Perjalanan Seorang Pemuda Bidik Misi

Nama lengkap Elga Aris Prastyo, lahir di Kota Blitar pada tanggal 22 Mei 1993 putra dari pasangan Bapak Siswono Hadi Purwanto dan Ibu Sulianah. Penulis merupakan putra sulung dari 2 bersaudara.

Advertisement

Latar belakang pendidikan formal ditempuh di SDN Tanggung II Kota Blitar yang lulus pada tahun 2005. Kemudian di SMP Negeri 4 Blitar yang lulus pada tahun 2008. Setelah itu penulis menempuh pendidikan menengah di SMK Negeri 1 Blitar pada program keahlian Teknik Audio Video yang lulus pada tahun 2011.

Pada tahun 2011 itu pula penulis mendapat kesempatan untuk melanjutkan ke jenjang pekuliahan melalui program beasiswa Bidik Misi di Program Studi S1 Pendidikan Teknik Elektro, Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Malang.

***

Advertisement

Tidak ada yang istimewa dari masa kecilku, semua berjalan baik-baik saja dan waktu itu masih lumayan berkecukupan. Hal ini dikarenakan ayahku masih mempunyai pekerjaan tetap, yaitu sebagai buruh pabrik tekstil di Kota Batu. Meskipun keluarga kecil kami masih belum punya rumah sendiri dan sering berpindah-pindah rumah kontrakan.

Semua berubah ketika aku menginjak kelas 2 SD dan di waktu yang sama pula Ibu sedang mengandung adikku satu-satunya, yang usia kandungannya sudah menginjak 6 bulan. Entah mengapa orang tua memutuskan untuk pulang kampung ke Kota Blitar dan tinggal di rumah warisan Kakek.

Advertisement

Selang beberapa bulan kemudian adik ku lahir. Seperti yang aku inginkan selama ini, Allah memberikan anugerah yaitu adik perempuan, karena aku memang menginginkan adik perempuan. Waktu itu ayah masih tetap dengan pekerjaannya sebagai buruh pabrik.

Sampai sekarang aku tidak tahu alasannya, dan aku pun tidak menanyakan hal kepindahan ke kampung halaman tersebut. Jadi, aku yang baru naik ke kelas 2 SD harus rela pindah sekolah di kampung halaman. Mungkin ini sulit, karena adaptasi yang memerlukan waktu yang lama. Terlebih aku pindahan dari luar kota. Aku harus sering rela jalan kaki dari rumah ke sekolah dan begitu pula sebaliknya.

Jarak sekolah dengan rumah sekitar 3 Km. Hanya sesekali ada teman yang mau mengajak aku bareng naik sepeda dengan mereka. Karena gaji ayah ku hanya pas-pas an untuk kehidupan sehari-hari, tidak mungkin untuk aku minta dibelikan sepeda. Pada saat itu aku tidak tega minta-minta pada mereka.

Entah mengapa mulai dari kecil aku selalu bisa tahu keadaan perekonomian orang tua ku. Padahal mereka tidak pernah bercerita kepadaku. Sepertinya otak ku sudah terprogram lebih dewasa dari umurku. Bayangkan pemikiran anak SD itu seperti apa. Aku mensyukuri hal ini. Masih untung bisa sekolah.

***

Tepatnya pada saat aku kelas menginjak kelas 4 SD, ayahku di PHK dari pekerjaannya. Alasan PHK dikarenakan pabrik tempat ayah bekerja "bangkrut". Uang PHK pun hanya dicicil Rp.300.000,- Per bulannya. Berawal dari sini keadaan ekonomi keluarga-ku terombang-ambing.

Sampai beberapa bulan kami hanya bisa makan seadanya. Ayahku mulai mencari kerja kesana kemari, akhirnya ayah bekerja sebagai buruh tani untuk menghidupi kami sekeluarga. Uang yang dihasilkan pun tidak menentu paling-paling cuma Rp.25.000,- per hari. Pekerjaan sebagai buruh tani itupun hanya musiman, hanya saat musim tanam dan musim panen. Selebihnya hanya bisa mengganjal perut dengan apapun yang bisa di makan.

Pernah suatu hari, kami benar-benar sudah tidak punya uang lagi. Hanya beberapa rupiah saja. Hari sudah siang, waktu itu aku pulang sekolah. Ayah pun baru pulang dari mencari rumput untuk ternak kambing milik tetangga. Dirumah tidak ada apa-apa, ternyata hari itu ibu tidak memasak karena tidak ada uang. Ayah juga belum terima upah-nya.

Akhirnya ibu membeli sebungkus mie instan dengan sisa uang yang ada untuk dimasak. Dan yang membuat dada-ku terasa sesak adalah sebungkus mie instan itu untuk kami berempat. Aku hanya diam saja saat ibuku menyiapkan makan untukku. Ternyata dari pagi ibu dan adik-ku juga belum makan.

"Le, Ayo ndang maem, kae wes ibuk gawek ne mie (Le, ayo segera makan, itu sudah ibu buatkan mie)", Ujar Ibu ku dalam bahasa jawa.

"Iya buk", jawab ku

"Pak, ayo maem pisan (Pak, ayo makan sekalian)", ajak-ku pada ayah.

"Wes, maem o disik le, bapak e wes maem (Sudah, makan duluan saja, bapak sudah makan)", ayahku menjawab seperti itu, padahal aku tahu dari pagi ayah belum makan, dan hanya minum air putih saja.

"Ibuk yo wes maem le (Ibuk juga sudah makan)", Sahut ibuku, sambil menggendong adik-ku dan menyuapinya dengan mie yang sudah dibagi 2 dengan-ku.

Akhirnya aku makan mie buatan ibuku sambil menahan tangis dan sedih, mie tersebut rasanya hambar karena mangkok yang ibu berikan kuahnya banyak, ini cara ibuku agar mie tersebut kelihatan banyak. Dengan harapan setelah aku makan mie tersebut menjadi kenyang. Secuil kata pun tidak bisa terlontar dari mulutku, aku habiskan semuanya agar orang tuaku senang.

Dari sini aku mendapat pelajaran berharga, kasih sayang orang tua pada anaknya itu tidak terbatas, mereka rela lapar demi kita.

Dari kedua orang tua, aku juga banyak belajar mengenai "urip nriman". Mereka mengajariku bukan dengan ucapan tapi dengan tindakannya sehari-hari.

***

Kini aku sudah menginjak kelas VII SMP, aku dibelikan sepeda oleh ayahku. Meskipun bukan sepeda baru aku menerimanya, Sepeda cewek warna merah. Mungkin ayah kasihan terhadapku kalau harus menempuh jarak 7 Km tanpa kendaraan. Memang jarak sekolah SMP dengan rumah lumayan jauh.

Mulai dari SMP ini aku sudah diperbolehkan ikut membantu ayah mencari nafkah, mulai dari mencari rumput untuk ternak sapi tetangga sampai pekerjaan yang lain.

Di sekolah aku sering dicemooh teman-temanku, karena penampilanku yang kucel dan kumel. Seperti tidak terawat. Baju seragam aku dapat sebagian dari bekas seragam tetangga ku. Sepatu pun tak pernah ganti, meskipun bagian atas masih terlihat bagus akan tetapi sebenarnya bagian bawahnya sudah berlubang. Sepatu bagian bawah ini berlubang karena sepeda ku tidak ada REM nya, jadi saat mau berhenti dan mengerem aku gunakan sepatuku. Aku diam saja meskipun sepatu ku berlubang, asal masih bisa dipakai. Saat dirumah sepatu tersebut aku sembunyikan di balik pintu, agar orang tuaku tidak tahu. Aku tidak tega harus minta sepatu baru dengan keadaan ekonomi seperti ini. Tidak hanya itu, Tas dan baju seragam ku juga sudah tidak layak pakai sebenarnya, tapi aku paksakan pakai. Kalau ada yang sobek segera aku jahit sendiri agar tidak kelihatan orang. Dalam hati aku bicara pada diri ku sendiri "sampai kapan aku harus terus dalam hidup seperti ini". Aku benar-benar mencoba menjalani hidup dengan ikhlas.

