sosok tersebut jahat dan tidak berperasaan, ternyata mereka sama seperti manusia yang memiliki emosi dan sensitifitas, seperti juga tidak ingin diganggu.  Itulah beberapa dari sekian banyak hal yang harus disertakan sebagai edukasi dalam setiap nasihat serta tontonan. Tujuannya sudah jelas, agar tidak memberikan gambaran berlebihan akan hal gaib yang berujung merugikan diri sendiri maupun orang lain.

 

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Rieka Yusuf punya nama panggil Rieka lahir di Jakarta besar di Depok. Sedari Taman Kanak-kanak hingga SMA berada di Depok, baru memasuki kuliah mencoba tantangan untuk menjadi satu dari +300 ribu mahasiswa rantau di Jogja. Saat ini menempuh pendidikan Ilmu Komunikasi di UPN "Veteran" Yogyakarta dan berencana akan lulus di 2020, Aamiin...

CLOSE