Pancasila dan Satu Pekan Teror di Indonesia

Terorisme merupakan suatu tindak pidana dan kejahatan luar biasa

Sebelum adanya kejadian WTC pada tahun 2001, istilah terorisme tidak begitu populer disebutkan di dunia. Di Indonesia pasca tragedi bom Bali pada tanggal 12 Oktober 2002, Indonesia mulai mengintensifkan penanganan terorisme. Hal ini ditandai dengan dibentuknnya pasukan Densus 88 Anti teror oleh Mabes POLRI yang tugas utamanya adalah mengantisipasi, menggagalkan serta menangani aksi terorisme yang ada di Indonesia.

Advertisement

Terorisme adalah kejahatan terhadap peradaban manusia (crimes againts civilation) dan menjadi musuh semua umat manusia. Terorisme merupakan suatu tindak pidana dan kejahatan luar biasa (Extraordinary crime) yang menimbulkan bahaya terhadap keamanan, menimbulkan rasa takut terhadap setiap orang, menggangu kesejahteraan masyarakat serta menghancurkan tatanan perdamaian dunia. Ancaman tersebut bisa terjadi kapan saja dan di mana saja, serta mengancam keselamatan jiwa setiap orang.

Perkembangan jaman di era globalisasi dan informasi tanpa batas telah membuka pemahaman dan realitas bahwa tindak pidana terorisme merupakan kejahatan lintas negara (Transnasional crime) karena terorganisasi dan memiliki jaringan yang luas, sehingga mengancam perdamaian dunia serta keamanan internasional khususnya keamanan nasional.

Kemajuan teknologi yang tersedia secara luas dan hampir merata di seluruh belahan dunia menjadikan pula jalan masuk bagi penyebaran tindakan teror yang aktual karena sarana ini memudahkan terorisme menjadi isu internasional, tidak saja cepat namun berimbas pada calon korban secara psikologis secara instan. Teknologi pula menguntukan pihak teroris karena sasaran dampak serangan ini akan menjadi viral dan cepat terdengar oleh masyarakat di dunia.

Advertisement

Pesan yang disampaikan akan menjadi jelas dan tersampaikan melalu media-media sosial yang disediakan oleh internet. Maka menjadi suatu kewajiban bagi pemerintah untuk menjaga dan mempertahankan kedaulatan negara, memelihara keutuhan bangsa serta integritas nasional dan melindungi keamanan warga negara dari segala bentuk ancaman terorisme. Saat ini terorisme sedang menjadi perhatian dunia terutama di Indonesia.

Akhir-akhir ini, modus aksi terorisme sangat beragam, mulai dari bom bunuh diri, bom buku, bom panci, bahkan dengan modus penculikan yang disertai dengan pencucian otak korbannya (brain washing). Dewasa ini Indonesia dikejutkan dengan modus aksi terorisme baru yaitu bom bunuh diri yang melibatkan satu keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan anak-anaknya.

Advertisement

Selama satu pekan, tujuh hari berturut-turut, rentetan teror kembali menyerang Indonesia. Berawal dari kerusuhan narapidana di Rutan Mako Brimob pada hari Selasa, 8 Mei 2018 yang dipicu soal antaran makanan mengakibatkan narapidana teroris melakukan perlawanan. Pada hari Rabu, 9 Mei 2018 napi mengambil alih rutan dan berhasil mengambil senjata dari petugas.

Selama dua hari drama mencekam yang melibatkan 155 narapidana teroris dan polisi berlangsung, hal ini mengakibatkan 1 napi tewas dan 5 anggota kepolisian gugur dalam tugas serta 1 polisi menjadi tawanan mereka. Setelah terjadi negoisasi pagi hari pada Kamis, 10 Mei 2018 perlawanan napi telah berakhir, mereka membebaskan tawanan dan menyerahkan diri pada polisi.

Keesokan harinya Jum’at, 11 Mei 2018 seorang anggota polisi tewas tertusuk oleh teroris yang ditangkapnya, melihat kejadian itu rekan polisi yang melihat langsung menembak mati tersangka ditempat. Sabtu, 12 Mei 2018 dua wanita ditangkap karena diduga akan melakukan penyerangan pada anggota Brimob, hal ini didukung oleh barang bukti berupa gunting yang dibawa oleh dua wanita tersebut. Pada hari Minggu, 13 Mei 2018 tiga bom meledak di tiga gereja yang berada di Surabaya secara bersamaan yaitu di Gereja Katolik Santa Maria Tak Bercela, Gereja Pantekosta Jalan Arjuna, dan GKI di Jalan Diponegoro.

Pelaku dari tindakan terorisme ini adalah satu keluarga yang beranggotakan ayah, ibu dan keempat anaknya. Hal ini menjadi sejarah pertama pada bom bunuh diri yang ada di Indonesia dengan pelaku satu keluarga. Telah diselidiki bahwa kepala anggota keluarga pengebom ini adalah pemimpin Jamaah Ansharut Daulah di Surabaya yang bernama Dita.

Indonesia merupakan negara hukum yang berlandaskan dengan nilai-nilai Pancasila. Tindakan terorisme sangat bertolak belakang dengan nilai-nilai Pancasila tersebut. Keberadaan Pancasila sebagai landasan ideologi negara Indonesia seharusnya dapat menjadi filter dari berbagai pengaruh serta ancaman dari luar.

Namun melihat fakta yang ada, banyak warga negara yang “rusak” dan melenceng dari nilai-nilai Pancasila yang kita jadikan sebagai landasan ini. Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila sangat cocok dan merupakan cermin dari bangsa Indonesia. Kita tidak dapat menarik kesimpulan bahwa sumber pokok kejadian tersebut terletak pada kesalahan Pancasila sebagai dasar negara. Lantas mengapa dasar negara kita sudah cocok namun masih saja banyak warga negara yang “rusak”? Hal ini disebabkan karena rakyat Indonesia sudah mengerti dan memahami nilai Pancasila, tetapi tidak menerapkannya dengan baik di dalam kehidupan sehari-hari.

Sebagai contoh pada sila yang ketiga yaitu Persatuan Indonesia, dapat dilihat ketika negara kita sebelum mendapat ancaman, Indonesia terbagi oleh berbagai kubu yang berbeda-beda. Kemudian setelah terjadinya teror kita baru memakai tagar “Bersatu dalam melawan teroris”. Mengapa nilai pancasila tidak diterapkan dengan baik dan dijadikan sebagai tindakan preventif? Hal ini perlu di intropeksi lagi oleh warga negara Indonesia sendiri.

Daftar Pustaka:

Sumber: http://www.bbc.com/indonesia/trensosial-44110808 http://daffodilousme.blogspot.co.id/2010/08/terorisme-dan-hubungannya-dengan.html

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

CLOSE