Di Balik Meriahnya “Color Run” di Budaya Kita

Memang dibalik semua itu sekarang ini melihat perkembangan zaman ini orang-orang tentu dapat mengakses internet lebih mudah dan informasi apa saja bisa langsung diakses. Untuk itu sekarang ini di Indonesia lagi sedang Booming dengan istilah color run. Perkembangan istilah color run adalah meniru kebudayaan bangsa India yang lalu dimodifikasi dan pertama kali diselenggarakan pada Januari 2012 di Tempe, Arizona, Amerika Serikat. Dan Singapura untuk pertama kali diadakan acara color run ini Asia.

Color Run merupakan sebuah kegiatan berlari atau jalan sehat sejauh 5km (lima kilometer) dengan ditaburi bubuk warna-warni yang akan menyambut peserta setiap melewati satu kilometernya. Lalu di sesi closing party para peserta akan diberikan sebuah bubuk warna-warni yang akan dilemparkan bersamaan saat peserta joget bersama-sama dengan diiringi musik lengkap DJ (Disc Jockey) dan disemprotkannya air pada saat peserta joget untuk menambah kemeriahan color run tersebut.

Color Run dari pertama kali muncul di Amerika tahun 2012 mengalami lonjakan peserta yang sangat signifikan. Dibuktikan pada tahun 2013 peserta mencapai satu juta manusia di seluruh belahan dunia. Merupakan jumlah yang sangat besar melihat acara ini adalah acara lari-lari non-profesional yang berbayar.

Color Run ini telah menjadi sebuah budaya untuk pemuda-pemudi masa kini, dan budaya ini hanya populer di masyarakat modern. Atau sering masyarakat menyebutnya sebagai Pop Culture. Budaya yang senantiasa lahir di tengah-tengah kehidupan manusia yang sangat konsumtif.

Sebagai manusia yang sangat konsumtif hal ini menjadi sasaran yang menggiurkan oleh para kapitalis dan pengusaha dalam membuat sebuah proyek misal dengan menyasar agar masyarakat yang haus akan trend masa kini yang menjadi sebuah barang lumrah. Jika kita lebih kritis, hal ini sebuah proyek besar yang hanya akan menguntungkan para elit penguasa, yakni para penyelenggara. Bukan hal yang susah bagi para elit kapitalis untuk menciptakan ketergantungan barang produksi dan budaya. Sudah menjadi rahasia umum bahwa mayoritas masyarakat bangsa kita merupakan masyarakat yang konsumtif. Salah satu bukti mutlaknya adalah mewabahnya budaya baru Color Run ini.

Media sosial menjadi faktor pendukung utama mewabahnya budaya ini. Dengan berlari-lari kecil bahkan jauh dari makna olahraga sekalipun, berfoto bersama, dan lalu mengabadikannya di media sosial. Hal ini menimbulkan efek domino terhadap masyarakat penikmat yang konsumtif serupa. Mereka akan sering membicarakannya dan cenderung berusaha mengikuti acara ini. Karena sebuah budaya tren bila hal ini pastinya akan menjadi pemicu munculnya usaha dalam rangka meningkatkan eksistensi dalam bergaul. Didalam masyarakat konsumtif akan sangat menyukai tren yang sedang booming agar mereka dipandang mengikuti mode atau tidak kampungan. Hal ini menjadi ketergantungan dalam masyarakat konsumtif. Mungkin jika budaya ini muncul dahulu kala, beberapa dekade kebelakang, yang mana masyarakat kita masih menjunjung tinggi nilai-nilai budaya dan identitas bangsa, konsep acara hura-hura seperti ini akan susah untuk menembus budaya bangsa kita.

Kita paham bahwa era zaman sekarang dunia sedang memandang bangsa Barat adalah zaman peradaban yang paling maju. Maka, kita sebagai bangsa berkembang yang dalam fase di bawah bangsa Barat akan selalu cenderung berusaha untuk mengikutinya tanpa melihat bahwa budaya itu sesuai atau tidak dalam budaya asli bangsa kita. Diharapkan kita sebagai generasi muda bangsa mampu mengendalikan efek budaya asing. Walaupun hal ini bukanlah hal baru dalam masyarakat, namun masyarakat terbukti cenderung susah untuk membentengi diri. Dengan bersikap kritis diharapkan masyarakat mampu menciptakan budaya sendiri yang sesuai dengan identitas bangsa Indonesia.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Anak muda harus bisa bepikir logis dan kreatif