Musik Indie, Emosi, dan Idealitas Tanpa Batas

Musik indie saat ini tengah digandrungi oleh berbagai kalangan di masyarakat Indonesia. Muncul nya band – band maupun penyanyi yang memilih mempopulerkan musiknya lewat jalur indie membuat kehidupan musik indie bergejolak. Pasar pun pada akhirnya merespon dengan menggelar berbagai konser dan acara bagi para musisi indie tersebut, sebut saja synchronize fest, sounds project, urban gigs, dan masih banyak lainnya.

Advertisement

Akhir tahun 2016 lalu, tepatnya pada tanggal 23 Desember 2016 mungkin menjadi hari yang tidak terlupakan bagi seluruh pecinta musik indie di Indonesia. Betapa tidak, kabar pensiun dini dari Banda Neira sontak membuat orang bertanya – tanya mengapa mereka harus bubar begitu cepat, di saat orang – orang justru sedang menikmati musik mereka. Duo Ananda Badudu dan Rara Sekar pun melalui akun Banda Neira dan akunnya masing – masing mengucapkan salam perpisahan kepada para fans setia.

Sedih. Satu kata itu yang mungkin dapat menggambarkan perasaan kita saat ini. Mungkin ada juga yang merespon nya dengan menangis seperti keinginan seorang Ananda Badudu saat mengkonsep musik Banda Neira yang ingin membuat orang menangis. Namun, respon yang didapat duo personil Banda Neira mungkin dapat memberikan kesegaran bagi jiwa terdalam mereka. Tagar #terimakasihbandaneira bertebaran di sosial media. Sebuah respon yang menurut pengakuan keduanya di luar dugaan. Dan melalui akun tumblr nya, Ananda Badudu pun membeberkan segala alasan terkait bubarnya Banda Neira, yang juga terkait dengan masalah kepercayaan dirinya, idealisme bermusik, hinga pada akhirnya Ananda Badudu pun membalasnya dengan tagar #kitasamasamasukaberterimakasih. Anda dapat melihatnya di tautan dibandaneira.tumblr.com. Sebagaimana yang mereka bilang “Yang patah, tumbuh. Yang hilang, berganti,” kali ini Banda Neira tak tergantikan.

Bagaimanapun, duo Banda Neira dengan segala idealisme bermusik mereka telah mentransfer energi dan juga emosi kepada para fans nya, atau bisa dikatakan kepada seluruh penikmat musik indie, sehingga bubarnya mereka menciptakan suatu kesedihan yang tidak disangka – sangka. Musik indie pada akhirnya memang menjadi pasar bagi para pemusik yang tidak hanya menjual lagu semata, lebih dari itu menularkan ide, gagasan, cita – cita, dan idealisme.

Advertisement

Saya masih teringat pertama kali mendengarkan musik indie sekitar tahun 2006 atau 2007, pada medio tahun itu band Efek Rumah Kaca hadir membawakan single Cinta Melulu. Sebuah lagu yang berisi keresahan terhadap pasar musik Indonesia yang isinya lagu cinta – cintaan dengan irama melayu dangdut. Efek Rumah Kaca pada akhirnya bisa kita kenal sampai sekarang merupakan sebuah pionir atau bahkan bisa disebut menjadi legenda bagi musik indie. Musik – musik tentang perlawanan, nasionalisme, tentang jatuh cinta yang harusnya biasa saja, kematian, kehidupan, ketuhanan, pasar industri, kritikan hidup, sampai penyakit menjadi media bagi Efek Rumah Kaca dalam menyebarkan ideologi bermusik mereka.

Jika berbicara tentang Efek Rumah Kaca mungkin akan selalu teringat tentang lagu Sebelah Mata. Lagu yang ditulis oleh Adrian kala ia dihadapkan pada kebutaan yang datang perlahan. Pada lirik lagu itu tersirat kegetiran. Tapi pada saat yang sama juga ada keikhlasan. Lirik lagu itu seolah mengajak pendengar ERK melihat apa yang ia lihat, juga melihat apa yang tak bisa ia lihat:

Advertisement

“…Sebelah mataku yang mampu melihat

Bercak adalah sebuah warna warna mempesona

Membaur suara dibawanya kegetiran

Begitu asing terdengar

Sebelah mataku yang mempelajari

Gelombang kan mengisi seluruh ruang tubuhku

Terbentuk dari sel akut

Dan diabetes adalah sebuah proses yang alami

Tapi sebelah mataku yang lain menyadari

Gelap adalah teman setia

Dari waktu waktu yang hilang…”

Sebuah lagu yang sekarang sealu menjadi lagu pamungkas dari setiap konser Efek Rumah Kaca yang dengan ajaibnya, mampu menghipnotis penonton untuk koor bersama menyanyikan lagu ini. Segala emosi, kegelisahan,keresahan, ketabahan, dan keikhlasan dari lagu ini seolah tersampaikan energi nya kepada penonton.

