Tentang Kamu yang Belum Ingin Menikah, Biarkan Tetangga Bicara. Memang, Mereka Tahu Apa?

Untuk kamu yang masuk generasi kelahiran tahun 90-an, pasti sudah familiar dengan pertanyaan “Kapan nikah?”. Sudah, segala jawaban terbaik sudah kamu siapkan untuk memuaskan rasa ingin tahu dan keisengan mereka. Dari intonasi hingga ekspresi wajah pun sepertinya sudah di-setting sedemikian rupa supaya tetap terkontrol.

Orangtua pasti sering menanyakan tentang rencana ke depanmu, pun pertanyaan untuk menikah nggak akan terlewat. Mereka menghargai segala keputusanmu. Kadang, yang banyak tanya dengan tujuan hanya sekadar ingin tau adalah tetangga. Kata-kata yang terlalu kepo ini kadang bikin kamu nggak enak. Coba tenangkan dengan beberapa memikirkan hal-hal ini. Supaya hati lebih tertata.

Untuk saat ini karirlah sedang kamu kejar. Menikah belum jadi prioritas utama

Karir masih nomor satu

Karir masih nomor satu via unsplash.com

Saat akan atau sudah memasuki usia seperempat abad, banyak hal yang ingin kamu dapatkan. Bahkan, keinginan itu sudah tertulis rapi di dalam wishlist. Mulai dari keinginan yang didapat dengan materi hingga untuk yang memenuhi kepuasan batin. Setelah lepas dari bangku kuliah, meniti karir adalah yang ingin kamu lakukan untuk saat ini. Menikah masih bukan jadi prioritas nomer satu yang ingin kamu wujudkan.

Selain itu, masih banyak hal yang ingin kamu wujudkan sebelum benar-benar diperisistri atau dijadikan suami. Membahagiakan orangtua dari jernih payah yang masih awal, bersenang-senang bersama teman terdekat pun juga ingin kamu rasa.

Karena kamu juga tau, menikah itu nggak murah. Modal yang harus dikumpulkan bisa dibilang cukup banyak dan butuh waktu. Pertimbangan lain yang pikirkan adalah satu kali saja untuk menikah. Menjadi dan mencari sosok yang pantas dijadikan pasangan idaman nggak didapat semalaman, lho. Ditunda satu dua tahun, apakah salah?

Mungkin tetangga iseng bertanya, sudah umurnya sih katanya. Apakah kesiapan diukur dari umur?

Bu Gito: Wah, dek Fira udah kerja ya? Akhir tahun nikah nih. Siap-siap nih dapet undangan.
Fira: Masih belum kok Bu. Hehehehe.
Bu Ani: Jangan belum belum terus lho, kalo udah lewat umur bahaya.

Obrolan ringan seperti ini pasti sesekali akan kamu alami. Ketika sedang hadir di pertemuan antar tetangga, salah satu hal yang berharap nggak akan terjadi, malah makin terang-terangan kamu rasa. Sebenarnya, pertanyaan yang dilontarkan oleh tetangga macan ini sekadar ingin tau.

Mungkin, mereka masih belum bisa menerima sepenuhnya tentang sedikit perbedaan mengenai usia saat menikah. Bisa didapati, anak muda saat ini punya standar sendiri untuk memutuskan kapan menikah. Apakah umur selamanya bisa dijadikan barometer kesiapanmu untuk menikah? Ingin rasanya balik tanya ke tetangga dan menanti jawabannya. Hehehehe.

Jangan jauh-jauh, saudara pun banyak yang kepo. Hmmm, senyuman adalah jawaban teraman

Pasti salah stu ada yang nanya

Pasti salah stu ada yang nanya via www.glogster.com

Tante Suheri: Minggu depan si Fitri nikah. Fira kapan nih?
Fira: Kapan-kapan tante. Hehehehe.
Tante Suheri: Eh udah ada calonnya? Orang mana? Kerjanya apa? Nggak duda kan?
Fira: *melipir*

Ketika orangtuamu ayem-ayem saja dengan keputusanmu untuk menikah kapan, penghuni rumah sebelah ikut heboh. Ada satu lagi pihak yang ikut meributkan, saudaramu. Ketika dipertemukan dalam acara keluarga, pasti obrolannya nggak jauh-jauh dari kuliah, skripsi, kerja, dan menikah.

Kadang, keingintahuan yang mereka punya melebihi orang HR yang mewawancarai kamu saat melamar kerja. Perhatian denganmu, pasti. Daripada rasa perhatian yang mereka berikan padamu berujung nggak enak, lebih baik kamu jawab dengan senyuman sambil melipir ajalah. Aman.

Dalam hati pun mulai risih. Yang menikah kan kamu, apa mereka mau ikut menanggung biayanya?

Mau ikut patungan nggak?

Mau ikut patungan nggak? via mirrorballic.tumblr.com

Nggak bisa dipungkiri, dalam hati kamu pun menahan diri supaya emosi tidak cepat naik. Kadang terbesit pertanyaan yang ingin kamu tanyakan ke mereka para tetangga….

“Tanya kapan nikah setiap hari. Mau ikut patungan buat sewa gedung? Hehehehe.”

Tenang, jika memang kamu punya nyali untuk menanyakan hal itu, mereka tidak akan menjawab iya dan menyanggupi. Sambil membayangkan saja sudah bikin senyum-senyum sendiri. Tenang, untuk saat ini jawab saja pertanyaan mereka dengan senyum misterius. Toh, jika kamu nantinya merayakan resepsi, para tetangga yang rajin menanyakanhal ini akan diundang juga.

Tahan dirimu, karena mereka tak tau apa-apa. Toh yang akan menjalani hidup hanya kamu dan dia nantinya

Kita

Kita via unsplash.com

Tak apa membiarkan mereka berbicara buruk tentangmu. Apakah tidak menyegerakan untuk menikah sepenuhnya buruk? Nggak juga sih. Pun jika kamu masih belum mau dibuat terburu-buru dengan pernikahan, ada alasan yang bikin kamu bertahan dengan status lajang di KTP. Walau sebenarnya pasangan sudah ada. Yang akan menjalani hidup setelah menikah adalah kamu dan dia. Tetangga nggak ikut-ikutan, kan? Ya sudah, tak perlu ambil pusing, karena mereka tak tau apa-apa. Jawab saja seadanya, tanpa melebih-lebihkan dan mengurangi.

Kunci jawaban paling ampuh menghadapi pertanyaan macam ini adalah “Doain secepatnya ya”. Ditambah senyuman, tak berkutik mereka

Smile :)

Smile 🙂 via soulfulchitra.com

Wajar jika kamu dibuat nggak nyaman dengan rasa ingin tau mereka. Pun sebaliknya, nggak salah juga jika beberapa tetangga dekatmu ingin tau perkembangan dari dirimu yang sudah cukup sukses dalam karir ini. Ada satu resep yang bisa kamu coba, supaya intensitas pertanyaan mereka ini bisa berkurang. Bahkan tuntas tanpa banyak tanya lagi.

“Doain aja secepatnya ya.”

Senyum jangan lupa. Supaya mereka sedikit menyesal sudah menanyakan hal yang cukup sensitif bagi yang masih lajang. Daripada jengkel, mending buat waktumu lebih berharga dengan kerja keras. Supaya bisa segera menikah dalam waktu dekat. Pertanyaan kepo mereka pun akhirnya terjawab, lalu berbahagia bersama di resepsi pernikahan. Uwuwuwuwu~

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Ketika seduhan hangat teh bertemu dengan quotes yang menyayat kalbu, tunggu di tempat absurd itu.