Untuk Kamu yang Berusaha Melupakan Dia, Sang Pembuat Luka di Hati

Tidak ada yang mengatakan jika melupakan seseorang yang pernah berarti dalam kehidupan kita adalah mudah, termasuk seseorang yang dengan keberartiaannya turut menorehkan luka. Logikanya, semakin dalam dan banyak luka yang ditorehkan seseorang itu, kita akan semakin mudah melupakan. Tapi faktanya? ada saja yang tak mampu melupakan, bahkan masih menganggap seseorang itu berarti. Mungkin lebih tepatnya berarti atas lukanya. Bahkan keberartian itu membuat kita tanpa sengaja menjauhkan atau menutup diri dari seseorang yang baru untuk datang. Padahal, bukan tidak mungkin, membiarkan seseorang baru datang dapat membantu mengobati luka yang kita rasa? Ya, hanya sekedar membiarkan, bukan berarti menerima. Karena pada hati yang belum tuntas, menerima seseorang yang baru itu belum pantas, hanya akan melukai dia. Ada baiknya, menyelesaikan yang lalu, kemudian menerima yang baru, lebih baik bukan?

Advertisement

Perihal luka, terkadang kita bersi keras menjadikan luka sebagai senjata untuk melupakan. Kenyataanya, tanpa kita sadari, senjata itu telah masuk ke dalam ingatan lebih dalam lagi. Lantas kalau sudah begitu, apa usaha melupakan berhasil?

Ada beberapa yang melupakan dengan cara menghapus semua foto, video, dan segala apapun bukti kenangan. Ya, itu memang langkah yang tepat, tapi tidak untuk menghapus pertemanan juga dong? Mungkin kita berfikir, dengan menghapus hubungan pertemanan baik di dunia maya ataupun dunia nyata dengannya adalah langkah yang tepat, kenyataannya, tanpa kita sadari, lambat laun kita justru akan ditumbuhi rasa ingin tahu. Penasaran dengan kabarnya, keadaannya, dan perubahan hidupnya. Lantas kalau sudah begitu, apa usaha melupakan berhasil?

Ada juga yang memilih melupakan dengan cara menyerang. Mungkin kita berfikir, dengan menyerang, mengumbar kejelekan dia, melukai dia, dan apapun yang kita lakukan demi membuat dia terluka, akan membuat kita melupakan. Bukankah dengan cara seperti itu justru kita akan semakin keras mengingatnya? Lantas kalau sudah begitu, apa usaha melupakan berhasil?

Advertisement

Semakin keras kita berusaha melupakan, semakin lekat pula dia dalam ingatan. Tidak perlu berusaha melupakan. Apalagi menghabiskan banyak waktu dalam prosesnya. Terlalu sayang hidup kita kalau hanya diisi dengan usaha melupakan seseorang yang sebenarnya tak layak lekat dalam ingatan. Masih banyak hal yang harus kita lakukan dari sekedar melupakan si pembuat luka di hati. Semakin kita menunjukan usaha melupakan dia, maka akan semakin menurunkan kualitas diri kita. Rugi dong? Sudah terluka, lalu menurun pula kualitas diri kita.

Ahhh.. jangan sampai itu terjadi. Justru dengan luka, kita harus mampu meningkatkan kualitas diri. Seperti tanaman yang harus di lukai terlebih dulu sebelum akhirnya tumbuh subur.

Advertisement

Jangan sia-siakan waktu kita hanya untuk melupakan si pembuat luka di hati. Usaha melupakan hanya akan mencemari kedamaian dalam hidup kita dan merugikan hari – hari kita. Usaha melupakan hanya akan menjadi usaha yang sia-sia.

Lantas bagaimana ketika si pembuat luka selalu membayangi kita?

Selalu menghantui dan menjadikan luka terasa semakin menyakitkan?

Bukankah hal terbaik yang harus dilakukan adalah melupakan?

Guys,

Kita tidak perlu melupakan, hanya cukup menerima.

