Mulai Detik Ini Aku Berhenti Membandingkan Diri, Agar Hati dan Pikiran Tak Lagi Lelah dengan Rasa Iri

Membandingkan diri sama saja dengan mengasihani diri sendiri dan memupuk rasa iri

Setiap hari kita selalu dihadapkan pada situasi kenapa kita harus memilih, dan semua itu pasti ada resikonya. Memilih bahagia, murung, malas atau yang enak-enak setiap hari? Semuanya keputusan ada pada kita sendiri. Orang lain hanya bisa memberikan saran atau nasihat saja dari apa yang mereka lihat pada kita ini. Tapi kembali lagi semuanya ada pada pilihan kita sendiri. Seperti halnya membandingkan diri sendiri.

Advertisement

Kita tidak pernah tahu akan lahir dari keluarga seperti apa, dan bagaimana keadaan serta kondisi keuangannya. Bahkan yang paling utama kita tidak tahu orangtua seperti apa? Kita lahir tanpa memiliki orangtua yang lengkap atau orang tua yang telah lama berpisah. Untuk yang satu ini memang kita tidak bisa memilih. Tapi pilihan kita adalah apakah keadaan seperti ini membuat kita tidak bisa melanjutkan hidup lagi atau bahkan menyalahkan orangtua kita, orang lain atau bahkan Tuhan kita sendiri?

Toh kenapa orang lain tidak seperti kita? Sepertinya mereka enak-enak saja hidupnya. Bisa makan enak setiap hari. Tanpa harus berjuang seperti kita ini? Apalagi untuk sekedar pergi ke cafe, bahkan gaji kita sendiri untuk membantu memutarkan roda kehidupan keluarga kita setiap harinya ini. Lagi-lagi perasaan membandingkan diri sendiri dengan orang lain membuat kita merasa seperti tak ada kebahagiaan yang kita dapati. Yang ada hanya mengasihani diri sendiri.

Ketika melihat orang lain lebih cantik dan banyak pria menyukai, disitu sering timbul pertanyaan, apa kurangnya kita ini, yang selalu membebani senyum ini. Merunduk dan merenungi kekurangan diri. Ada lagi ketika melihat orang lain seusia, di bawah, bahkan di atas kita memiliki kesuksesan yang jauh di atas kita. Bisa sekolah tanpa harus pusing memikirkan biaya. Memiliki teman-teman yang status sosialnya diatas kita. Bahkan terasa minder bila berada di antara mereka.

Advertisement

Karena usia sudah hampir seperempat abad ini belum menikah, juga membuat kita bingung dan selalu khawatir dibayang-bayangi kesendirian yang tak hentinya ini juga. Selalu mengalami patah hati karena cinta yang salah juga. Melihat talenta teman-teman kita yang bisa berkembang jauh daripada kita. Karena ada fasilitas sarana dan juga biaya dari orang tua mereka. Rasanya beruntung sekali mereka. Apakah kita tidak boleh merasakannya?


Sampai suatu hari aku mulai merasa lelah dengan pertanyaan-pertanyaanku sendiri.

Aku lelah karena hampir semua pertanyaanku berasal dari rasa tak mensyukuri apa yang sebenarnya sudah Tuhan berikan padaku selama ini.


Advertisement

Aku hanya melihat kebahagiaan orang lain saja.

Aku hanya melihat kekurangan serta kelemahanku saja.

Apa sih yang sebenarnya aku cari selama ini? Aku lelah membandingkan diri ini sendiri.

Aku mencoba mengingat senyum yang membuatku lupa akan kekurangan diri ini. Mengingat hal apa saja yang sebenarnya menjadi pengganti kebahagiaan yang belum sempat aku miliki tapi berujung pergi. Mengingat ada kebahagiaan orang tua yang masih harus kuperjuangkan. Mengingat ada impian yang sudah sejauh ini aku usahakan dan doakan. Mengingat ada orang-orang yang harus aku berikan peluk kesederhanaan.

Aku mencoba mengingat semua hal yang sebenarnya terhalangi oleh perasaan tak bersyukur ini.

Sebenarnya salah karena aku mencoba tetap tegar, tapi muramku tetap tak bisa kusembunyikan.

Setelah kusadari semua rasa membandingkan diri ini intinya hanya pada masalah kenikmatan dunia saja yang fana.

Semuanya hanya diukur berdasarkan materi bila melihat pekerjaan dan juga pangkat seseorang saja.

Setiap orang bahkan punya masalah yang juga tak terduga bahkan jauh dari apa yang ku alami juga.

Semuanya terletak pada keputusan diri sendiri saja. Memang perasaan membandingkan diri sendiri akan selalu ada, jika yang menjadi perbandingan adalah apa yang ada pada dunia.

Jika membaca tulisanku ini kalian belum bisa mendapatkan solusinya, sebenarnya aku juga.

Karena setiap hari kita akan diperlihatkan kebahagiaan yang bermacam rupa. Kita semua sebenarnya sama. Memiliki kebahagiaan yang porsinya berbeda-beda. Yang pasti jika perasaan mengasihani diri itu tiba, cobalah ingat kembali setidaknya satu hal yang membuat orang lain berterima kasih kepada kita.

Mengingat bahwa kita sebenarnya sangat berharga untuk mereka. Kita pun layak juga untuk bahagia meskipun memang pada kenyataanya kita tidak seberuntung mereka. Tuhan tidak pernah menciptakan kita sebagai manusia yang tanpa guna. Ada sesuatu yang mahal dalam diri kita, dan itu hanya ada pada diri kita. Tunjukkan pada mereka kalau kita bisa diandalkan meskipun dengan segala kekurangan kita.

Karena membandingkan diri sendiri hanya akan membuat lelah sendiri. Menguras pikiran serta emosi yang nantinya berada pada situasi mengasihani diri. Muncul iri hati yang membuat peluang kebahagiaan kita terhalangi. Bahkan parahnya lagi bisa membuat orang lain kita benci.

Memang tidak mudah. Bahkan aku sendiri masih belajar bagaimana untuk mensyukuri kehidupan dengan segala persoalannya ini. Tapi sekali lagi, kehidupan ini akan terus dan masih terus berlanjut. Apakah kita tetap mengasihani diri sendiri? Atau berhenti lalu belajar membenahi kekurangan yang ada. Bukankah hidup ini proses untuk lebih baik setiap harinya?

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Bukan sekedar hobi melainkan memberi arti.

CLOSE