Pendidikan Indonesia: Sistem Tak Henti Dikaji, Kualitas Tak Kunjung Teruji

Pendidikan merupakan salah satu aspek fundamental kehidupan manusia. Sebagai suatu aspek fundamental maka mendapatkan pendidikan yang layak adalah salah satu bentuk perwujudan hak asasi manusia. Di Indonesia, visi dasar pendidikan nasional Indonesia tertuang dalam UU No. 20 tahun 2003 pasal 3 yang menyatakan bahwa "Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi siswa agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab."

Advertisement

Sistem pendidikan di Indonesia sendiri masih diperlukan tinjauan ulang. Khususnya peninjauan ulang dari kebijakan penetapan suatu kurikulum dan sistem evaluasi siswa. Beralih ke kurikulum, Kurikulum 2013 (K-13) sering disebut dengan "kurikulum berbasis karakter". Kurikulum ini merupakan kurikulum baru yang dikeluarkan oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Kurikulum 2013 merupakan sebuah kurikulum yang mengutamakan pada pemahaman, skill, dan pendidikan berkarakter, di mana siswa dituntut untuk paham atas materi, aktif dalam proses berdiskusi dan presentasi serta memiliki sopan santun dan sikap disiplin yang tinggi. Kurikulum ini secara resmi menggantikan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang sudah diterapkan sejak 2006 lalu.

Dalam awal pelaksanaan Kurikulum 2013, kendala dan tanggapan keluhan dari para guru menjadi bahan pembicaraan dan sorotan. Salah satu pembeda Kurikulum 2013 dengan kurikulum sebelumnya ialah scientific approach. Namun, masih banyak guru yang merasa kesulitan menerapkan pendekatan tersebut dalam kegiatan belajar mengajar. Pengimplementasian kurikulum masih belum dapat dipahami dengan baik oleh para guru.

Pendapat tersebut disampaikan oleh Staf Khusus Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan, Agnes Tuti Rumiati, dalam Dialog dan Konsultasi Nasional terkait Kurikulum 2013 di Gedung PGRI, Jakarta Pusat, Kamis (16/10/2014), dikutip dari okezone . Dia menyebut, terdapat banyak hal yang belum dipahami tenaga guru terkait kurikulum 2013.

Advertisement

"Yang kurang dipahami adalah proses penilaian yang dianggap rumit. Banyak yang belum paham dalam memberikan penilaian dalam implementasi kurikulum 2013," ungkap Tuti. Kendala selanjutnya, ungkap Tuti, adalah membuat siswa aktif. Sebab, dalam kurikulum 2013, guru harus pintar menjadi fasilitator agar siswa bertanya. Sayang, belum semua guru mampu melaksanakannya.

Lalu oleh Mendibud periode lalu, Anies Baswedan, dikutip dari okezone , memberlakukan penerapan kurikulum 2013 terbatas pada sekolah yang telah memakainya selama tiga semester. Sedangkan sekolah yang baru menerapkan kurikulum 2013 selama satu semester dihimbau kembali memakai KTSP. Ketergesa-gesaan penerapan menyebabkan ketidaksiapan penulisan, pencetakan dan peredaran buku sehingga menyebabkan berbagai permasalahan di ribuan sekolah akibat keterlambatan atau ketiadaan buku.

Advertisement

Mendikbud periode saat ini, Muhadjir Effendy, dikutip dari republika , menyebut Kurikukum 2013 tidak terlalu sinkron dengan konsep Nawa Cita yang menjadi rujukan pemerintahan Jokowi-JK. "Kalau dibolehkan, saya ingin rombak Kurikulum 2013 supaya sesuai dengan platform Nawa Cita milik Presiden. Tapi pasti akan jadi ribut," kata Muhadjir, di Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan Provinsi Bengkulu, Selasa (6/9/2014). Muhadjir menyadari, kebijakan utama di jalur pendidikan tak boleh berganti hanya karena menterinya ganti. Karenanya, daripada mengambil keputusan untuk merombak Kurikulum 2013, ia lebih memilih untuk menyempurnakannya.