Menerima kenyataan kalau dia telah membuat luka dan sudah tak lagi sama. Menerima kalau hati kita terluka dan kita harus menyembuhkannya. Menerima kalau keadaan tak sesuai dengan yang kita harapkan. Dan menerima kalau hidup harus terus berjalan.

Kita tak perlu menjadikan luka sebagai senjata, yang harus kita lakukan adalah mengobati luka itu dengan cara apapun tanpa mengaitkannya dengan dia. Bukankah seseorang yang terluka karena pisau pun akan fokus mengobati luka daripada memerhatikan pisaunya?

Tetaplah berteman dengan dia.

Terkesan sulit dan membutuhkan waktu lama untuk dapat kembali berteman dengan si pembuat luka di hati. Tapi dengan tetap berteman, kita tak perlu memiliki rasa ingin tahu tentangnya, kita tak perlu diselimuti rasa penasaran tentang keadaannya. Dengan tetap berteman, lambat laun luka itu akan terasa membaik. Kita pasti membutuhkan waktu lama untuk menjalin pertemanan itu, tapi waktu untuk menjalin pertemanan tentunya tidak selama waktu untuk melupakan. Berteman bukan harus selalu berbincang lama kan? Cukup tersenyum dan menyapa saat berjumpa. Tak perlu juga memberikan reaksi pada setiap postingan dia di media sosial kan? Cukup hanya melihatnya. Keadaan seperti itu akan lebih baik, daripada kita menghapuskan pertemanan.

Tidak perlu menyerang. Kalau kita menyerang, itu akan menunjukan bahwa diri kita tak jauh berbeda dengan dia. Biarkan saja, bukankah Tuhan selalu berbuat adil? Dengan kita menyerang, sama saja kalau kita tidak percaya pada keagungan Tuhan. Jangan kotori diri kita dengan hal yang sebenarnya tidak akan memberikan keuntungan sedikitpun kepada kita. Karena luka tidak akan sembuh hanya dengan menyerang si pembuat luka, bahkan kalau serangan itu tidak tepat, luka akan semakin dalam atau bahkan meninggalkan luka baru.

Maafkan…

Tentu semua orang juga tau, bahwa kunci kedamaian dalam hidup salah satunya adalah memaafkan. Seringnya, lisan mengatakan kita memaafkan, tapi kenyataannya, hati masih merasa terluka dan enggan memerbaiki keadaan. Bahkan tak sedikit yang lisannya mengatakan memaafkan, tapi fikirannya masih dibuat mengingat hal-hal yang menjadi penyebab permintaan maaf itu terjadi. Itu berarti kita masih belum memaafkan. Atau kita sekedar belum paham tentang arti memaafkan.

Memaafkan adalah menerima. Maafkan saja dia. Tak perlu mengotori hati dengan ketidakmampuan memaafkan. Jangan salah… tidak pula ada yang mengatakan memaafkan itu mudah, tapi tidak memaafkan hanya akan menambah kesulitan pada kita. Semakin lama memaafkan, maka akan semakin lama merasa kesakitan. Dengan memaafkan, bayangan dia dan luka itu pun akan terhapus dengan sendirinya.

Percayalah, dengan menerima, kehidupan kita akan terasa lebih mudah.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Sederhana dan fleksibel. Berkarya bukan karena bisa, tetapi suka.

2 Comments

  1. Armita Permatasari berkata:

    Susaaahhh sekaliiiiii tuk melupakann si perusak hati…..terlalu baxk kenangan indah.. dan dia layakx yak tahu diri

  2. Hana Resty berkata:

    Terimakasih atas artikelnya.. Jadi bisa intropeksi diri lgi… Mungkin sebaiknya begitu, setelah di pikir baik2 dengan kepala dingin.. Apa lagi dengan problem yang saya alami, yaitu harus berpisah karena berbeda agama.. Memang awalnya saya seperti yg di ceritakan pada artikel itu.. Sebenarnya kuncinya itu harus menerima keadaan dan berani menerima kenyataan..
    Semoga bermafaat buat kita.. ?

CLOSE