Media sosial saat ini memainkan peran penting dalam kehidupan sehari-hari. Beragam aplikasi kerap digunakan sebagai penunjang informasi, hiburan, atau mencari cuan. Masifnya penggunaan media sosial bahkan mampu menciptakan peluang pekerjaan baru yang semakin digeluti oleh banyak pihak.
Dinamisnya dunia digital nyatanya juga mampu memberikan kelebihan bagi karyawan, apalagi di masa pandemi seperti sekarang yang mayoritas pekerjaan daring bisa dikoordinasikan dari mana pun. Sebut saja kini banyak profesi yang tercipta dari fenomena media sosial, seperti social media specialist, vlogger, community development, public relation, content writer, digital marketing hingga moderator konten.
Kalau ngomongin profesi yang disebut terakhir, kira-kira kamu sudah tahu belum dengan proses pekerjaannya? Mereka yang bekerja di posisi ini bisa dikatakan sebagai garda terdepan sebelum suatu konten dipublikasikan. Kok bisa? Pasalnya, ia yang akan memutuskan konten mana yang layak terbit di suatu media sosial dan yang mana yang sebaiknya nggak diloloskan. Nah, daripada penasaran, kali ini Hipwee Premium akan membahas pekerjaan moderator konten beserta fakta yang jarang orang ketahui langsung dari pelakunya. Yuk, simak ulasannya!
Gusti Citra menceritakan kariernya sebagai konten moderator. Bermodalkan keberanian, ia mencoba pekerjaan ini meski belum punya pengalaman sebelumnya
Sama seperti para pencari pekerjaan pada umumnya, Gusti Citra atau yang lebih akrab disapa Citra bercerita bahwa ia sempat melakukan riset dengan bertanya kepada mereka yang telah bergelut sebagai konten moderator. Tak ada pengalaman di bidang terkait membuat dirinya semakin penasaran. Terlebih, ia mengetahui usai diberi tawaran oleh teman bahwa ada lowongan pekerjaan dengan posisi yang kedengarannya masih asing di telinga.
Kala itu, saat sedang berada di fase mencari pekerjaan yang sesuai, Citra memberanikan diri untuk melamar ke perusahaan terkait dengan posisi yang dibutuhkan. Sebenarnya, pekerjaan yang satu ini cukup berbeda dengan karier di masa lampau. Pasalnya, dahulu ia kerap terjun langsung ke lapangan. Namun, profesi yang satu ini justru menuntut Citra untuk menyelesaikan deadline di depan komputer atau PC.
Ungkapan “Kalau belum mencoba maka belum tahu hasil akhirnya,” mungkin sesuai dengan kegalauan yang dirasakan Citra. Kala itu ia mendapat banyak pandangan bahwa pekerjaan yang satu ini akan menguras waktu, tenaga, dan pikiran. Bahkan, ketika sesi wawancara dengan human resource (HR) sempat terlintas keraguan di benaknya akan pekerjaan teresebut. Namun, seiring berjalannya waktu, perempuan yang kini berusia 26 tahun tersebut dengan lantang menyebut bisa menjalaninya.
“Pas interview sama HR pun juga sempat ada ekspektasi ‘Aduh, bisa nggak ya aku ini?’ tapi pas sudah dijalani, oh gini ternyata, aku bisa, ya walaupun perlu proses adaptasi yang sangat panjang,” papar Citra menceritakan pengalaman pertama.
Menyaring konten ‘tak layak tayang’ di media sosial, pekerjaan ini menyelamatkan emosi pengguna, tetapi mengorbankan kondisi mental sendiri
Content moderator/ Illustration by Hipwee
Setiap pekerjaan memiliki risiko, termasuk menjadi seorang moderator konten. Nyatanya menyeleksi konten sebelum dilihat oleh pengguna merupakan hal yang mempunyai risiko tinggi. Setiap harinya moderator akan mendapat konten yang berbeda-beda, mereka harus siap dengan adegan yang tak diinginkan, bahkan kerap kali melihat kiriman mengerikan yang mengguncang mental. Bisa saja berupa adegan kekerasan, ujaran kebencian, sampai konten yang berhubungan dengan fobia, siap nggak siap harus mereka hadapi.
Kamu sedang membaca konten eksklusif
Dapatkan free access untuk pengguna baru!