Tapi, hal ini tidak berpengaruh pada tekat ku untuk menamatkan pendidikan sampai SMK. Waktu itu, cita-cita yang kumiliki sederhana yaitu LULUS SMK Elektronika dan menjadi tukang Service Elektronik. Aku tidak berani bermimpi tinggi, takut kalau-kalau mimpi itu hanya sekedar mimpi.

Semasa SMP ini aku juga nyambi kerja sebagai pemulung kaleng bekas. Agar tidak ketahuan teman-teman ku, aku mencari kaleng bekas sehabis pulang sekolah. Semua buku pelajaran jarang aku bawa pulang, semua aku taruh di dalam laci bangku ku. Aku tidak khawatir hilang, karena hanya aku saja yang menempati bangku itu.

Kemudian sambil pulang sekolah tas kosong tersebut, aku isi dengan kaleng-kaleng bekas minuman bersoda. Lumayan dari sini aku setiap minggu dapat sekitar Rp.5000,-, karena setiap minggu hanya mampu mengumpulkan 1/2 Kg saja. Selain itu bersama ayahku juga memiliki pekerjaan tambahan menjadi pengumpul koran bekas. Aku benar-benar merasakan bagaimana menjadi orang yang dibawah.

Sampai pada titik akhir ayahku memutuskan untuk mencoba peruntungan jadi TKI di malaysia. Karena di sini sudah tidak ada lagi pekerjaan yang memberikan gaji yang layak buat kami. Saat itu aku menginjak kelulusan UAN SMP.

***

Tepat tahun 2008 aku diterima masuk ke sekolah SMK yang terbaik di kota Blitar, yaitu SMK Negeri 1 Blitar. Disini aku masuk ke program keahlian Teknik Audio Video. Aku sangat bersyukur bisa bersekolah di bidang yang memang benar-benar aku sukai. Bidang elektronika ini membantu mewujudkan cita-citaku menjadi tukang Service Elektronik handal.

Masa SMK ini adalah tempatku menempa diri menjadi pribadi yang kuat. Pendidikan keras semi militer yang diterapkan di sekolahku perlahan membentuk karakterku menjadi semakin dewasa.

Perlu diketahui jarak antara rumah dan sekolah SMK ini sekitar 7-8 Km. Kendaraanku tetap sepeda yang diberikan ayahku waktu SMP dulu. Karena hanya itu-lah kendaraan yang aku punya satu-satunya. Kepergian ayahku menjadi TKI tak kunjung juga memperbaiki kondisi ekonomi kami. Ayah disana hanya bekerja di sebuah kebun buah. Tapi, alhamdulillah masih cukup untuk makan sehari-hari.

Aku pun tidak pernah mengeluh pada orang tua. Semua pemberian mereka aku syukuri saja. Disaat teman-temanku berangkat sekolah naik sepeda motor, aku tetap setia dengan sepeda bututku. Yang aku tau hanya sekolah, sekolah, sekolah, dan sekolah. Aku tidak se-kaya teman-temanku, jadi aku harus bekerja keras untuk menggapai mimpiku.

Aku berjanji pada diriku sendiri, suatu hari nanti aku akan membahagiakan mereka saat aku sudah lulus nanti. Aku ingin adik perempuanku satu-satunya bisa sekolah sampai pendidikan tinggi. Biar aku yang membiayai bila aku sudah bekerja nanti.

***

Tidak terasa sudah hampir menginjak UAN untuk kelulusan SMK. Ada cerita menarik sebelum UAN dimulai. Tepatnya 3 bulan sebelum UAN dilaksanakan. Tiba-tiba guru BK masuk ke kelas waktu masih jam pelajaran, guru BK ini biasa dipanggil dengan nama panggilan "Bu Ais".

"Minta perhatian anak-anak", Ujar Bu Ais.

Murid-murid langsung diam semua, takut kalau ada apa kok guru BK tiba-tiba masuk kelas.

