RUU Minol Membatasiku Untuk Menari dan Bermusik

Bermain musik, bernyanyi, dan menari adalah kegemaran masyarakat Ngada, Flores. Seraya mendengarkan permainan musik kolintang bambu, mereka bernyanyi dan menari bersama. Tidak jarang beberapa di antaranya, turut memainkan musik khas dari negerinya itu. Bermain musik dan bernyanyi tidak dibayar pun tidak apa-apa, terpenting bisa berkumpul dan bersuka ria. “Itu ada kepuasan tersendiri dan bikin bahagia, loh!” ujar salah satu dari mereka.

Advertisement

Bermain musik bambu, menyanyi, dan menari adalah kegiatan yang menjadi tradisi ratusan tahun lalu masyarakat Flores. Keahlian dan kegiatan tersebut telah membawa mereka ke luar kota dan luar negeri. Musik dari negeri indah, Flores, memang asyik didengar maupun didendangkan. Juga memicu yang mendengarnya untuk menari.

Selain, tiga hal itu, ada kuliner pendamping tradisional yang selalu hadir menambah kemeriahan dan keakraban, yaitu: moke. Moke adalah minuman tradisional Flores yang berasal dari proses fermentasi Pohon Enau. Minuman ini disajikan pada upacara adat/keagaman, acara syukuran, pesta pernikahan, penyambutan tamu, panen padi, dan mendirikan rumah, serta banyak lagi.

Memainkan musik, menyanyi, dan menari ditemani moke merupakan hal lumrah. Bukanlah perilaku yang mengutamakan mabuk-mabukan, malah situasi tersebut dimanfaatkan sebagai penambah keeratan antar sesama. Selama perjalanan di sana, saya melihat dengan mata sendiri, tidak ada kerusuhan, perkelahian, keributan, kebakaran, pelecehan, dan lainnya. Bahkan mereka tidak memaksa jika tamu atau siapa pun tidak minum karena punya pantangan maupun soal keyakinan.

Advertisement

Permasalahannya, moke terancam peredarannya akibat RUU Minol yang diberlakukan di beberapa daerah di Indonesia, termasuk Flores. Padahal minuman moke sudah menjadi tradisi masyarakat sejak nenek moyangnya malah menjadi sumber penghasilan sampai sekarang. Upacara atau acara apa pun belum lengkap tanpa suguhan moke. Ibaratnya, kehidupan seorang anak belum sempurna jika kedua orangtuanya berpisah. Lebih sederhananya lagi, bagai makan masakan tanpa bumbu.

Setiap acara makan pun, pasti minumannya moke, malah tidak ada air putih, teh, kopi, dan minuman jenis lainnya. Di balik tradisi leluhur yang dipertahankan sampai sekarang ini, ada pesan untuk generasi penerusnya. Leluhur selalu mengajarkan pedoman bahwa anak-anaknya harus bisa berkebun, memelihara hewan khususnya babi, ayam, dan anjing, dan memainkan musik untuk kesejahteraanya. Rata-rata pemain musik, penyanyi, dan penari berprofesi sebagai petani (berkebun). Sayangnya memainkan musik alat tradisional hanya dimainkan oleh orangtua. Jarang anak muda yang pandai memainkan bombardom, seruling, kolintang, dan gendang. Alat musik tersebut berasal dari bambu yang menjadi khas negeri indah ini.

Advertisement

Tulisan ini saya ambil dari catatan selama perjalanan ke Kampung Wogo, Ngada, dan Ende, tahun 2015. Selain untuk upacara adat, menjamu tamu, dan sebagainya, moke juga sebagai alat pergaulan dan simbol hubungan antara yang masih hidup dan keturunannya yang telah meninggal dunia. Anggaplah di setiap acara, para leluhur turut hadir menyaksikan kegiatan yang dilakukan.

