Kesejahteraan Ramah Lingkungan Suku Baduy

Kesejahteraan Ramah Lingkungan Suku Baduy

Advertisement

Oleh: Rodhiya Jannati Firda

Apa yang terlintas di benak ketika mendengar kata sejahtera? Jawaban mayoritas masyarakat pasti kehidupan yang berkecukupan, memiliki banyak aset-aset mewah, seluruh keinginan terpenuhi, memiliki gawai canggih nan kekinian dan lain sebagainya. Karena itu, setiap orang pasti akan berusaha untuk dapat mewujudkan kehidupan sejahtera seperti yang dibayangkan oleh kebanyakan orang.

Advertisement

Ada orang-orang yang berusaha untuk mencari pekerjaan, dan ada pula orang-orang yang mendirikan perusahan atau pabrik-pabrik di berbagai bidang agar mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya dan dapat meraih kehidupan sejahtera yang sesuai dengan anggapan atau bayangan mereka.

Terlebih di era modern seperti sekarang ini semakin meningkatkan indikator dari kehidupan yang sejahtera. Tak khayal pemikiran tersebut semakin meningkatkan ambisi masyarakat untuk berusaha mewujudkan kehidupan yang dianggap sejahtera.

Advertisement

Pada dasarnya tidak ada yang salah dengan pemikiran yang demikian, mengingat merupakan sebuah hal yang naluriah jika manusia menginginkan hidup yang sejahtera dan mampu mengikuti arus perkembangan zaman.

Di sisi lain, hal-hal tersebut tanpa disadari menimbulkan dampak negatif pada kelestarian lingkungan sekitar, seperti pembangunan pabrik-pabrik di lahan-lahan yang dulunya hutan atau lahan pertanian, pembuangan limbah pabrik yang sembarangan dan tanpa diolah terlebih dahulu, lahan-lahan pertanian yang disulap menjadi perumahan mewah nan elit, sehingga bukan hanya kelestarian lahan yang terusik, melainkan udara dan air bersih juga tentunya terkena imbas dari kegiatan-kegiatan ini.

Ditambah lagi bencana alam, seperti banjir, semakin sering terjadi disaat musim hujan tiba karena semakin berkurangnya daerah resapan air.

Namun rupanya masih ada kalangan yang memiliki standar hidup sederhana, apa adanya dan yang tanpa merusak alam, salah satunya adalah masyarakat kehidupan sederhana masyarakat Suku Baduy. Suku Baduy berlokasi di Desa Kanekes, Kecamatan Luwidamar, Kabupaten Lebak, Banten.

Konon, suku ini dinamakan Baduy oleh peneliti pada masa Hindia Belanda karena aktiivtasnya yang mirip dengan Baduy di Arab, yakni yang hidup nomaden dan terpencil. Namun sumber lain juga mengatakan bahwa Baduy merupakan nama salah satu bukit yang ada di Kanekes.

Suku Baduy di bagi menjadi dua, yakni Baduy dalam (urang tangtu) dan Baduy luar (urang panamping), Untuk mengenali manakah yang merupakan warga Baduy dalam dan manakah yang merupakan warga Baduy luar, masyarakat Baduy melihat dari warna pakaian atau ikat kepala yang digunakan.

Seperti yang telah kita ketahui, suku Baduy terkenal dengan warganya yang masih teguh dengan kearifan lokal mereka. Dan rupanya hal tersebut mampu menjaga dengan sangat baik kelestarian wilayah dengan luas sekitar 5100 ha yang sebagian besar berupa hutan dan ladang itu dari zat-zat kimia maupun dari kegiatan-kegiatan lain yang merusak alam.

Ada beberapa kebijakan adat yang diberlakukan di Baduy dalam, yang pertama adalah larangan panen setahun dua atau tiga kali karena masyarakat Baduy khawatir tubuh mereka akan terlalu kelelahan jika bekerja terlalu keras. Lalu yang kedua adalah larangan menggunakan barang-barang hasil produksi pabrik, seperti sabun, shampoo dan pasta gigi.

