Mengabadikan yang Fana (?)

“Gus, adakah kunci pembuka pintu persoalan sehingga kita bisa keluaran dari setiap masalah yang kita hadapi? Adakah kunci pembuka pintu rizki sehingga kita berkecukupan dan tidak merasa kekuarangan apa-apa?”

Advertisement

Tanyaku kepada Gus Sariman, kepadanya aku sedang berguru.

Gus Sariman yang wajahnya tidak pernah di jumpai di layar tivi ini menimpali, “(sebelum berkata-kata kepadaku, Gus Sariman membacakan dua ayat qur’an surat 65 ayat 2 dan 3) Itu kuncinya. Barang siapa bertaqwa kepada Allah, niscaya akan diberikan solusi dan rizki dari arah yang tidak disangka-sangka. Dan siapa yang bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan menjadikannya berkecukupan. Di situ ada kalimat ‘niscaya’ yang artinya pasti. Dan Allah Maha Pasti, Maha Menepati Janji”

Aku menyela, “Tolong Gus, jelaskan padaku, seperti apa taqwa dan tawakal itu?”

Advertisement

“Pemahaman yang paling dasar yang dipahami secara umum, taqwa itu ya menjalankan yang diperintahkan Allah dan meninggalkan/menjauhi yang dilarang Allah. Itu benar dan tidak bisa dibantahkan. Namun saya ada pemahaman lain, taqwa itu mengabadikan yang fana”

“Semua yang hidup pasti mati, semua materi pasti musnah, kita hidup di alam yang fana, yang sementara, dan tidak memiliki kekekalan. Sementara ini dia terlihat cantik-menarik kulitnya mulus dan kencang, coba lihat beberapa tahun lagi, akankah kecantikannya kekal?

Advertisement

Sementara ini dia punya kuasa dan memiliki banyak pengikut, tapi coba lihat beberapa tahun lagi setelah dia tak lagi punya jabatan, akankah semua pengikut-pengikutnya masih setia padanya? Hari ini engkau bisa tertawa, tapi besok engkau bisa dirundung duka, karena kesenanganmu fana.

Hari ini engkau tidak memiliki harta, tapi besok engkau bisa jadi sangat berkelimpahan, karena kesusahan pun fana. Semua sementara, matahari, bulan, bumi yang kau pijak, harta yang kau tumpuk-tumpuk, jabatanmu, semua fana. Keabadian hanya milik Allah semata. Maka cintamu yang begitu besar kepada kefanaan adalah cinta buta. Dalam kebutaan engkau bisa tidak sadar ruang, engkau menabrak, membentur, terantuk, bahkan terjungkal”

“Kesalahan besar manusia adalah terlalu mencintai materi. Hidupnya di dedikasikan hanya melulu untuk duniawi. Mereka penghamba dunia, budak materi. Tuhan menjadi sekunder. Yang primer dan yang harus diutamakan haruslah penguasaan atas materi sebanyak-banyaknya. Itu kesesatan yang nyata. Padahal dunia ini fana”

“Lalu apa maksud mengabadikan yang fana, Gus?” tanyaku

“Itu dia, Dik. Dunia ini fana. Tubuhmu fana, nanti saatnya akan membusuk dan hancur diurai cacing dan tanah. Hartamu fana, setiap saat bisa lenyap tanpa sisa, dan hartamu yang menggunung itu tidak bisa juga kau bawa mati. Nanti saatnya semua harus kau tinggalkan. Engkau datang, terlahir tanpa membawa apa-apa, begitu juga nanti ketika kau berpulang, tidak membawa harta. Yang fana-fana itu harus kita abadikan. Caranya sederhana, gunakan yang kau punya karena dan untuk Allah semata.

Engkau punya baju, suatu ketika bajumu akan rusak. Maka abadikan bajumu, dengan mengenakannya untuk melakukan perbuatan baik. Engkau punya sedikit harta, abadikan hartamu itu dengan berbagi dan membantu yang lemah. Engkau punya makanan, abadikan makananmu dengan memberi makan mereka yang kelaparan. Hanya dengan begitu yang fana bisa mengabadi. Itu yang kusebut dengan sebenar-benarnya taqwa.

Dan ketika kau melakukan ketaqwaan maka Allah akan memberikan solusi-solusi tas setiap persoalanmu, tak hanya itu, Allah juga akan memberimu rizki dari arah yang tidak kau sangka-sangka, dengan cara-cara yang tidak pernah kau pikirkan sebelumnya”.

“Sementara ini aku coba untuk menelan saja Gus, akan saya cerna nanti pelan-pelan. Lalu bagaimana dengan tawakal, Gus?” tanyaku.

“Tawakal itu berserah, menyandarkan segala sesuatu hanya kepada Allah Ta’ala. Engkau tidak boleh berharap selain hanya kepada Allah Yang Maha Menepati Janji, engkau tidak boleh meminta selain hanya kepada Allah Yang Maha Kaya. Engkau tidak boleh bersandar selain hanya kepada Allah Yang Maha Perkasa.

Namun Allah bisa saja mengirimkan orang lain untuk memenuhi harapanmu, bisa saja Allah memberimu rizki melalui orang yang mempekerjakanmu, bisa saja Allah menguatkanmu dengan memberimu sahabat-sahabat yang baik dan saling membaikkan”

“Beberapa orang beranggapan bahwa keberhasilannya murni datang dari upayanya sendiri. Lalu Allah kemana? Seolah-olah Allah tidak ada campurtangan sedikitpun atas keberhasilannya. Itu kesombongan yang nyata. Padahal engkau merasa ‘ada’ saja tidak layak bagimu.

Engkau tak ada, Aku tak ada, Dia, Mereka, semua tak ada. Yang ada Hanya Allah Azza Wajalla. Maka kata Sayyidina Ali RA, “Setiap melihat sesuatu yang ku saksikan adalah Allah”. Allah mewujud pada apa saja. Kita ini hidup di dalam Allah”

“Gus, ndasku wis ngelu (kepalaku pusing), cukup Gus, aku sudah tidak kuat” kataku.

Tanpa ba-bi-bu Gus Sariman menendangku, aku terlempar, terpelanting ke udara melayang-layang dan jatuh di atas loteng rumahku.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

pembelajar yang tak kunjung pintar

CLOSE