"Ini ada informasi buat kalian semua, pemerintah membuka peluang untuk kalian semua yang mau melanjutkan kuliah melalui beasiswa bidik misi", Dengan pelan-pelan Bu Ais berbicara.

"Apa itu bu?", Tanya salah satu temanku.

"Beasiswa bidik misi adalah beasiswa gratis untuk siswa berprestasi secara akademik dari kalangan tidak mampu yang ingin kuliah. Selain gratis sampai lulus, nanti setiap bulannya mendapat Uang saku sebesar 600 Ribu rupiah untuk biaya hidup. Siapa yang berminat ayo maju ke depan kelas untuk saya data dan di daftarkan lewat sekolah", Lanjut Bu Ais.

Banyak teman-temanku yang memang terhitung pintar mendaftar dan maju ke depan kelas menggerombol di sekeliling Bu Ais. Aku tidak ikut mendaftar karena aku masih berfikir.

"Apakah benar-benar gratis? Apakah uang 600ribu cukup untuk Kost dan lain-lain? apakah tidak ada biaya laian nantinya? Ah, sudahlah, menjadi seorang mahasiswa dan lulus sebagai sarjana itu mustahil. Segera bekerja saja nanti setelah lulus, bantu perekonomian orang tua", Aku membatin dalam hati dalam lamunanku.

"Elga, mana elga?", Bu Ais memanggilku.

"Iya Bu", Jawabku pendek sambil angkat tangan.

"Kamu tidak ikut daftar Le ??", Bu Ais sepertinya berharap aku mau mendaftar.

"Tidak Bu, saya takut kalau ada kekurangan biayanya bu", jawabku dengan nada pelan.

"Loh, ini kan gratis to Le, sini daftar saja, iseng-iseng juga gak apa-apa siapa tau rejeki mu Le, eman kalau kamu tidak kuliah, saya lihat nilai raportmu masuk kualifikasi kok Le", Bu Ais mencoba meyakinkanku.

"Ya sudah bu saya ngikut ibu saja", Aku tidak enak menolak permintaannya.

"Mau daftar di Universitas mana Le?". Tanya Bu Ais.

"Terserah ibu saja, yang penting elektro bu", Jawabku.

"Ya sudah ambil UM saja ya, biar bisa jadi guru nanti?", Bu Ais memberiku pilihan.

"Iya bu", Jawabku singkat.

Setelah itu aku sering dihubungi bu Ais untuk melengkapi semua persyaratannya. Aku ikuti saja semua instruksi beliau. Sampai datanglah UAN dan aku melewatinya cukup mulus tanpa halangan, karena niatku segera lulus benar-benar besar dan ingin segera bekerja.

2 hari setelah UAN, aku mencoba mencari cara bagaimana bisa melamar kerja tanpa ijazah SMK tapi status pendidikan SMK tetap diakui. Akhirnya aku memberanikan diri datang ke ruang tata usaha, aku mencoba minta izin untuk pinjam raport untuk aku fotokopi. Akhirnya di izinkan, fotokopi raport semester 1 sampai semester 5 ini aku gunakan untuk melamar kerja di sebuah bengkel audio mobil, lembaga kursus, dan di sebuah perusahaan telekomunikasi.

Akhirnya hanya bermodalkan fotokopi raport tersebut aku diterima kerja di bengkel audio mobil, waktu itu ijazah SMK belum keluar. Senang sekali perasaanku bisa langsung kerja seperti itu. Aku dalam hati berdoa agar bidik misiku tidak lolos seleksi. Karena memang aku ingin kerja dan membantu perekonomian keluargaku saja.

Di saat bekerja di bengkel tersebut sudah hampir 2 minggu, aku dapat panggilan lagi dari perusahaan telekomunikasi ang saya sebutkan di atas. Akhirnya setelah menerima gaji pertama aku keluar dari bengkel audio mobil tersebut. Hal ini karena bila bekerja di perusahaan telekomunikasi tersebut yaitu sebuah anak perusahaan dari PT. INDOSAT aku bisa mendapat gaji berkali-kali lipat dari yang aku dapat di bengkel audio.

