Quo Vadis Gelanggang Expo UGM

 

Advertisement

Selain kegiatan akademik, aktivitas yang tak dapat dipisahkan dari kehidupan mahasiswa adalah berorganisasi. Bagi mahasiswa UGM, pilihan berorganisasi nampaknya lebih dari banyak: bisa di lingkungan terkecil di tingkat jurusan, fakultas, universitas, hingga aktivitas yang berlatar kesamaan hobi seperti para pemelihara Husky, kesamaan agama seperti pemuda gereja, hingga kesamaan nasib: Selo Gama (Serikat Jomblo Gadjah Mada). 

Untuk aktivitas tingkat universitas, “anak” UGM biasa menyebutnya dengan nama UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa) yang identik dengan gedung bernama Gelanggang. Gedung yang diresmikan pada era orde baru itu, memang sangat dinamis.

Ada ruang gamelan milik unit kesenian Jawa hingga ruang bermatras tempat para judoka banting-bantingan. Aktivis gelanggang diisi oleh bermacam jenis manusia, pemikir bebas penuh ekspresi di Teater Gadjah Mada hingga mereka yang harus patuh tanpa bertanya di resimen mahasiswa. Ibarat toko, Gelanggang itu seperti Mirota Batik di Malioboro. Lengkap dan ada-ada aja ! 

Advertisement

Gelanggang Expo 

Untuk menunjukkan eksistensinya dan menerangkan tentang aktivitasnya kepada mahasiswa baik yang baru maupun bangkotan, seluruh UKM, baik yang berkedudukan di Gelanggang maupun di luar Gelanggang selalu menginisiasi acara bernama Gelanggang Expo alias Gelex. Sungguh, bagi kalian yang berdomisili di Jogja meskipun bukan mahasiswa UGM, wajib datang minimal satu kali di acara ini.

Bayangkan, puluhan UKM plus komunitas di UGM berlomba-lomba untuk memamerkan prestasinya kepada civitas akademika melalui stand maupun pertunjukan. Jadi, jangan heran jika berkunjung ke Gelex dan menemukan mas-mas mengenakan peralatan Scuba lengkap, mbak-mbak manis berkostum Tari Bali, bribikan kamu yang ternyata sabuk hitam di Kempo, hingga ular yang saking gedenya membuat banyak mahasiswi berkata ” Gamau ke Gelex ah, nanti ada Uler”

Advertisement

Gelex itu Euforia (Belaka) ?

Di tengah perayaan atas passion, hobi, dan kehidupan para aktivis gelanggang: sebuah broadcast message tiba-tiba menjadi bahan obrolan di tengah-tengah komunitas saya. Inti dari broadcast message itu adalah:

Gelex diselenggarakan di tengah pembangunan gedung-gedung baru di UGM yang menggunakan tenaga para buruh yang seharusnya lebih layak diperjuangkan oleh mahasiswa ketimbang sekedar ber-euforia di acara pameran yang ada ularnya itu. 

Jujur saya tertarik, karena yang menciptakan broadcast message itu adalah laki-laki, sehingga tentu alasannya menolak Gelex bukanlah karena takut ular. Tetapi takut apa ? dari kata-katanya yang mengambinghitamkan euforia, ia takut bahwa Gelanggang Expo hanya akan menjadi perayaan tanpa tujuan dan melupakan nasib para manusia yang memang harus diperjuangkan oleh mahasiswa.

Ia mungkin berharap Gelex ditiadakan saja, diganti dengan acara yang sesuai pemahaman ideologinya yang jujur sangat sulit saya pahami.

Memperjuangkan nasib siapapun yang tidak punya akses terhadap perjuangan nasibnya sendiri tentu bukan kesalahan. Tetapi mengidentikkan Gelex sebagai ajang euforia belaka ? Duh, mending anda banyak-banyak minum UC1000, mungkin anda kekurangan vitamin C. 

Gelex buat saya adalah etalase dari kekuatan Jogja sebagai kota yang peaceful, Jogja di bangun di atas masyarakatnya yang tidak pernah kehilangan fasilitas-fasilitas yang menjaga mereka tetap guyub rukun. Pada tataran masyarakat yang lebih luas, fasilitasnya mungkin: rukun kampung, Karang Taruna, hingga angkringan.

Pada tataran civitas akademika, salah satu fasilitas yang menjembatani keguyuban mahasiswa adalah organisasi-organisasi mahasiswa. 

Di Gelex, saya melihat kemampuan setiap organisasi untuk menyatu dan mempelajari perbedaan mereka. Selama ini, setiap organisasi punya AD/ART nya sendiri, berjalan sesuai visi dan misinya sendiri, tetapi saat Gelex mereka mempelajari tujuan dan fungsi organisasi lain serta memiliki visi yang sama: untuk menyebarkan semangat berkarya bagi rekan-rekannya sesama mahasiswa. Dari mempelajari perbedaan, siapapun yang berada di Gelex tahu bahwa perbedaan itu fitrah, atau simpelnya: dinikmati saja.

Saya yakin selama Gelex, tidak ada organisasi yang merasa lebih unggul daripada organisasi lainnya. Seringkali saat mahasiswa baru bertanya “Bagusan mana, UKM A atau B ?” sang pengurus akan menjawab “Sama aja sih, bedanya hanya…” 

Gelex buat saya juga merupakan representasi dari perjuangan mahasiswa, setidaknya perjuangan mereka untuk memaknai hidupnya dengan hal positif dan mempersiapkan dirinya dengan skill non akademik sesuai kesukaannya demi memberi manfaat.

Jadi, menanggapi persoalan utama tulisan ini, saya berani mengatakan bahwa Gelex adalah perayaan, bukan euforia. Ia adalah perayaan dari keberagaman, keberagaman hobi, keberagaman aktivitas, dan keberagaman cara yang bisa ditempuh mahasiswa dalam membangun dirinya sendiri. 

 

Selamat dan Sukses atas penyelenggaraan Gelanggang Expo 2015

Dari temanmu yang takut ular

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

CLOSE