Realitas Kerja di Start-up yang Katanya Seru dan Keren, tapi Rawan Lay-off. Emang Benar?

“Lo, kok gini?”

Celetukan seorang teman cukup membuatku mengalihkan perhatian dari depan laptop. Ternyata, temanku baru saja membaca berita tentang banyaknya start-up yang gulung tikar dan akhirnya melakukan PHK karyawan. Fenomena ini terjadi dalam waktu berdekatan.

Bagi temanku, kabar pemecatan kerja di start-up terasa sebagai hal yang aneh. Kerja di start-up memang penuh ketidakpastian atau ketidakstabilan, tapi dia nggak  sampai berpikir bahwa PHK besar-besaran bisa terjadi. Yang ada di kepalanya, PHK semacam itu hanya terjadi di pabrik besar.

Selama ini, temanku juga terlanjur berpikir bahwa kerja start-up adalah sesuatu yang serba keren. Bagaimana tidak? Seseorang bisa bekerja dengan jam atau tempat kerja yang fleksibel. Karyawannya punya kemandirian untuk mengatur jadwal kerjanya sendiri. Terpenting adalah pekerjaan beres tepat waktu. Pakaian kerja pun bebas, nggak formal. Belum lagi ngomongin gaji, berhembus kabar bahwa gaji pekerja start-up bisa mencapai nominal fantastis yang melebihi gaji pekerja BUMN atau perusahaan multinasional.

Nah, apa yang dipikirkan temanku tentang kerja start-up juga dipikirkan oleh banyak orang. Beberapa hal memang benar, tapi ada banyak sisi yang sebenarnya jarang diketahui orang. Ssst… Bekerja di start-up ada juga yang nggak se-wow itu kok. Coba deh simak ulasan ini agar kamu makin melek dengan realitas kerja start-up!

1. Identik dengan kerja santai, tapi kerja di start-up juga sangat dinamis

Realitas ini bisa jadi buruk dan bisa jadi baik. Biasanya perusahaan jenis ini masih di tahap berkembang dan bereksplorasi, jadi sering kali berubah, baik strategi, job desc, bahkan kadang jenis produknya. Akhirnya, pekerjanya harus lihai beradaptasi dengan perubahan. Sisi baiknya, pekerja memang terlatih untuk mengatasi situasi atau kondisi yang nggak menentu, SoHip. Akan tetapi, di sisi lain ketidakpastian ini membuat pekerja juga kelelahan sekaligus kebingungan di saat bersamaan.

2. Perubahan job desc juga rentan terjadi, pekerja harus ekstra untuk menyesuaikan diri dengan tugas baru

Berganti atau malah merangkap job desc lain sebenarnya bukan sesuatu yang baru di start-up. Fenomena ini bukan sesuatu yang baik karena menunjukkan pekerjaan tidak diorganisir dengan bagus. Namun, memang harus disadari, masih banyak perusahaan start-up, terutama yang masih kecil, menerapkan hal ini.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Tim Dalam Artikel Ini