Potret Pendidikan Indonesia Saat Ini

Indonesia sudah merdeka selama 73 tahun. Banyak orang yang beranggapan bahwa Indonesia benar-benar merdeka, namun sejatinya Indonesia belum benar-benar merdeka terutama dalam hal pendidikan. Hal ini ditunjukkan dengan tidak meratanya pendidikan antara orang kaya dengan orang miskin, terlebih lagi perbedaan antara di kota dengan di pedalaman, sangat jauh sekali.

Orang kaya jika ingin menempuh pendidikan mereka mampu mengenyam pendidikan setingi mungkin hingga S1,S2, bahkan S3. Namun berbeda dengan orang kurang mampu, bahkan mereka ingin sekolah terkadang mereka hanya untuk makan 3x sehari saja mereka sangat kesulitan. Ini merupakan PR pemerintah dalam menuntaskan kurangnya pemerataan pendidikan di Indonesia.

Ridwal Kamil (Walikota Bandung) menjelaskan bahwa ada orang yang bertanya di akun ask.fm nya "Kriteria apa yang cocok jadi Menteri Pendidikan itu Pak?". Ridwan Kamil dengan gampang menjawab pertanyaan tersebut dengan " Simple aja, jangan sampai ada satupun anak yang tidak sekolah."

Benar adanya pendapat di atas. Ketika pemerintah sibuk dengan model pembelajaran yang diterapkan di Indonesia, Kurikulum mana yang pas untuk mengejar ketertingalan kita dengan pendidikan luar Negeri, diuar sana banyak anak pinggiran, desa-desa yang tertinggal anak anak nya belum bisa mengenyam pendidikan yang layak. Lalu apa yang menjadi sebab tertingalnya pendidikan Indonesia.

Penulis berpendapat bahwa pemerintah belum sepenuhnya perhatian dengan pendidikan yang ada di Indonesia, mereka hanya melihat pendidikan yang mampu di lihat dengan mata kepala mereka.

Perbedaan pendidikan antara orang kaya dan orang kurang mampu inilah menyebabkan adanya diskriminasi dan kesenjangan sosial yang harus dihapuskan sebab ini bertentangan dengan tujuan bangsa Indonesia yaitu Mencerdaskan kehidupan bangsa.

Dari zaman Indonesia dijajah sampai Indonesia merdeka saat ini hanyalah orang kalangan bangsawan dan orang yang mampu saja yang bisa menikmati dunia pendidikan secara sempurna, mengejar cita-cita dengan mudah.

Sedangkan kaum pribumi atau sekarang orang yang kurang mampu dalam perekonomiannya mereka hanya mampu menikmati dunia pendidikan dengan tidak tuntas, bahkan ada yang tidak menikmatinya sama sekali.

Bung Karno pernah berkata

"Bangsa yang besar adalah bangsa yang tidak melupakan sejarahnya".

Bagaimana mungkin para penerus bangsa mampu mengingat bagaimana sejarah Indonesia, jikalau banyak anak-anak bangsa yang masih tidak bisa membaca dan menulis. Selain itu pernyataan tersebut seakan menutup mata dan telinga kita untuk tidak mempelajari sejarah namun berusaha keras bagaimana cara agar bangsa ini maju di mata penjuru dunia.

Jika bangsa ini berkeinginan pendidikan Indonesia mampu dipandang baik oleh mata dunia seharusnya pemerintah harus memperbaiki pendidikan-pendidikan yang ada di Indonesia. Apakah tidak miris ketika anak anak dipedalaman diberi pertanyaan Indonesia merdeka kapan, mereka menjawab tidak tahu.

Pemerintah saat ini seharusnya memperhatikan pendidikan-pendidikan yang ada di Indonesia. Pemerintah juga harus memantau bagaimana potret pendidikan yang berada didaerah pendalaman, bagaimana pendidikan yang dialami orang yang tidak mampu.

Percuma saja kita terus berusaha memperbaiki kurikulum pendidikan agar mampu mengejar ketertinggalan pendidikan kita dengan Negara lain, namun masih banyak anak-anak bangsa yang belum merasakan nikmatnya dunia pendidikan.

Lalu bagaimana cara mengatasi kurangnya pemerataan pendidikan di Indonesia ini. Menurut penulis banyak dari kaum yang mampu mengenyam pendidikan tinggi mereka diwajibakan tugas untuk mengajarkan pendidikan yang berada di daerah pedalaman, pemerintah harus menyediakan fasilitas yang memadai untuk anak-anak bangsa bersekolah seperti bangunan yang memadai, akses menuju sekolah sangat mudah,dll.

Pemberian beasiswa kepada mereka yang kurang mampu, sehinga mereka mampu merasakan sekolah tanpa terbebani beratnya biaya pendidikan.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis