Yogyakarta itu Kenangan yang Terbuat dari Rindu

Artikel ini sebuah perjalanan hidup. Perjalanan hidup yang menjadi sebuah rutinitas. Bisa setahun, dua tahun, bahkan ada yang sudah dua belas tahun dan masih berlanjut, tergantung masing-masing orang yang menjalani. Ini adalah cerita anggota komunitas PJKA (Pulang Jumat Kembali Ahad). Ada banyak tujuan kepulangan masing-masing komunitas, tetapi untuk artikel ini kita akan ceritakan sebuah kota yang istimewa, Yogyakarta.

Uang. Itulah satu-satunya alasan mereka berpisah dari Yogyakarta. Demi penghidupan yang lebih baik. Mereka meninggalkan Yogyakarta, keluarga, dan kenangan masa kecil. Tapi mereka berjanji, akan berusaha pulang setiap Jumat setelah pulang kerja. Banyak moda transportasi yang di gunakan, tetapi kereta api menjadi pilihan favorit pulang. Itulah menjadi salah satu alasan bagi wisatawan yang akan berkunjung ke Yogyakarta di weekend akan kesulitan mendapatkan tiket kereta bila tidak direncanakan jauh-jauh hari. Hal ini dikarenakan para pejuang PJKA sudah memiliki channel rutin untuk membeli tiket. Bahkan ada beberapa orang yang mempunyai spot-spot tertentu untuk mendapat posisi tiket.

Kita akan bercerita dari awal, dari pemesanan tiket. Anggota komunitas akan meminta koordinator untuk menyediakan tiket PP setiap minggunya, tentunya ada biaya administrasi untuk itu. Tiket akan diberikan kurang dua jam dari keberangkatan. Bagi yang tidak jadi pulang, ada dua solusi yaitu cancel tiket ke PT KAI dengan konsekuensi dipotong 25% dan dikembalikan satu bulan berikutnya atau dijual ke sesama komunitas dengan harga sesuai tiket dengan konsekuensi meminjamkan kartu identitas. Kebanyakan memilih pilihan kedua, karena uang akan didapat dihari itu juga dan tidak ada potongan.

Perlengkapan untuk perjalanan di kereta pun tidak main-main, mirip perlengkapan naik gunung. Ada buff / penutup hidung dan mulut, bantal tiup, kaos kaki, sleeping bag, matras atau kalau ada yang praktis memakai kardus atau Koran. Semua perlengkapan itu untuk tidur di lantai kereta. Iya, tidur di lantai kereta dengan cara yang tidak biasa. Mereka akan menata perlengkapan tidur saat selesai pemeriksaan tiket, masuk ke bawah kursi sehingga penumpang yang dihadapannya akan mengangkat kaki dan diselonjorkan di kursi penumpang yang tidur di bawah kursi. Hambatan bagi penumpang yang tidur di bawah kursi adalah ruang yang sempit untuk bergerak.

Kereta yang ditumpangi anggota komunitas dan tentunya penumpang lain berangkat jumat malam dan sampai Yogyakarta di hari sabtu pagi. Untuk kereta ekonomi, tujuan akhir adalah stasiun lempuyangan. Begitu kereta berhenti, banyak orang yang bergegas bahkan berlari keluar stasiun. Ada yang sudah kangen dengan keluarganya, ada juga yang berburu moda transportasi lain untuk ke kota tujuan, misal Solo atau Klaten.

Para anggota komunitas hanya punya waktu di kampung halaman sampai minggu sore untuk bercengkrama dengan anggota keluarganya. Minggu sore, mereka harus bergegas ke stasiun Lempuyangan untuk kembali ke Jakarta, kembali mengumpulkan rupiah untuk keluarga. Saat saya bertanya kepada mereka, kenapa keluarganya tidak diboyong ke Jakarta saja, sehingga mereka bisa bertemu keluarga mereka setiap hari. Jawaban mereka banyak dan beragam, tapi ada satu hal yang sama. Mereka selalu rindu Yoyakarta, selalu rindu makan gudeg di Yogyakarta, makan nasi kucing di angkringan, bertemu dengan tetangga yang akan menyapa bukan cuek seperti di Jakarta. Jawaban sederhana yang membutuhkan perjuangan dan pengorbanan yang tidak sedikit.

Mimpi untuk kembali ke Yogyakarta dan menetap disana selalu ada. Tetapi sambil menunggu itu terjadi, biarlah rutinitas ini tetap dijalani. Harapan untuk pemerintah lewat PT KAI pastinya ada. Penyediaan fasilitas yang baik dengan harga yang terjangkau menjadi doa prioritas karena anggota komunitas setiap minggu pasti naik kereta. Hitung-hitungan kasar, saat ini butuh minimal 250.000,- untuk sekali PP dengan kereta ekonomi. Artinya butuh satu juta rupiah dalam sebulan, dan perlu diingat itu adalah budget minimal.

Apapun bentuknya Yogyakarta dulu sekarang dan nanti, pulang ke Yogyakarta memang pantas diperjuangkan walau Cuma sehari saja.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

3 Comments

  1. Riska Wulandari berkata:

    yuk ke sana again Rey