Peran Pemuda Sekarang dalam Akselerasi Pembangunan Desa

Pemuda adalah aset berharga dan masa depan bangsa. Pemuda adalah ujung tombak perubahan. Begitulah kira-kira yang diucapkan kebanyakan orang tentang eksistensi pemuda. Terbukti dengan catatan sejarah bangasa indonesia dalam merebut kemerdekaan kala itu. 28 oktober 1928 setidaknya menjadi tonggak awal pergerakan dari pada pemuda, ketika melihat kondisi objektif sangat kontradiktif dengan nilai kemanusiaan.

Tidak keliru, jika Bung Karno semasa hidup dan karyanya sangat mengelu-elukan kaum muda. Dalam pidatonya presiden RI pertama itu pernah mengatakan,

"Beri aku sepuluh pemuda maka akan kuguncangkan dunia."

Dengan 10 pemuda, Bung Karno merasa dapat mengguncang dunia. Artinya, pemuda memang memiliki power yang cukup mampuni untuk melakukan tindakan yang berarti demi kemaslahatan negeri ini. Luar biasa bukan? Bagaimanakah dengan pemuda sekarang?

Dewasa ini, tak jarang kita jumpai berbagai macam problematika sosial, yang diantaranya adalah pemuda sebagai pemeran utama. Pergaulan bebas, pelecehan seksual, kasus perampokan, kasus narkoba, tawuran, dan lain-lain, seakan menumbuhkan persepsi miring tentang jati diri dan citra pemuda zaman now.

Pemuda acap kali dianggap sebagai penghambat derap langka pembangunan, dan perusak tatanan kehidupan masyarakat. Stigma-stigma miring yang menyasar dari berbagai kalangan menjadi menu yang tidak sedap, tentunya. Hanya karena akibat dari ula segelintir oknum pemuda.

Bukan bermaksud untuk mengkomparasikan pemuda antara zaman dulu dan sekarang, namun paling tidak, semangat perjuangan pemuda zaman dulu dapat dijadikan batu loncatan oleh pemuda sekarang. Banyak sekali kegiatan-kegiatan positif yang dapat dilakukan, untuk mengehindar dari hal-hal negatif yang dapat merusak marwa pemuda. Setidaknya dengan kegiatan-kegiatan postif, pemuda turut ambil bagian, serta terlibat dalam misi pembangunan negeri.

Terkait dengan keterlibatan dalam pembangunan, pemuda tidak harus berada di pusat ibu kota. Semangat membangun negeri dari pinggiran seiring dengan lahirnya UU No 6 Tahun 2014 tentang desa, telah membuka ruang yang luas bagi masyarakat, khususnya pemuda yang berada di desa untuk ikut terlibat aktif dalam berbagai aktivitas pembangunan desa. Baik pada tahap perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, maupun pada tahap evaluasi. Sebab, sudah gamblang, pemuda dari sisi historis tercatat menjadi salah satu motor penggerak berubahan negeri ini. Maka membangun desa adalah membangun negeri.

Pada titik ini, otonomi yang diberikan kepada setiap desa untuk mengatur kehidupan desanya yang termaktub dalam undang-undang desa, selain berdampak positif, tak jarang melahirkan faktor penghambat pembangunan desa. Salah satunya seperti yang dilansir Kompas.com, bahwa setidaknya ada 214 kasus berkaitan dengan penyelewengan dana desa yang ditangani Polri tahun 2012-2017.

"Dari data kepolisian tahun 2012 sampai 2017 ada sejumlah dugaan penyalahgunaan dana desa, 214 kasus, dengan kerugian Rp 46 miliar," ujar Tito di kompleks Mabes Polri, Jakarta, Jumat (20/10/2017).

Dengan demikian, selain pemerintah pusat dan pemerintah daerah, aparat keamanan (Polri, Polres, Polsek, dan Babinkamtibmas), Badan Permusyawaratan Desa (BPD), peran pengawasan masyarakat, khususnya pemuda sangat dibutuhkan. Sebab, dari aspek jangkauan, masyarakat, dan atau pemuda lebih dekat, serta lebih mengetahui sepak terjang dan dinamika yang ada di desanya. Pemuda juga diyakini sebagai individu yang memiliki daya kritis, idealisme yang tinggi, serta jauh dari kepentingan individu.

Selain itu, kegiatan-kegiatan positif dan produktif, yang berorentasi pada peningkatan kreatifitas dan pemberdayaan pemuda juga mesti didorong secara masif. Baik oleh pemerintah desa, maupun oleh pemuda sendiri. Seperti, mebentuk kelompok tani muda, dan unit-unit usaha lain, menggenjot potensi pemuda dalam bidang olaraga, dan masih banyak kegiatan positif lainnya.

Dari kesemuanya ini, bukanlah sebuah hal yang muda untuk kemudian diejawantahkan dalam kehidupan berdesa. Tentu terdapat banyak sekali kendala. Berbagai benturan ide dan mis komunikasi tak dapat dipungkiri karena perbedaan ide dari masing-masing individu. Baik pemdes dengan pemuda, Orang tua dengan pemuda, maupun di dalam kalangan pemuda sendiri.

Demi adanya integrasi dan sinergisitas yang baik, tingkat sensitifitas pemdes, serta proaktif dari pemuda sangat dibutuhkan dalam upaya perumusan program yang bersentuhan dengan pemuda. Deruh nafas perjuangan pemuda hendaknya memandang perlu budaya dan adat istiadat desanya, agar tidak mencederai tatanan kehidupan masyrakat.

Melakukan temu pendapat, atau dialog secara persuasif dengan sesepu desa dan elemen-elemen yang lain. Sehingga pada akhirnya, tujuan dan niat baik dari pemuda akan tersusun secara sistematis dalam satu bentuk platform yang jelas dan dapat dilaksanakan secara baik.

Organisasi karang taruna juga menjadi salah satu alternatif solutif bagi pemuda dalam konsolidasi, serta penyatuan ide dan gagasan. Di dalam karang taruna, pemuda dapat belajar mengembangkan potensi dan kreatifitas. Pemuda dapat saling berkolaborasi, dalam pemecahan masalah yang di hadapi desa. Pemuda dapat berjuang secara kolektif kolegial.

Pemuda dapat saling belajar untuk tetap kritis dan peka terhadap situasi sosial, khususnya di desa, yang tidak lain adalah sebagai mitra kritis pemerintahan desa dalam bingkai akselerasi pembangunan.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini