Berlibur ke Belitung Nggak Harus ke Pantai. Bukit Peramun Bisa Jadi Pilihan Alternatif Kunjungan Menyenangkan!

Bukit Peramun Belitung

Setelah buku karya Andrea Hirata yang berjudul Laskar Pelangi diadaptasi ke layar lebar, Pulau Belitung mulai diperhitungkan sebagai destinasi wisata. Nggak hanya membuat masyarakat Belitung sadar akan potensi wisata yang dimiliki, film tersebut juga membawa dampak yang signifikan untuk pulau kecil ini. Salah satunya mulai diaspalnya jalan.

Advertisement

Kebanyakan wisatawan mampir ke Belitung karena terpesona keindahan alam tepi lautnya. Belitung memang punya pantai-pantai indah dengan bebatuan granit yang tersusun alami. Namun ternyata Belitung nggak hanya unggul dengan wisata pantainya. Pulau kecil yang pernah menjadi bagian provinsi Sumatera Selatan ini juga memiliki wisata hutan, yakni Bukit Peramun.

Desa para peramu obat dengan 147 jenis tanaman

Pemandu perjalanan di Bukit Peramun menjelaskan salah satu buah dari jenis pohon unggulan yakni pohon ulin (Foto: Luthfi/Hipwee)

Berada di ketinggian 129 mdpl wilayah Belitung Barat, tepatnya di Desa Air Selumar, Kepulauan Bangka Belitung, Bukit Peramun adalah kesejukan alami di tengah suhu Belitung yang cukup panas. Menjajal trek ke puncak cukup bikin nafas ngos-ngosan. Dikelola oleh komunitas lokal bernama Arsel dan dibina oleh Bank Central Asia (BCA), Bukit Peramun memiliki lebih dari 147 jenis tanaman yang di antaranya berkhasiat obat, 8 jenis anggrek dan 30 jenis lumut.

Menurut penuturan Ketua Komunitas Arsel sekaligus penanggung jawab Desa Binaan Bukit Peramun, Adie Darmawan (Adong), yang Hipwee temui dalam kesempatan menjelajah Bukit Peramun bersama rombongan Kafe BCA on the Road, Sabtu (9/11/2019), nama ‘peramun’ berasal dari kata peramuan. Kata peramuan sendiri diambil dari bukti sejarah bahwa pernah ada desa yang dihuni oleh para ahli peracik tanaman berkhasiat obat. Lokasi yang diduga tempat tinggal peramun tersebut kini menjadi wilayah konservasi dan tertutup untuk pengunjung umum.

Advertisement

“Menurut cerita, dahulu pernah berdiri semacam kampung kecil yang berlokasi di gubuk peramun atau lorong granit. Masyarakatnya sangat ahli meracik tanaman lokal yang berkhasiat obat. Hal tersebut diperkuat dengan penemuan bermacam tanaman berkhasiat obat di bibir lorong granit yang diduga dahulu adalah gubuk peramun,” ujar Adong.

Memiliki konsep unik meski jauh dari gimmick instagramable

Setiap jenis pohon yang ada di Bukit Peramun dilengkapi QR Code (Foto: Luthfi/Hipwee) via www.hipwee.com

Kalau kebanyakan destinasi wisata kiwari mengusung konsep instagramable untuk menarik pengunjung, Bukit Peramun cantik apa adanya. Adong mengatakan, unsur estetis paling murni dari alam hanyalah ketika manusia merawatnya. Lagipula dibutuhkan SDM yang banyak untuk bisa mengelola spot ala-ala tersebut.

Advertisement

Maka daripada itu, setelah diresmikan oleh BCA, Bukit Peramun mengusung konsep unik untuk tiap pengunjung. Pengunjung akan menemui setiap jenis pohon dilengkapi QR Code. QR Code tersebut akan mengantar kepada database yang dibuat oleh komunitas Arsel. Adong menginisiasi konsep ini karena merasa nggak semua pemandu bisa menjelaskan dengan baik setiap jenis pohon kepada pengunjung.

“Di setiap pohon ada barcode yang bisa diakses secara offline. Nanti akan keluar semua informasi seperti nama pohon, ciri fisik, dan manfaatnya. Kami mengonsepkan Bukit Peramun menjadi destinasi digital informasi terapan,” jelas Adong.

Rumah Hobbit, salah satu spot foto di kawasan Bukit Peramun (Foto: Luthfi/Hipwee) via www.hipwee.com

Kesuksesan pengurus desa dalam mengaplikasikan QR Code dan virtual guide, menghantarkan Bukit Peramun kepada penghargaan Indonesian Sustainable Tourism Awards 2019. Dengan penghargaan ini, Executive Vice President Corporate Social Responsibility (CSR) BCA Inge Setiawati menyampaikan optimismenya bahwa Bukit Peramun bisa berkembang secara optimal.

“Kami optimis Bukit Peramun dapat berkembang secara optimal, unggul, dan dapat turut meningkatkan ekonomi negara baik melalui wisatawan lokal dan mancanegara,” jelas Inge.