Masa awal menggeluti profesi ini menjadi salah satu tantangan terbesar yang dialami Citra. Ia sampai merasakan perubahan yang menggangu kesehatan mental, yakni jadi lebih sulit untuk mengontrol emosi dan sering mengeluarkan amarahnya secara berlebihan. Belum lagi, moderator dituntut untuk berpikir cepat dan tepat memilih konten yang sesuai dengan kriteria. Mereka juga harus siap menghadapi aturan teknis moderasi yang bisa saja berubah sewaktu-waktu. Maka dari itu, mempunyai tim yang solid diharuskan supaya pekerjaan berjalan sebagaimana mestinya.
Rentan dengan faktor kesehatan mental, di sinilah peran perusahaan dalam menyeimbangi risiko yang diemban karyawannya
Seiring berjalannya waktu, Citra perlahan mulai bisa mengontrol emosi dan pikirannya usai setiap hari terpapar dengan konten tak dinginkan. Dalam hal ini, perusahaan juga mengambil andil dan tanggung jawab dari risiko yang diemban para pekerja.
Dijelaskan Citra bahwa konten yang masuk bisa sangat dinamis, sedangkan perasaan setiap orang tak bisa digeneralisasi. Maka, pihak perusahaan menyediakan sistem tracker di mana sebelum memulai pekerjaan mereka bisa mencurahkan kondisi batin dan fisik. Ini nyatanya juga berguna untuk mengetahui sejauh mana konten yang dilihat dapat berpengaruh dengan kondisi mood masing-masing pekerja.
Selain itu, moderator konten juga mendapatkan fasilitas Wellness Activity, mereka dikelompokkan dalam satu tim yang biasanya terdiri dari 5 sampai 8 orang untuk diskusi apa yang dirasakan saat itu, tak luput mereka didampingi oleh satu orang psikolog. Pekerja juga diberikan program Wellness Academy yang cakupannya lebih besar dan luas, bahkan bisa menjalin relasi dengan tim project yang lain. Dalam sesi ini moderator diberikan pengarahan dan diskusi dengan tema tertentu.
Sebab kondisi psikologis masing-masng orang tak sama, perusahaan juga memberikan layanan 1N1, dalam artian face to face dengan psikolog langsung. Para moderator bisa mengusulkan bahasan sesuai dengan kebutuhan, tak melulu tentang pekerjaan. Mereka bisa sekaligus konseling mengenal perasaan dirinya, hubungan, keuangan, hingga fobia akan sesuatu.
Di balik risiko yang tinggi, Citra menemukan tujuan mulia dari pekerjaan yang sekarang. Terlebih ia bisa mengetahui informasi lebih dulu dari siapa pun
Profesi Citra ini jika diibaratkan seperti polisi digital, yang mana ia harus menentukan konten yang aman dan yang terlalu bahaya untuk publik tahu. Sebagai garda terdepan, ia berperan penting untuk menciptakan sebuah tayangan yang ramah bagi psikologis pengguna. Meski memiliki risiko yang tinggi bagi diri sendiri, pekerjaan ini nyatanya membuka pikirannya secara lebih luas. Mereka bahkan sudah tahu informasi lebih dahulu sebelum orang lain.
Punya koneksi dengan moderator negara lain tentu membuat pandangan terhadap sesuatu jauh lebih beragam. Belum lagi perusahaan yang mendukung kesehatan mental pekerja dengan beragam fasilitas. Mereka juga bisa memilih untuk tetap produktif dengan mengikuti beragam kegiatan, misalnya bergabung menjadi anggota badminton, zumba, hingga futsal yang disediakan kantor.
Wah, menarik banget ya kalau sudah ngomongin tentang moderator konten. Fasilitas yang lengkap juga diimbangi dengan beban kerja dan risiko yang tinggi. Namun, percayalah bahwa di balik pekerjaan yang kamu tekuni pasti ada hal baik yang bisa diambil sebagai pembelajaran. Nah, buat kamu yang tertarik menjajal profesi yang ‘milenial’ abis, moderator konten bisa menjadi pilihan yang tepat. Kalau kata Citra, “Yang penting coba aja dulu!”
Baca sepuasnya konten-konten pembelajaran Masterclass Hipwee, bebas dari iklan, dengan berlangganan Hipwee Premium.