Yuk, Berkenalan Dengan Tradisi Ini! Dibalik Kandang Ayam

Mari menyelidiki tradisi upacara

Budaya dan tradisi memang merupakan entitas yang sangat menonjol dalam masyarakat Indonesia, bahkan beberapa dikenal dalam skala internasional, seperti wayang kulit. Dengan begitu, Indonesia diakui sebagai negara yang kaya akan kesenian dan kebudayaan oleh dunia. Sebagai masyarakat Indonesia, kita tahu benar bahwa sesungguhnya Indonesia lebih dari sekedar batik dan wayang.

Advertisement

Akan tetapi, dibalik semua itu, ternyata ada banyak sekali kebudayaan Indonesia yang belum sepenuhnya dikenal oleh masyarakatnya sendiri, apalagi dunia. Salah satu contoh tradisi yang patut dibanggakan dan lebih dikenal merupakan tedak siten.

Tedak siten merupakan sebuah upacara adat Jawa yang diselenggarakan untuk bayi yang baru berusia 7 selapan. Selapan merupakan suatu sistem perhitungan waktu di mana sudah dilewatkan 5 angka hari pasaran untuk setiap hari dalam satu minggu. 5 angka hari pasaran merupakan kliwon, legi, pahing, pon, wage.

Maka, selain tujuh hari dalam seminggu (Senin, Selasa, dan seterusnya), adapun 5 pasaran untuk setiap harinya (misalnya Minggu kliwon, Minggu legi, Minggu pahing, Minggu pon, Minggu wage). Satu selapan menandai sudah terlewatkan 35 hari dari kelahiran sang anak, maka 7 selapan berarti 7 x 35 hari, yakni 245 hari setelah kelahiran sang anak (yang berarti sang bayi sudah berumur kurang-lebih 8 bulan).[i]

Advertisement

Secara bahasa, tedak siten berasal dari dua kata Jawa, yakni “tedak” dan “siten”. “Tedak” berarti turun, atau berpijak, sedangkan “siten” yang berasal dari kata “siti” yang berarti tanah, maka dari itu, tedak siten berarti untuk “menginjakkan tanah”.[ii] Tentunya, seperti tradisi lainnya, upacara adat ini tidak terlepas dari makna dan filosofi yang mengalir kental di budya Jawa.

Upacara ini diselanggarakan demi memberi penghormatan dan pengenalan alam dan bumi, dimana sang anak pertama mulai menginjakkan kaki. Hal tersebut menandakan pentingnya elemen bumi dalam kebudayaan Jawa, sebagaimana bumi merupakan tempat di mana kita semua dilahirkan, tumbuh, dan meninggal. Terlebih dari itu, upacara ini diselenggarakan untuk memanjatkan segala doa dan harapan para orang tua dan kerabat bagi sang anak.

Advertisement

Prosesi upacara adat tedak siten dijalankan dalam serangkaian tahapan. Pertama-tama, sang anak dituntun oleh sang ibu untuk jalan diatas 7 buah jadah. Jadah merupakan makanan yang terbuat dari beras ketan dan diwarnai 7 warna berbeda, yakni warna putih, merah, hijau, kuning, biru, coklat, dan ungu. Jadah tersebut disusun dari warna paling gelap sampai warna paling terang, yang menandakan bahwa akan selalu ada jalan terang dalam masa yang paling kelam.

Selanjutnya, sang anak dituntun untuk menaiki sebuah tangga yang terbuat dari tebu. Tebu dipandang sebagai singkatan dari antebing kalbu, yang berarti kemantapan (ketetapan) hati. Dengan ini, sang anak diharpakan untuk menjalani hidupnya dengan ketetapan hati dan keberanian yang tak tergentarkan, dimana setiap anak tangga melambangkan tahapan kehidupan. Setelah menuruni tangga, sang anak dituntun kepada sebuah tumpukan pasir, di mana sang anak akan mengais-ngais, atau ceker-ceker, pasir tersebut dengan kakinya sebagai symbol bahwa ia kelak akan mampu mengais rejeki untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Selanjutnya, acara masuk dalam tahapan ramalan. Masa depan sang anak akan “diramal” bedasarkan objek yang dipilih. Sang anak akan dimasukkan kedalam kandang ayam yang didalamnya sudah diletakkan berbagai barang, seperti pensil, uang, buku, mainan, dan makanan. Benda yang dipilih oleh sang anak menggambarkan naluri atau instinct yang akan menuntunnya dalam kehidupan.

Usai dari kandang ayam, ayah dan kakek dari sang anak akan menaburkan udik-udik yang berupa uang koin dan campuran berbagai bunga. Udik-udik tersebut harapan dilimpahkan rezeki sang anak di kemudian hari, namun ia masih tetap bersifat dermawan dan kerap menolong orang lain. Akhirnya, prosesi upacara adat tedak siten diakhiri dengan sebuah “siraman”, di mana sang anak dimandikan dengan air bunga setaman lalu dipakaikan baju baru.

Hal tersebut menandakan bahwa sang anak diharapkan mengharumkan nama keluarganya, sekaligus menyimbolkan harapan sang keluarga agar sang anak menjalani kehidupan yang baik dan makmur, dan menjadi orang yang berguna bagi lingkungannya.[iii]

Tedak siten menggambarkan pentingnya doa dan harapan dalam kehidupan seorang anak, sebagaimana anak tersebut merupakan perwujudan dari semua doa dan harapan orangtuanya. Terlebih dari itu, upacara ini merupakan proses “pengenalan” sang anak kepada alam dan lingkungan di sekitarnya. Prosesi upacara tedak siten melewati 7 tahap, di mana dalam setiap tahapnya melambangkan tahapan kehidupan yang akan dilewati oleh sang anak. Dengan itu, upacara ini memperlihatkan kepada sang keluarga pentingnya mempunyai pandangan positif untuk sang anak, seiring sang anak bertumbuh besar.

Pelestarian tradisi ini pun tidak semena-mena untuk mempertahankan keanekaragaman di Indonesia, melainkan melestarikan nilai dan moral yang dapat ditangkap dari esensi tradisi tedak siten. Secara ringkas, upaca tedak siten merupakan sebuah perayaan- semacam “batu langkah”- dalam rangka mempererat jalinan keluarga dengan sang anak dan mempersiapkan sang anak melalui doa agar ia mempunyai kehidupan yang baik di kemudian hari.

Hal tersebut penting dilestarikan karena, dalam kehidupan, seorang individu akan menghabisi masa kanak-kanaknya dengan keluarganya; maka dari itu, sangat penting bagi sang keluarga untuk menyediakan dukungan dan elemen positif lainnya untuk memotivasi anak dalam mengembangkan karakternya. Hal tersebut akan mempunyai dampak pada masa depan anak, sebagaimana karakter seorang individu mencerminkan bagaimana ia akan menghadapi kehidupan.

Dengan demikian, pelestarian upacara tedak siten penting sebagai suatu elemen kontributif dalam membangun mental dan karakter generasi muda. Tedak siten, selayaknya adat dan tradisi lainnya yang tidak sempat dibahas di artikel ini, patut dipertahankan sebagai identitas negara, sebagaimana adat tersebut telah membentuk generasi orangtua kita, dan nenek moyang kita.

[i] https://id.theasianparent.com/tedak-siten-ritual-turun-tanah/

[ii] https://malangvoice.com/ada-tujuh-rangkaian-dan-makna-filosofi-tedak-siten/

[iii] https://www.joglosemar.co.id/tedakstn.html

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

CLOSE