Aku Kira Cinta Itu Sederhana, Namun Padamu Rumit Rupanya

Sebuah kaligrafi yang ku lihat di linimasa sosial mediaku tiba-tiba mengusik ingatanku tentangmu. Kamu yang dahulu selalu menjadi penyebab utama aku lebih sering mengecek telepon genggamku. Ya. Sebuah kaligrafi membawaku menuju masa lalu.

Membawaku ke masa di mana perkenalan itu terjadi begitu sederhana. Kala itu, kita masih berstatus mahasiswa. Tak terlalu menyadari bahwa kedekatan kita nanti nyatanya membuat sakit berkepanjangan dari sisiku. Perkenalan kita juga terjadi biasa saja.

Tak ada yang spesial. Kita bertemu hanya sekali dalam sebuah acara di luar kota di mana itu adalah tempatmu menuntut ilmu. Kita bertukar kontak dan kemudian aku kembali ke kotaku. Tanpa rasa. Namun perbincangan kita justru semakin seru dan semakin menyenangkan kala kita jauh.

Kamu yang ternyata memiliki hobi yang sama denganku membuat kita seperti saling terikat. Kita selalu agendakan sebuah perjalanan yang nantinya akan kita wujudkan jika kita hidup satu kota. Kamu yang saat itu sibuk menyelesaikan skripsi nyatanya tidak pernah sibuk membuatku tertawa dari jauh.

Sebuah foto menu nasi padang kamu kirimkan dengan sebuah kutipan, "Lari dua kilometer, makan dua centong". Kamu begitu receh dan aku begitu terpesona oleh kerecehanmu saat itu. Ya, aku akui itu. Kata Rhoma Irama apalah artinya cinta jika tak ada ujiannya…

Betul saja, kamu tiba-tiba pindah ke kotaku. Aku kira ini akan menjadi hal yang baik. Namun ternyata aku salah. Keadaan justru tidak terkontrol kala kita berdekatan. Kamu sibuk dengan pekerjaanmu. Dan aku menjadi begitu posesif kala melihatmu berfoto dengan seseorang yang kamu sebut rekan kerja.

Setelah konflik berkepanjangan, kita menyadari ada yang salah dalam hubungan ini. Kamu menjelaskan bahwa pekerjaan membuatmu larut dalam kesibukan dan kamu memintaku untuk memahami situasinya agak sedikit berbeda kala kita berjauhan dulu. Dan akupun meminta maaf karena telah menjadi pribadi yang tidak menyenangkan. Hubungan kita pun membaik.

Semua kembali menyenangkan. Hingga akhirnya kamu menghilang. Begitu saja. Lenyap tanpa jejak. Aku mencoba mencari tahu namun tak ku temukan jawaban. Aku mulai berpikir apakah mungkin aku kembali menyakitimu dengan sikapku? Hari-hari ku mulai berbeda tanpamu. Ratusan chat tak berbalas terus saja ku tatap, berharap kamu segera online dan membaca semua pesanku.

Sebulan berlalu aku mulai berusaha berpikir positif. Mungkin kamu kehabisan pulsa. Mungkin kamu kehabisan kuota. Mungkin kamu sedang bertugas di perbatasan yang minim sinyal. Dan sedikit pikiran aneh pun terlintas juga kala itu.

Apakah mungkin kamu kecelakaan di jalan sehingga koma seperti banyak kisah FTV? Apakah kamu kejambretan sehingga kamu tidak tahu kalau aku menghubungi kamu? Dua bulan berlalu hingga akhirnya kamu muncul kembali.. mengirim pesan bodoh seperti tak ada apa-apa…

Aku tanyakan tentang hal kenapa kamu tiba-tiba hilang, kamu tak ingin membahasnya. Baiklah pikirku. Kamu sudah kembali saja sudah membuat jantungku berdegup lebih kencang seperti genderang mau perang. Yang penting kamu kembali. Itu saja sudah cukup membuatku tersenyum lebar. Ku kira kita akan berakhir happy ending.

Ternyata menyayangimu begitu sulit. Aku tak sanggup memecahkan teka-teki ini. Aku tak bisa menganggap tak ada apa-apa tiap kali kamu muncul kembali setelah berbulan-bulan lamanya menghilang. Ini hati, bukan ruang transit. Dengan berat hati, aku memilih menyudahinya.

Bukan untuk siapa, tapi untuk kamu. Kamu berhak mencari jalan terbaik, partner yang baik yang bisa mengerti kamu. Dan aku, aku berhak untuk hidup tenang tanpa sedikit-sedikit cemas menunggu kehadiranmu lagi. Terima kasih telah menjadi bagian dari perubahan diriku yang semoga kini sudah jauh lebih baik.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Bir dil asla yeterli değildir