Tantangan Kebangsaan dalam era Globalisasi

Realitas kebangsaan kita saat ini terus mengalami ujian menjelang usia kemerdekaan memasuki tahun ke 74 di mana tragedi kemanusiaan yang merusak harmoni kehidupan warga terus terjadi bahkan seolah-olah semakin sulit dihindari dalam kondisi kebhinekaan Negara Indonesia. Perbedaan suku, agama ras, kebudayaan diantara anak bangsa justru semakin menyulitkan membangun pandangan kebangsaan diantara anak bangsa yang berbeda itu.

Advertisement

Setelah beberapa tahun yang lalu kita dilanda konflik horizontal bernuansa SARA (suku, agama, ras dan antar golongan) maka kondisi mutakhir kita saat ini kembali mengalami goncangan akibat tindakan terorisme oleh sekelompok orang dengan tujuan menghancurkan pihak lain sehingga terjadi “perang sesama anak bangsa”.

Ledakan bom dengan target rumah ibadah dan membunuh orang karena perbedaan keyakinan, target anggota kepolisian dan pemerintah yang dianggap sebagai penghalang misi perjuangan kelompok radikal menjadi buktinya.

Sementara pada saat yang sama tuntutan akan keadilan social semakin kuat dan pemerintah tidak punya pilihan lain untuk segera mewujudkannya sehingga daerah-daerah tidak merasa diabaikan khususnya kawasan Timur Indonesia yang selama ini kurang mendapat perhatian dalam pembangunan.

Advertisement

Tantangan merawat kebangsaan tidak semakin mudah tetapi justru semakin sulit di era globalisasi di mana demokrasi terus berkembang dengan kemerdekaan berpendapat yang semakin baik serta aspirasi masyarakat yang tidak mungkin lagi dibendung, didukung dengan kebebasan pers dan teknologi informasi.

Globalisasi yang ditandai dengan derasnya arus informasi tanpa batas antara berbagai belahan dunia di satu sisi menguntungkan dalam persaingan global namun pada sisi yang lain menjadi boomerang dengan kemudahan masuknya paham-paham yang dapat merusak soliditas dan solidaritas warga khususnya paham-paham radikal.

Advertisement

Dengan mudahnya paham maupun peristiwa yang terjadi dibelahan bumi lain diketahui secara cepat melalui teknologi informasi yang semakin canggih yang dapat menjadi penyebab krisis kebangsaan. Bangsa Indonesia sebenarnya menghadapi krisis kebangsaan yang sangat serius karena para elit belum mampu secara bersama-sama saling mendukung untuk mewujudkan tujuan bernegara sebagaimana tercantum dalam pembukaan Undang-undang Dasar 1945 alinea 4 terutama memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.

Para elit dan elemen anak bangsa saat ini justru sibuk dengan perebutan kekuasaan dan bertindak untuk kepentingan golongan dan kelompoknya tanpa memperhatikan dampaknya terhadap kehidupan masyarakat bahkan jika perlu dikorbankan demi mewujudkan ambisi kelompok masing-masing.

Partai politik tidak mampu menjalankan fungsinya dengan baik dalam mengagregasi dan mengartikulasikan kepentingan masyarakat tetapi sebaliknya masyarakat hanya dijadikan obyek bagi kepentingan mereka. Fakta yang mudah kita lihat dalam tayangan media elektronik dewasa ini, para elit sering memberikan pernyataan yang “terkesan” membela tindakan teror oleh kelompok radikal dengan alasan hak asasi manusia dengan memanfaatkan sentimen keagamaan untuk meraih dukungan politik terutama menjelang pemilihan umum.

Hal ini tentu saja memberi angin segar kepada kelompok-kelompok radikal untuk terus melakukan tindakannya karena merasa mendapat dukungan dari sebagian elit negeri ini. Bahkan peristiwa tragedi kemanusiaan yang diakibatkan tindakan radikalisme dijadikan sebagai senjata menyerang kepemimpinan pemerintahan yang berkuasa tanpa peduli dengan penderitaan anak bangsa yang menjadi korban kebrutalan tindakan terorisme.

Seharusnya mereka sebagai satu kesatuan unsur pemerintahan Negara bersama-sama membangun sinergitas mewujudkan kewajiban Negara melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia tanpa terkecuali. Menghadirkan Negara untuk memberi rasa aman bagi warganya dan menjamin kebebasan warganya dalam memeluk agama yang diyakininya dan beribadah menyembah Tuhannya.

Perubahan yang terjadi dengan cepat bahkan peristiwa di suatu Negara begitu cepat mempengaruhi kehidupan di Negara lain akibat globalisasi. Anthony Giddens (2000) menamakan globalisasi sebagai “The Runway World” di mana perubahan-perubahan di berbagai bidang khususnya perubahan social di suatu Negara akan berpengaruh secara cepat terhadap Negara lain.

Demikian pula pandangan Kenichi Ohmae (1995) bahwa globalisasi akan membawa kehancuran Negara-negara kebangsaan. Dalam kaitan itu, A.M. Hendro Priyono mengatakan bahwa di era globalisasi Negara-negara yang mengembangkan proses demokrasi akan mendapatkan tantangan yang sangat hebat, terutama terorisme yang menyalahgunakan kesucian agama (2007). Ledakan bom di 3 (tiga) gereja di Surabaya pada Minggu, 13 Mei 2018 menjadi bukti untuk ke sekian kalinya.

Sebagai Negara bangsa yang plural, Indonesia tengah berada di pusaran arus globalisasi yang akan mempengaruhi pola pikir anak bangsa dalam memandang kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam era globalisasi di dalamnya melekat proses transformasi sistem nilai yang tidak akan pernah dapat dibendung dan akan terus berlanjut sejalan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (Jakob, 1988).

Munculnya kelompok-kelompok eksklusif berdasarkan pada sentimen primordial sehingga pada gilirannya berbagai konflik yng bersifat horizontal sering dan cenderung mudah terjadi di seluruh Indonesia. Penyebab utama timbulnya krisis kebangsaan disamping hal kesejahteraan yang telah disinggung diatas juga nilai-nilai Pancasila tidak lagi digunakan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara serta bermasyarakat sehingga Pancasila hanya sekedar formalitas tanpa makna.

Dalam konteks ini Pancasila sebagai perekat kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat seharusnya perlu terus ditingkatkan pemahaman dan implementasinya guna pembentukan jati diri bangsa. Pancasila beserta nilai-nilainya sebagai pandangan ideology dan hidup bangsa harus terus diamalkan dalam setiap sendi kehidupan berbangsa dan bernegara serta bermasyarakat, sehingga kita dapat membuat konsep kebangsaan yang tepat untuk masa depan.

Globalisasi idealnya dimaknai dan dimanfaatkan untuk memperkuat kebangsaan kita walaupun disadari ia juga menjadi ancaman serius terhadap eksistensi kehidupan berbangsa dan bernegara. Dibutuhkan kearifan, keteladanan, solidaritas, gotong royong, keadilan, supremasi hukum (equality before the law), kesejahteraan sehingga seluruh anak bangsa merasa memiliki dan bertanggungjawab menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Ivana Meiske Ayuntowe

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Mahasiswa Psikologi Universitas Brawijaya

CLOSE