Akhirnya aku diterima bekerja di perusahaan tersebut, senang sekali mendapat pekerjaan yang sudah lumayan mapan dengan gaji lumayan besar juga. Aku bekerja di perusahaan ini tidak lama hanya sekitar 2 bulan saja. Hal ini karena Allah tida mengabulkan do'aku.

Aku mendapat informasi dari Bu Ais bahwa lamaran bidik misiku diterima Universitas Negeri Malang. Waktu itu aku bingung, pilih kerja atau kuliah???.Dengan pertimbangan yang matang akhirnya aku memilih untuk kuliah.

Bu Ais mendukungku tidak hanya dukungan moril saja, tapi total keseluruhan. Aku sampai sekarang belum tau jawaban pasti, kenapa beliau sangat percaya padaku kalau aku bisa menempuh pendidikan tinggi ini dengan baik.

Semua akomodasi awal dan biaya awal semuanya Bu Ais yang menanggungnya. Mulai dari kost, baju, peralatan mandi, peralatan tulis menulis, dan uang saku. Ini diberikan selama beasiswaku belum cair. Semoga beliau mendapat limpahan rahmat dari Allah SWT.

Dengan pendidikan gratis bukan tidak ada halangan. Halangan utama adalah pencairan beasiswa yang sering molor. Padahal sumber penghidupanku satu-satunya adalah dari beasiswa tersebut. Saat beasiswa telat, aku pun tidak kuasa untuk meminta ayahku, karena aku tahu gaji ayahku hanya cukup untuk kebutuhan sehari-hari ibu dan adikku dirumah.

Aku berusaha memutar otak bagaimana caranya agar mendapat uang untuk hidup sehari-hari saat beasiswa terlambat. Akhirnya ada seorang teman menawari untuk menjadi tukang ambil antar pakaian Laundry dengan gaji 200 ribu per bulang. Karena aku butuh sekali, akhirnya aku mau mengambil pekerjaan tersebut. Jam kerja-ku mulai pukul 18.00 – 22.00.

Tidak hanya itu, banyak pekerjaan yang aku lakukan demi menyambung hidup di kota perantauan. Sampai akhirnya aku bisa menyelesaikan SKRIPSI di semester ke 7, tepatnya tanggal 01 Desember 2014 aku melaksanakan Sidang SKRIPSI. Ini benar-benar anugerah yang aku dsyukuri. Di Balik do'aku yang tidak terkabul tadi, ternyata Allah SWT punya rencana yang luar biasa.

Aku bisa merasakan bagaimana menjadi seorang mahasiswa. Dikarenakan beasiswa yang aku dapat adalah 8 semester, maka aku urungkan untuk melaksanakan yudisium di semester 7. Aku ambil mata kuliah tambahan untuk mengisi semester 8 yang kosong. Tidak terbayang olehku sebelumnya bisa menjadi seorang sarjana. Sekarang ini aku sudah resmi menjadi Sarjana Pendidikan dan mendapat gelar S.Pd.

Sekarang ini aku mendirikan (owner) sebuah perusahaan mikro kecil yang bergerak dibidang Teknik Elektro. Kalau anda orang elektro silahkan kunjungi www.edukasielektronika.com dan www.workshop-electronics-3in1.com. Perusahaan tersebut saya beri nama Workshop Electronics 3 in 1. Sekarang perekonomian-ku sudah membaik.

Dengan ceritaku tadi, aku jadi ingat pepatah orang jawa "NRIMO ING PANDUM" . Arti dari pepatah tersebut kurang lebih adalah menerima apapun yang diberikan Allah dengan ikhlas dan penuh rasa syukur dan jalani semua dengan sungguh-sungguh. Mungkin bisa jadi inspirasi bagi yang membaca kisahku ini.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

22 Comments

  1. (Y) Tinggal melanjutkan Perjuangan selanjutnya… perjuangan belom berakhir 🙂

  2. Na Sutio N berkata:

    siiip mas…
    semoga suksesss

  3. Sukses selalu mas..aq sampai nangis baca ceritanya.. 🙂

  4. Terima kasih mas…

  5. Terima Kasih mbak…

CLOSE