Efek Rumah kaca pulalah yang pada akhirnya menerbitkan album ketiga mereka yang saya pikir adalah sebuah album paling brilian yang pernah mereka ciptakan berjudul Sinestesia pada akhir desember tahun 2015. Efek Rumah Kaca rasa Pandai Besi kalau boleh saya bilang. Terdiri dari enam lagu yang masing – masing lagunya berduarasi panjang dan mewakili warna – warna. Ada Merah yang menceritakan kondisi politik di Indonesia. Biru tentang pasar yang bisa diciptakan, idealisme dalam menciptakan sebuah karya. Jingga tentang kemanusiaan, HAM, dan para korban Mei ’98. Hijau yang jika anda pahami liriknya merupakan kondisi terkini di Indonesia terkait isu – isu seputar SARA yang menggelitik, tentang gagasan dan pengetahuan omong kosong yang tanpa dasar. Putih yang menceritakan tentang kematian dan kelahiran. Dan terakhir ada Kuning tentang keberagamaan dan keberagaman.

Hingga pada awal Januari 2016 lalu akhirnya Efek Rumah Kaca menggelar Konser Sinestesia. Sebuah konser yang sangat – sangat luar biasa dan inovatif. Saya sendiri tidak dapat menonton nya secara langsung dan hanya menyaksikan konsernya lewat youtube beberapa bulan setelahnya, namun, aura yang dirasakan tetap sama ketika setiap kali saya menonton Efek Rumah Kaca manggung, merinding.

2016 lalu juga menjadi tahunnya Barasuara. Grup musik yang selalu membuat suasana panggung menjadi atraktif dan enerjik. Barasuara pun menunjukkan idealisme nya dalam bermusik yang selalu emnggunakan lirik – lirik berbahasa Indonesia. Musik – musik Barasuara seolah menjadi pembeda dengan liriknya yang sangat puitis. Lagu – lagu seperti Bahas Bahasa, Mengunci Ingatan, Sendu Melagu, Hagia, Api Lentera, dll selalu membuat penonton yang hadir berjingkrak sambil koor bersama. Musik Barasuara adalah musik yang semangat, musik tentang karma, keberagaman agama, melepaskan luka, dsb.

Bisa anda lihat sendiri bagaimana para musisi – musisi yang memilih jalur indie ini tidak hanya sekedar bermain musik, namun juga menularkan ide dan cita – cita mereka. Menularkan gagasan dan pemikiran. Masih banyak contoh musisi indie lainnya

Danilla Riyadi, solois wanita yang beraliran jazz ini pun mengangkat isu soal wanita dalam lagunya Junko Furuta. Lagu ini mempersoalkan tentang maraknya kasus pemerkosaan dan kurangnya kesadaran atas hak perempuan. Lagu ini menjadi ekspresi Danilla dalam mengutarakan keresahan nya mengenai para korban pemerkosaan yang harus menanggung beban pahit.

Morfem dalam lagunya Rayakan Pemenang menceritakan seseorang yang jalan dan pemikirannya tidak pernah bisa diterima oleh lingkungan sekitarnya. Mungkin bisa dikatakan inilah sosok indie yang sebenarnya. Hingga pada akhirnya di masa depan secara tidak disangka – sangka, seseorang itu mampu meraih mimpinya melalui akal pikirannya.

Musik – musik Payung Teduh yang mampu membuat kita ‘tarararara’ di setiap konsernya, Endah n Rhesa yang mampu menyebarkan cinta tanpa harus terlihat menye – menye, Sore dengan liriknya yang filosofis nan puitis ditambah dengan alunan musik folk melayu, Kelompok Penerbang Roket yang membakar panggung dengan lagu – lagu cadas nan memberontaknya. White Shoes and The Couples Company dengan gaya jadulnya, Elephant Kind dengan nuansa modern pada lagu – lagunya.

Khusus untuk anda para penggemar musik indie, saya pikir anda memang harus mendengarkan Elephant Kind (jika belum) karena mereka menawarkan sesuatu yang berbeda dalam lagu – lagunya. Seperti albumnya yang diberi nama City J dengan tagline “this album is gold” well, I can say that this band is gold too. Masih teringat juga tentunya bagi anda yang menghadiri Rolling Stone Cafe beberapa waktu lalu di tahun 2016, di mana mereka berkolaborasi dengan The Adams membawakan lagu lawas The Adams berjudul Konservatif. Dan anda bisa merasakannya sendiri dari awal sampai akhir lagu para penonton ber-sing a song ria.

Akhir kata, bagi anda yang belum pernah mendengarkan karya – karya dari para musisi indie, dengarkanlah segera dan nikmatilah, karena anda tidak hanya mendengarkan musik, tapi juga menikmati ide, gagasan, keresahan, kemarahan, dan cita – cita yang tertuang dalam bentuk musik.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

CLOSE