Melawan Teror Perubahan Iklim

Film The Day After Tomorrow adalah salah satu film tentang perubahan iklim dunia yang terjadi di bumi dan bagaimana peringatan seorang ahli klimatoligist yang diabaikan mengakibatkan kerugian tidak terhitung.

Advertisement

Perubahan iklim terjadi akibat efek rumah kaca yang menyebabkan menipisnya lapisan atmosfer dipermukaan bumi. Penjelasan sederhana tentang efek rumah kaca adalah semakin tingginya kadar karbondioksida dan metana yang menyebabkan lapisan oksigen di permukaan bumi semakin tipis.

Keadaan ini menyebabkan panas bumi terperangkap dan dipantulkan kembali ke bumi. Selain itu, lapisan atmosfer yang semakin tipis menyebabkan panas matahari menembusnya dengan mudah hingga sampai ke bumi.

Perubahan iklim adalah teroris jika antisipasinya tidak dilakukan sejak sekarang. Tetapi kesiapsiagaan menghadapi ancaman ini hanya menjadi perbincangan para ahli di forum internasional sementara sosialisasi ke tengah masyarakat masih pada aras yang terbatas.

Advertisement

Keterbatasan sumber daya untuk menjangkau seluruh masyarakat guna sosialisasi ancaman perubahan iklim menjadi kambing hitam di negara berkembang seperti Indonesia. Dukungan LSM internasional akhirnya menjadi solusi untuk menjangkau sudut-sudut pedesaan yang tidak terjangkau tangan pemerintah. Sayangnya, dukungan pihak ketiga ini pun masih terbatas. Tidak semua sudut bisa dijangkau.

Sosialisasi ancaman perubahan iklim dan adaptasi yang harus dilakukan oleh masyarakat pun sebenarnya salah arah jika fokusnya hanya dilakukan di desa-desa di negara berkembang. Adalah salah jika kemudian masyarakat miskin ini yang pada akhirnya diteror untuk mengantisipasi perubahan iklim sementara penyebab utamanya ada di daerah kota dan di negara maju sebagai penyumbang terbesar perubahan iklim global.

Advertisement

Di negara maju, peternakan adalah industri penyumbang terbesar rusaknya lapisan ozon. Ini karena tingginya gas CO2 dan metana yang dihasilkan dari daerah peternakan besar di negara maju.

Di di Australia luas daerah peternakan Anne Creek tercatat 34.000km2 sebagai yang terluas di dunia. Sementara di Texas Amerika Serikat, luas daerah peternakan adalah 6.000km2. Dari seratus juta hektar hutan di Australia yang telah ditebang, sekitar 70 juta dari itu untuk peternakan. Di Brazil, 90% hutan Amazon telah menjadi padang rumput untuk peternakan.

Bahkan FAO (Badan Pangan dan Pertanian PBB) merilis sebuah laporan berjudul Bayangan Panjang Peternakan (Livestock Long Shadow, 2006) mengatakan bahwa industri peternakan bertanggungjawab terhadap semua masalah lingkungan yang terjadi di dunia. Satu kilogram daging sapi setara dengan berkendara 250 km atau menyalakan lampu 100watt selama 20 hari tanpa henti. Pola makan daging menghasilkan emisi sebesar 4.758 kilometer atau 17 kali lebih besar dari vegan organik yang hanya 281 kilometer.

Sayangnya, data-data diatas hanya terbatas di meja konferensi tanpa tindak lanjut dengan mengurangi jumlah emisi akibat peternakan dan tetap menjadi rahasia umum negara maju. Kerusakan lingkungan akibat industri peternakan sengaja ditutupi dengan cara mengalihkan antisipati perubahan iklim ke negara berkembang. Masyarakat negara berkembang kemudian didoktrin dengan berbagai metode termasuk ancaman mencairnya gunung es yang bisa mengakibatkan naiknya permukaan air laut.

Tetapi, apapun metode sosialisasi perubahan iklim saat ini tidak lagi hanya menjadi tanggung jawab satu pihak dan menyalahkan lagi pihak yang lain. Perubahan iklim sudah pasti akan terjadi, karena itu yang bisa dilakukan saat ini adalah langkah antisipasi hari ini jika bencana itu datang esok.

Mengenalkan ancaman ini juga tidak bisa hanya kepada aras masyarakat tertentu tetapi semua manusia di muka bumi harus tahu tentang hal ini dari. Antipasi teror perubahan iklim tidak lagi bisa dengan bergaya teror terhadap masyarat tertentu.

Negara maju bertanggung jawab penuh terhadap dampak perubahan iklim global ini. Mengembalikan amazon pada bentuk aslinya atau pun mengurangi luas daerah peternakan sebagai sumber utama penghasil metana terbesar di dunia. Di Indonesia, mengembalikan hutan sebagai hutan rimba bukan sebagai rimba industri minyak akan mampu menjaga stabilnya iklim dunia.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

anak Tuhan yang belum rajin menabung, baik hati dan tidak sombong

4 Comments

  1. Isye Neno berkata:

    Keren Artikelx k’ Dody Kudji Lede…
    Melawan teror perubahan iklim perlu dimulai dari diri sendiri…

CLOSE