Bahkan penggunaan pupuk anorganik dan pestisida buatan pabrik juga dilarang di daerah ini. Untuk mengakalinya, masyarakat Baduy menggunakan daun cicaang atau daun honje untuk keperluan mandi dan menerapkan pertanian organik. Di suku ini dilarang menggunakan listrik dan segala macam alat elektronik. Terdapat juga larangan untuk menggunakan sandal, menggunakan alat transportasi, dan juga larangan membuat gula aren di Baduy dalam.

Untuk sistem kepemilikan tanah, adat Baduy melarang untuk memperjual belikan tanah dan nantinya tanah tersebut akan diwariskan pada anak cucu mereka. Meskipun demikian, namun apabila buah dari pohon yang ditanami di lahan sendiri jatuh, maka itu sudah bukan menjadi hak bagi dirinya sendiri, melainkan siapapun bisa mengambilnya

Uniknya, suku Baduy menetapkan larangan untuk sekolah formal dengan anggapan bahwa sekolah formal akan menjadikan seseorang terlalu pintar dan kelewatan, seperti membohongi teman dan orang-orang disekitarnya, sehingga para orang tua di suku Baduy hanya mengajarkan bagaimana cara bertani dan berhitung kepada anak-anak mereka.

Adapun kebijakan-kebijakan yang ada di Baduy luar juga hampir sama dengan yang ada di Baduy dalam, hanya saja nampaknya ada kelonggaran, seperti diperbolehkan untuk mengolah aren dan menggunakan alat transportasi.

Dengan adanya aturan-aturan adat tersebut rupanya mampu memberikan dampak baik bagi kelestarian alam di wilayah tersebut. Larangan menggunakan barang-barang berbahan kimia menjadikan aliran sungai di wilayah tersebut sangat bersih dan terjaga. Selain itu, penerapan panen setahun sekali akan menjaga lapisan unsur hara pada lahan pertanian sehingga kesuburannya tetap terjaga.

Bahkan lahan dengan luas 1,5 ha mampu menghasilkan 500-800 ikat padi. Pepohonan buah-buahan di hutan yang terjaga kelestariannya itu juga rutin berproduksi setiap setahun sekali. Seperti pohon durian misalnya, satu pohon durian mampu menghasilkan 200 buah durian dan biasanya masyarakat sekitar menjualnya dengan harga Rp7000 per-buah.

Apabila seorang warga mewarisi 40 pohon durian, maka dapat diasumsikan orang tersebut mendapatkan Rp56.000.000 per-tahun atau Rp4.600.000 per-bulan. Tentunya dengan penghasilan tersebut masyarakat Baduy sudah merasa cukup untuk menghidupi keluarga mereka.

Dari apa yang dilakukan oleh masyarakat Suku Baduy tersebut kita dapat memetik pelajaran bahwasanya untuk hidup sejahtera tidak perlu memiliki segalanya. Yang terpenting segala kebutuhan diri sendiri dan keluarga dapat terpenuhi dengan baik, maka kita mampu merasakan kehidupan yang sejahtera dan bahagia.

Selain itu, masyarakat Baduy juga patut diacungi jempol, karena di tengah-tengah perkembangan zaman yang seakan memburu dan tak ada habisnya tersebut mereka masih mampu berpegang teguh pada aturan dan larangan adat sehingga mereka dapat menjaga kelestarian wilayah mereka dengan baik. Kearifan lokal yang seperti ini tentunya tidak boleh hilang sampai kapan pun karena sejatinya kearifan inilah yang membuat Indonesia berbeda dan menarik di mata dunia.

Referensi:

YoubTube. (2016, Juli 29). Tanah Baduy – Ekspedisi Indonesia Biru #01[Berkas Video].

Diakses pada tanggal 20 Mei 2018, dari:

https://www.youtube.com/watch?v=ZKiEkC-BB1c

Youtube. (2016, Agustus 3). Urang Kanekes – Ekspedisi Indonesia Biro #02[Berkas Video].

Diakses pada tanggal 20 Mei 2018, dari:

https://www.youtube.com/watch?v=wepVphdWWb0

Youtube. (2016, Agustus 5). Tapak Kaki – Ekspedisi Indonesia Biro #03[Berkas Video].

Diakses pada tanggal 20 Mei 2018, dari:

https://www.youtube.com/watch?v=pJv8XEfwsOU

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

CLOSE