Sampai saat ini pun, Kurikulum 2013 diyakini masih kurang melibatkan komponen utama pendidikan, yaitu guru. Masih banyak sekolah yang membiarkan kelas dalam keadaan tidak ada kegiatan belajar mengajar atau jam kosong. Hal ini dikarenakan guru tak kunjung masuk ke dalam ruang kelas tanpa alasan yang jelas. Terutama saat jam pelajaran terakhir menjelang jam pulang sekolah. Pada akhirnya, hingga jam pulang sekolah tiba, guru juga belum memasuki ruangan sehingga siswa pulang dan tidak diakhiri dengan penutupan oleh guru yang mengajar di jam pelajaran terakhir. Peristiwa ini masih sering terjadi, tak luput oleh sekolah yang dianggap favorit sekalipun.

Pemerintah Indonesia, khususnya kemendikbud saat ini masih terus disibukkan oleh inovasi pengimplementasian kurikulum namun tidak meninjau ulang dari segi komponennya, yaitu guru.

Sama halnya dengan tindakan untuk membuat sistem evaluasi pendidikan di Indonesia lebih optimal. Baru-baru ini, sistem penilaian SBMPTN (Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri) masih hangat dibicarakan sampai saat ini yaitu panitia SBMPTN resmi menghapus aturan skor 4 untuk jawaban benar dan skor -1 untuk jawaban yang salah. Aturan itu resmi diberlakukan pada tahun ini. Metode penilaian SBMPTN 2018 tidak hanya memperhitungkan jumlah soal yang dijawab dengan benar dan salah oleh peserta, tetapi juga memperhitungkan karakteristik setiap soal, khususnya tingkat kesulitan dan sensitivitasnya dalam membedakan kemampuan peserta.

Namun dengan dihapusnya sistem penilaian sebelumnya, banyak siswa yang merasa diresahkan. Beberapa di antaranya mengungkapkan SBMPTN akan menjadi ajang "keberuntungan". Sama seperti halnya dengan SNMPTN (Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri) yang diakui sampai saat ini tidak lepas dari kata "keberuntungan", walaupun pada dasarnya penilaian SNMPTN juga mempertimbangkan kualitas dari siswa berdasarkan nilai rapor dan sejumlah prestasi yang telah diraih.

"Dampak positifnya, kita jadi nggak perlu takut untuk menjawab soal-soal yang ragu untuk dijawab, dan peluang jawaban yang benar lebih banyak walaupun untung-untungan memilih jawaban. Dampak negatifnya adalah, kita jadi teledor dalam mengerjakan soal, menyepelekan karena tidak adanya sistem minus. Juga faktor 'hoki' yang berlaku untuk sistem SBMPTN kali ini, orang yang bejo bisa mengalahkan orang yang pintar," ungkap Lolita Aurensia Franelsa, Siswa SMAN 1 Purwosari, Pasuruan, dikutip dari pojokmedia .

Indonesai tak lepas dari isu pendidikan yang masih perlu dikaji dan ditinjau ulang. Indonesia sama seperti banyak negara berkembang lainnya sudah berhasil memberikan kesempatan bagi warganya untuk mendapatkan pendidikan namun walau anggaran semakin besar, mutu pendidikan anak-anak Indonesia tetap rendah dibandingkan negara-negara lain.

Dalam acara Lowy Institute di NGV, Professor Andrew Rosser dari Universitas Melbourne hari Senin (20/11/2017), memaparkan beberapa pendapat, dikutip dari detiknews . Dalam paparannya, Professor Andrew Rosser yang banyak melakukan penelitian mengenai pembangunan di Indonesia mengatakan bahwa dunia pendidikan di Indonesia banyak digunakan untuk kepentingan lain, sehingga hal yang utama seperti peningkatan kemampuan murid di bidang keterampilan dasar seperti membaca, menulis dan matematika tidak mendapat banyak perhatian.

Hingga detik ini, Indonesia masih saja mengkaji sistem pendidikan, namun kualitas pendidikan itu sendiri tetap masih di bawah harapan yang diinginkan. Anggaran saja tidak cukup jika tindakan yang dilakukan tidak sebagaimana mestinya.

Sumber:

Tim Dosen Pancasila Pusat MPK Universitas Brawijaya. 2017. Pancasila dalam Diskursus: Sejarah, Jalan Tengah, dan Filosofi Bangsa. Yogyakarta: Ifada Publishing.

Abu-Duhou, I. 2002. School-based management. Jakarta: Logos.

Mulyasa, E. 2005. Manajemen Berbasis Sekolah. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

CLOSE