Zamannya Suarakan #MerdekaTapi Hanya Lewat Status WA

"Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri." Ir. Soekarno.

Advertisement

Kita pasti tidak asing dengan sepenggal kata mutiara dari Bung Karno tersebut. Menjelang kemerdekaan Republik Indonesia, tiba-tiba sering bermunculan kata mutiara dan banyak fakta yang dihadirkan oleh berbagai macam sumber di media sosial. Setiap akun di media sosial seolah mendeklarasikan diri untuk memberikan informasi terbaik dan terunik sehingga menarik para penikmat dunia maya. Tak lupa, fakta dan kata mutiara dikemas secara ciamik sehingga menghasilkan bacaan yang cantik nan menarik.

Bukan tanpa alasan, media sosial menjadi tempat berbisnis yang mudah dan bisa dilakukan oleh siapapun dimana pun dan kapan pun. Momen kemerdekaan seringkali identik dengan upacara bendera diikuti oleh beberapa lomba. Entah tradisi dari mana dan kapan. Faktanya tradisi itu berhasil menyentuh seluruh lapisan masyarakat Indonesia hingga sekarang.

Pagi itu aku mengikuti upacara bendera di sekolah yang kebetulan berada dalam barisan bersama dewan guru. Saat itu barisan berada di samping tiang bendera. Waktu itu untuk pertama kalinya, aku merasa terharu pada momen pengibaran Sang Merah Putih. Berkibar tertiup angin, ditambah alunan lagu kebangsaan Indonesia Raya membuat hati dan mata membayangkan perjuangan para Pahlawan terdahulu. Selama jalanannya proses upacara, kuamati banyak siswa yang tidak lengkap atributnya. Beberapa ada yang terlambat. Ironisnya sebagian besar adalah siswa putra. Kenapa kusebut ironi? Dulu, pada zaman penjajahan, para lelaki keluar berjuang, berperang, rela berkorban, menumpahkan darah, tak peduli nyawa.

Advertisement

Sekarang, jangankan berperang, pakai atribut topi saja tak mau. Padahal hari sebelumnya sudah diingatkan oleh dewan guru bahwa esok akan diadakan upacara peringatan kemerdekaan. Hal sepele seperti ini yang masih dipelihara beberapa siswa sekolah. Sudah tak ikut berjuang, diminta memperingati dan menghormati para pejuang pun tak mau. Atau bahkan, tak ada rasa bersyukur kita diberi kesempatan hidup setelah masa penjajahan. Bersyukur karena kita tidak perlu berjuang dan berperang untuk tidur nyenyak di tanah kelahiran. Bersyukur karena kita tidak perlu bersembunyi demi mendapat hak dalam pendidikan.

Ketika upacara selesai, kemudian kubuka smartphone-ku. Ternyata ada beberapa pesan dari teman. Beberapa grup WA membahas mengenai hari kemerdekaan. Beberapa yang lain silent tanpa pembahasan. Seketika kugeser ke arah status. Terlihat sekilas status-status dari teman yang semuanya upload mengenai hari merdeka. Ada yang upload gambar hasil download dari media sosial lain, ada yang rela mencari foto mereka bersama bendera merah-putih, ada pula yang membagikan kegiatan upacara bendera di instansi masing-masing, dilanjutkan dengan merekam memori peringatan hari kemerdekaan seperti beberapa lomba pada daerah mereka.

Advertisement

Meriah. Sambutan hangat. Itu yang pertama kali kupikirkan. Status WA seketika pada hari itu penuh dengan untaian kata dan gambar bermakna kemerdekaan. Luar biasa cara masyarakat sekarang dalam merespon hari kemerdekaan. WA menjadi media komunikasi yang banyak dipakai oleh masyarakat pada zaman ini. Dulu WA memang hanya aplikasi android yang memberi kemudahan penggunanya dalam melakukan komunikasi. Difasilitasi dengan adanya grup yang lebih efektif melakukan diskusi tertutup. Seiring berkembangnya sambutan masyarakat, WA menambah fitur baru berupa update status.

Memang tak ada yang salah dengan status tentang kemerdekaan. Yang akan diangkat pada tulisan ini adalah makna kemerdekaan pada hubungan pertemanan.

Teman. Ada teman lama, teman baru, kenalan lama, kenalan baru. Tanpa bertemu dan bertatap muka, kita masih bisa mengetahui kabar dari teman lama. Bukan hanya kabar, kegiatan keseharian mereka pun bisa kita pahami bahkan bisa hafal. Yang pada saat bertemu belum tentu menjadi bahan obrolan. Melihat kabar lewat status. Menilai sifat lewat tipe postingan mereka. Beragam respon diberikan pada tiap status. Atau bisa dibilang "multitafsir status". Ketika pembuat status bermaksud menyampaikan pesan A, namun pembaca status menafsirkan menjadi B atau bisa jadi C, bahkan D. Tidak apa jika menafsirkan dalam bentuk positif. Bahayanya jika cenderung ke arah negatif. Atau kita kenal dengan istilah "julid". Perasaan seperti ini sulit dihindari. Satu-satunya cara menghindari prasangka buruk adalah tidak melihat status-status yang terindikasi menuju ke arah 'negatif'.

Merdeka. Kemerdekaan dalam hubungan teman WA menurutku ketika kita membaca pesan atau status, kita always be positif. Prasangka baik. Tak ada perasaan 'julid' ataupun prasangka buruk. Dari segi pembuat status, bisa merdeka jika pembuat status menggunakan fitur ini dengan baik. Hindari ujaran kebencian atau luapan emosi. Bukankah itu privasi? Harus ada batasan privasi diri, dan privasi WA. Ada masalah? Selesaikan pada orang yang bersangkutan, jangan saling lempar opini lewat publik. Itu hanya akan membuat publik banyak berprasangka, tidak menyelesaikan masalah. Kemerdekaan berbeda cara memperingatinya. Boleh saja. Asalkan hal wajib yang harus dikerjakan, tetap dikerjakan. Apa? Do the simple thing. Ikuti upacara, tunjukkan sikap layaknya pejuang, nyanyikan Indonesia Raya layaknya usai memperjuangkannya.

Indonesiaku, jayalah selalu. Kita memang berbeda suku, tapi tetap satu. Bukan agama maupun politik yang bisa memecahkanmu Jadikan perbedaan sebagai pemersatu. Panjang umur, Indonesiaku. Agar anak cucuku bisa menyaksikan indahnya pesonamu.

Dirgahayu Republik Indonesia ke 73.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

love my life

CLOSE