Barangkali mereka bisa bernyanyi dan menari tanpa moke namun apakah tetap sama esensinya? Banyak orang yang menulis puisi tanpa memunculkan esensi. Begitu pula tradisi atau budaya yang menjadi makanan PENTING bagi masyarakat luas. Mengapa penting? Karena budaya merupakan akar dari aspek sosial, ekonomi, politik, kesenian, bahasa, dan banyak lagi. Budaya yang bercermin pada Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika. Budaya bukan sekadar mengenai candi, batik, alat musik tradisional, kuliner, baju adat, atau semacamnya. Cara berbahasa yang baik, santun, dan menyenangkan ialah contoh dari seseorang yang paham budaya dan menjalankannya. Dan semuanya merupakan esensi dari manusia yang menjalankan kehidupan.

Hubungannya dengan RUU Minol

Jelas berhubungan. Selama kita masih muda, sebaiknya kita menghindari minuman alkohol bila masih di bawah 21 tahun. Jika sudah berusia 21 tahun ke atas pun, sebaiknya kita memiliki kesadaran dan tanggung jawab atas apa yang kita lakukan, seperti meminum minuman beralkohol. Tradisi setiap orang atau daerah memang berbeda, dan sebagai anak muda, kita perlu saling menghargai. Budaya yang buruk, lambat laun bakal sirna ditelan alam semesta.

Banyak yang bilang minum alkohol mengakibatkan kecelakaan, pembunuhan, bunuh diri, perkelahian, dan perilaku kriminal. Minuman alkohol bukanlah sumber utama penyebabnya. Tapi perlu dicari apa akar permasalahan seseorang mabuk berat karena minum alkohol. Apakah kesehatan mentalnya terganggu, apakah secara psikologis, tingkat sosial, pendidikan, ekonomi, trauma, keluarga, atau faktor lainnya. Banyak riwayat yang perlu ditelusuri.

Minuman alkohol hanyalah objek sebagai fasilitas individu melakukan hal-hal yang merugikan dirinya sendiri dan orang lain. Alkohol bukan penyebab pertama. Sama halnya dengan narkoba, bukan narkobanya yang disalahkan, tapi riwayat apa sampai pengguna mengonsumsi narkoba. Semakin diperangi, semakin merajalela karena tidak ada perang yang dimenangkan.

Pemerintah atau para jajarannya semestinya mengerti hal ini, apalagi menyangkut budaya tradisional yang menjadi identitas. Robi Navicula pernah bilang, “Kalau sake, orang langsung tahu negara asalnya, Jepang. Juga wine, langsung menyebut Perancis. Jika orang luar mendengar tuak, mereka langsung ingat Indonesia.”

“Jepang punya sake. Indonesia punya tuak, karena minuman ini identitas kita,” lanjut Robi Navicula saat diwawancarai pada tanggal 11 Agustus 2016.

Moke dibuat dari hasil fermentasi dan mengandung etanol.

Beberapa isi RUU Minol yang perlu dikaji ulang:

BAB 1, Pasal 1:

Berisi uraian detil pengertian minuman beralkohol, yakni minuman yang mengandung etanol (C2H5OH) hasil pertanian. Etanol hasil pertanian mengandung karbohidrat yang diperoleh dengan cara fermentasi dan destilasi.

BAB 2, Pasal 4:

Klasifikasi jenis minuman beralkohol yang dilarang. “Golongan A yang merupakan minuman beralkohol dengan kadar etanol lebih dari 1% hingga 5%. Golongan B kadar yang lebih dari 5-20%. Golongan C kadar yang melebihi 20-55%, minuman berakohol tradisional dengan berbagai jenis nama, serta minuman beralkohol racikan.”

O iya, anak muda jangan sampai minum alkohol oplosan, ya. Minum alkohol original pun, kita perlu punya tanggung jawab. Dan tarian mereka tidak pernah menyimpang, mengundang bara, rusuh, malah tariannya menghangatkan suasana. Melarang peredaran minuman tradisional ini, sama saja melarang mereka menari, untuk berbahagia dan menghormati warisan nenek moyang.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

CLOSE