Sensitifisme Toleransi: Refleksi atau Reaksi?

Di dalam rumah sendiri kita terus bertengkar dengan persoalan yang tak selayaknya diperdebatkan.

Baru-baru ini sedang hangatnya video pembakaran bendera tauhid oleh banser yang diposting di beberapa media sosial, hal ini sontak membuat seluruh warganet panik dibuatnya. Isu semacam ini tak hanya terjadi saat ini saja, kasus Ahok misalnya membuat seluruh masyarakat Indonesia terpukau dengan kasusnya.

Advertisement

Toleransi merupakan sebuah keharusan secara mentalitas dan harus diakui sebagai sikap yang dijunjung tinggi. Negara ini berdiri bukan atas agama, suku, golongan, ras tertentu saja, namun berdiri diatas keberagaman yang kini bergelut dengan Pancasila. Para founding father membentuk negeri ini dengan menundukkan segala egosentrismenya demi keberlangsungan masa depan.

Rusaknya moralitas dan timbulnya intoleransi menjadi sebuah produk kegagalan daripada simbol yang kita junjung selama ini sebagai Bhineka Tunggal Ika. Terlepas dari pengaruh apapun itu, perbedaan menjadikan Indonesia semakin beragam dan menjadikannya sebagai ciri khas bangsa Indonesia. Sejarah mencatat, bahwa sebelum bangsa ini mengikrarkan dirinya untuk merdeka dan bebas dari pengaruh bangsa manapun, ruh daripada keberagaman ini sudah terlahir sejak masa sejarah bahkan pada masa pra-sejarah dengan ditemukannya bukti-bukti otentik.

Identitas sebagai bangsa saat ini perlu dipertanyakan. Sekian tahun kita berikrar diatas gengaman sang garuda bahwa kita hidup didalam keragaman dan perbedaan itu menjadikan kita kuat sebagai bangsa dan negara. Lantas mengapa sensitivisme toleransi menjadikan seakan-akan tubuh bangsa ini menjadi lemah antar satu dengan yang lain.

Advertisement

Di dalam rumah sendiri kita terus bertengkar dengan persoalan yang tak selayaknya diperdebatkan. Masih banyak hal-hal lain yang membutuhkan penyelesaian untuk meningkatkan wajah Indonesia ke depan lebih baik. Persoalan bangsa tak henti-hentinya dihadapkan dengan permasalahan toleransi antar sesama, sebagai anak bangsa seyogianya memiliki rasa kekeluargaan yang tinggi yang tertanam mendalam dalam sanubari diri masing-masing.

Indonesia sebagai salah satu negara dengan keberagaman budaya, suku, agama, etnis yang di dalamnya hidup secara berdampingan hampir 5 dekade. Di usia 73 tahun ini, Indonesia akan semakin kuat dan solid ketika orang-orang di dalamnya mau ikut berkontribusi merawat dan menjaga keutuhan isi Indonesia. Sikap, mental dan perjuangan menjadi iringan dalam sajak hidup bangsa, dialetika keragaman orang didalam bangsa menjadikan ciri tersendiri ketika bangsa itu hidup.

Advertisement

Keelokan bahari Indonesia dan keindahan setiap lembah gunung Indonesia menghiasi seluruh ruh negara ini, sikap toleransi yang menjadi sikap wajib seluruh bangsa kini mulai tergoyahkan dengan kepentingan pribadi. Indonesia dibawa kendali kita semua, mau dibawa kemana Indonesia tentu ditangan anak bangsa kita. Kita akan kembali terpuruk di tahun 1950 dan 1998 atau akan bangkit menuju 2045 yang berkecukupan dan berkeadilan, semua ditangan kita.

Problematika kebangsaan dalam suatu bangsa memang terus terjadi ketika bangsa itu mulai berkembang secara aktif, namun antisipasi gejolak masyarakat yang reaktif juga perlu diwaspadai. Dialektika antara penguasa dan pemilik bangsa juga perlu dioptimalkan untuk menyambung kesatuan didalam diri bangsa agar tercipta keselarasan diantara warga bangsa, jangan sampai sang penguasa hanya menguasai yang dikuasai tanpa memberi kuasa kepada pemilik bangsa.

Mari kita renungkan benar-benar persoalan ini, sebuah reaksi atau refleksi menjadikan pelajaran bahwa hidup ini benar-benar memiliki ruh daripada sebuah bangsa yang tercermin dalam diri insan sanubari manusia. Ada pepatah, "jangan kau tanya apa yang negara berikan kepadamu, tapi apa yang kamu berikan pada negara", hal demikian dapat kita jadikan tolak ukur pengusahaan diri kita 5-10 tahun ke depan agar tercipta kedamaian dan keselarasan antar anak bangsa. Merdeka!!!

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Negeri Surabaya

CLOSE