Meski mengedepankan konsep edukasi, kamu yang ingin foto-foto nggak usah berkecil hati dulu. Bukit Peramun tetap memiliki beberapa spot foto menarik, kok. Di antaranya ada rumah hobbit, jembatan merah, batu kembar dan mobil terbang. Mitosnya, jika kamu berhasil menyentuh dua sisi batu kembar, maka kamu akan cepat mendapatkan jodoh lho.

Bertamu ke rumah Tarsius, si nocturnal mungil nan langka

Tarsius. primata endemik Pulau Belitung (Foto: Luthfi/Hipwee) via www.hipwee.com

Di Bukit Peramun kamu bisa bertemu dengan Tarsius, si monyet hantu berukuran mini bermata belo. Primata endemik yang oleh warga Belitung disebut Pelilian ini berwujud sangat unik. Badannya menyerupai monyet dengan ekor panjang, dan ukurannya tak lebih besar dari anak kucing. Hidup sebagai nocturnal, Tarsius bisa memutar lehernya hingga 180 derajat. Mirip kayak burung hantu.

Karena populasi Tarsius yang sedikit, di Belitung kamu hanya bisa bertemu di beberapa lokasi saja. Salah satunya di Bukit Peramun. Adong mengatakan, di Bukit Peramun kurang lebih hanya ada 100 ekor Tarsius. Maka dari itu masyarakat desa sangat menjaganya. Pengunjung yang ingin bertemu Tarsius pun dibatasi hanya 3 kali dalam seminggu.

Untuk bisa menyaksikan Tarsius, waktu ideal adalah pukul 18.30 hingga 21.00 WIB. Karena menjelang malam Tarsius biasanya akan turun dari persembunyiannya untuk mencari jangkrik. Meski masuk dalam paket wisata, nggak setiap waktu pengunjung berhasil bertemu Tarsius. Pun kalau bertemu, ada beberapa syarat yang mesti dipatuhi pengunjung. Waktu mengamati Tarsius dibatas hanya 10 menit dengan jarak maksimal 1 meter. Pengunjung juga nggak boleh menyalakan lampu kilat ketika memotret.

“Kilat lampu dapat mengganggu penglihatan Tarsius. Matanya akan berair dan membutuhkan waktu untuk normal kembali. Dan kalau dikelilingi lama-lama, Tarsius bisa stress karena pola hidupnya yang cenderung nggak berkelompok,” jelas Adong.

Tarsius, primata endemik Pulau Belitung (Foto: Luthfi/Hipwee) via www.hipwee.com

Hipwee bersama rombongan Kafe BCA on the Road beruntung bisa bertemu seekor Tarsius, meski menjelang maghrib hujan menyemarakkan kesejukkan Bukit Peramun. Adong mengatakan Tarsius akan memilih bersembunyi di celah batu besar atau rimbun pepohonan kalau masuk musim penghujan.

Dalam kunjungan ke Desa Binaan Bukit Peramun Belitung, Executive Vice President Corporate Social Responsibility (CSR) BCA Inge Setiawati, mengatakan alasan BCA menjadikan Bukit Peramun sebagai desa binaan adalah karena pariwisata Belitung yang sangat potensial. Untuk memaksimalkan hal tersebut, BCA memfasilitasi SDM di desa binaan Bukit Peramun dengan berbagai pelatihan.

“Keseluruhan bentuk dukungan tersebut, baik secara materil dan non-materil diberikan untuk mendukung knowledge dan skill pengurus desa binaan Bukit Peramun agar semakin bertambah, sehingga mendukung kepercayaan diri mereka ketika melayani para pengunjung,” pungkas Inge.

Paket wisata di Bukit Peramun

Spot foto dengan latar lanskap hutan dan bibir Pantai Belitung dari kawasan Bukit Peramun (Foto: Luthfi/Hipwee) via www.hipwee.com

Kamu bisa menikmati 4 paket wisata di Bukit Peramun. Di antaranya, paket edukasi atau sekolah alam; trekking menikmati keindahan alam; cross country di jalur hijau selama 3 jam di hutan untuk menemukan 12 titik luar biasa; dan wisata Tarsius yang hanya dibuka 3 kali dalam seminggu.

Setiap pengunjung nantinya akan didampingi pemandu, sekalipun itu warga Belitung. Hal ini demi kelangsungan alam yang asri dan penyampaiaan edukasi yang tepat. Akses menuju Bukit Peramun cukup mudah dijangkau. Dari Bandara HAS Hanandjoedin Tanjung Pinang Belitung, kamu bisa menempuh perjalanan dengan mobil atau motor dalam waktu tempuh 20-30 menit.

Sepanjang perjalanan kamu akan dihibur oleh jalanan yang sepi lalu lintas dan rumah-rumah tanpa pagar. Keamanan, kenyamanan, dan kebahagiaan sepertinya bisa menjadi nyata di pulau Laskar Pelangi ini.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

CLOSE