Bangkitlah Kaum Perempuan! Bangkit Menjadi Perempuan yang Hebat dan Terdidik

Indonesia

BANGKITLAH KAUM PEREMPUAN

(Rizki Wulandari Amin)

Ketika kita berbicara tentang perempuan, akan terdapat anggapan bahwa perempuan berderajat lebih rendah dari laki-laki, inilah anggapan umum yang berlaku saat ini tentang kedudukan kaum perempuan dalam masyarakat. Anggapan ini tercermin seperti seorang istri harus melayani suami, perempuan mengerjakan pekerjaan yang sifatnya domestik dll.

Prasangka-prasangka ini kuat dalam struktur moral masyarakat. Tetapi anggapan ini adalah anggapan yang keliru. Sebab dalam sejarah perkembangan masyarakat telah menjelaskan `bahwa kaum perempuanlah yang menemukan sistem bercocok tanam pertama kali yang kita kenal sampai dengan hari ini.

Perempuan juga dicengkram oleh kebudayaan feodal patriarkal. Di bawah kebudayaan feodal patriarkal yang cukup tinggi dan berdampak signifikan atas kehidupan kaum perempuan, di mana perempuan ter-subordinat atau dinomorduakan dalam tatanan sosial masyarakat yang akan menghambat kemajuan kaum perempuan baik secara ekonomi, politik maupun kebudayaan.

Di lapangan ekonomi: terdapat diskriminasi jenis kelamin dalam kerja produksi. Misalnya sistem pengupahan yang berbeda antara laki-laki dan perempuan. Kemudian tidak dipenuhinya hak natural kaum perempuan seperti haid, hamil, melahirkan, dll.

Sementara pada pekerjaan profesional di perkotaan secara khususnya masih memandang pembagian kerja perempuan dalam sekup-sekup kerja yang diskriminatif (marketing, bendahara, sekretaris, pelayan, dll). Di lapangan politik: diskriminasi atas kemajuan partisipasi perempuan untuk mengeluarkan pendapat, berkumpul dan berorganisasi.

Perempuan dianggap tidak cocok dan tidak baik apabila berorganisasi. Ini adalah bentuk yang menghambat kemajuan perjuangan kaum perempuan untuk membebaskan diri dari ketertindasan yang secara umum dialami seluruh rakyat Indonesia serta khususnya melawan sistem patriarkal feodal.

Sementara di lapangan budaya: perempuan dijadikan objek perdagangan manusia, kekerasan dan pelecehan seksual hingga menjadi pekerja seks. Dan dalam aspek ini pula, perempuan terutama di pedesaan masih mendapatkan diskriminasi untuk mendapatkan pendidikan yang merupakan hak setiap warga negara di Indonesia.

Di Halmahera Selatan asal daerah saya di mana peran keluarga merupakan sentral pendidikan karakter atas pemudanya dapat kita temukan bagaimana sistem feodal patriarkal sangat terasa, misalnya pembagian kerja dalam keluarga untuk mengurus rumah, perempuan baik ibu maupun anak ditugaskan pada pekerjaan dapur, sumur dan di kasur.

Hal ini berdampak pada tingkat partisipasi angkatan kerja yang bias antara laki-laki dan perempuan. Di mana perempuan secara kuantitas sangat sedikit jumlahnya atas partisipasi angkatan kerja tersebut di banding laki-laki.

Karena perempuan lebih banyak terserap pada pekerjaan domestik rumah tangga. Di mana stigma masyarakat yang masih memandang pekerjaan pokok perempuan ialah mengurusi rumah. Sehingga menghambat perkembangan produktifitas kaum perempuan.

Berdasarkan keadaan tersebut telah melahirkan ketimpangan dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, selain itu ketimpangan lebih banyak di alami perempuan dari pada laki-laki. Akibatnya, kondisi perempuan di bidang ekonomi, politik, maupun kebudayaan berada pada posisi yang tidak menguntungkan.

Kondisi yang tidak menguntungkan ini apabila tidak di atasi, maka ketimpangan atau kesenjangan pada kondisi dan posisi perempuan tetap akan terjadi.

Pada perkembangannya sampai dengan hari ini keadaan perempuan menjadi semakin suram, dari data Badan Pusat Statistik, tingkat kesenjangan partisipasi angkatan kerja berdasarkan jenis kelamin pada Februari 2017 yakni masih didominasi oleh laki-laki :

Dari jumlah angkatan kerja Indonesia pada Februari 2017 sebanyak 131,55 juta orang .Laki-laki : 83,05% dan Perempuan : 55,04%. Berangkat dari kondisi umum di Indonesia di atas, telah membuktikan bahwa indeks representasi sangat ironis dan tragis bagi kaum perempuan yang tidak mendapatkan tempat dalam bidang ekonomi politik dan budaya itu sendiri.

Ketimpangan inilah kemudian kaum perempuan makin terpinggirkan.

Oleh karna itu sebagai perempuan sudah menjadi keharusan bagi kita untuk bangkit, belajar, berorganisasi dan berjuang atas keadaan yang terjadi di Indonesia. Sebab mengutip dari aktivis perempuan asal Chili, Carol Cariola: “Menjadi muda tetapi tidak berlawan adalah kontradiksi biologis” .

Hidup perempuan yang melawan.

Yogyakarta,20 April 2018

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Sedang belajar di Sekolah Tinggi Ekonomi Islam Yogyakarta. Perbankan Syariah_15 Sultra-Bacan-Jogja. Hidup Perempuan Yang Melawan.