‘Sisi Gelap’ Mengasuh Anak Jenius; Adhara Pérez, Usia 8 Tahun tapi IQ-nya Melampaui Einstein

anak jenius dunia

Selain penampilan luar, orang kerap menilai sesuatu berdasarkan cara bersosialisasi hingga tingkat kecerdasan yang dimiliki. Nggak jarang, banyak yang menggunakan bahan candaan ‘IQ jongkok’ (yang sebenarnya nggak lucu) untuk menyindir secara halus bahwa temannya itu perlu waktu yang lebih lama dalam memahami sesuatu. Sedangkan yang cepat tanggap dianggap memiliki IQ yang tinggi. Padahal, sebenarnya tidak sesederhana itu lo!

Advertisement

Nama seorang anak berumur 8 tahun asal Meksiko, Adhara Pérez jadi terkenal setelah ia diketahui memiliki IQ yang lebih tinggi daripada Einstein dan Stephen Hawking.

Meski Adhara Pérez masih berusia 8 tahun, ia diketahui sudah mengambil dua gelar sekaligus di kampus online dan akan melanjutkan kuliah lagi setelahnya. Tak hanya Adhara Pérez, sebelumnya ada anak berusia 9 tahun blasteran Belanda-Belgia yang juga menggemparkan dunia lantaran lulus S1 Teknik Elektro padahal usianya baru 9 tahun. Sekilas mungkin mereka terkesan wah dan ‘sakti’ banget, padahal ada sisi gelap di balik kehidupan para anak prodigy ini. Pasalnya, jika salah penanganan efeknya bisa berbahaya. Eh, kenapa?

Adhara Pérez memiliki IQ yang lebih tinggi dari Einstein dan Stephen Hawking yang mencapai 160. Saat masih 3 tahun, ia didiagnosis terkena sebuah sindrom

Bacaannya sudah berbahasa asing!/ Credit: Amo Mama via news.amomama.com

Dilansir dari People , Adhara Pérez memiliki IQ sebanyak 162, berbeda tipis dengan Einstein dan Stephen Hawking yang memiliki IQ 160. Saat umurnya masih 3 tahun, Adhara didiagnosis mengalami Asperger syndrome, yang mana mencakup gejala autis, gangguan pertumbuhan, dan kesulitan untuk berkomunikasi dengan orang lain yang menyebabkan adanya gangguan bersosialisasi.

Advertisement

Sedihnya, Adhara juga menjadi korban perundungan karena dianggap sebagai seseorang yang aneh hingga ia harus mengalami depresi

Dulunya di-bully/ Credit: Info7 via m.info7.mx

Adhara akan sering dipanggil ‘aneh’ oleh teman-temannya. Bahkan suatu saat, ketika gadis ini bermain rumah-rumahan, teman-temannya menguncinya di dalam dan meneriakinya ‘aneh’ dari luar kemudian memukul rumah-rumahan kecil tersebut. Akibat dari perundungan tersebut, Adhara kemudian tenggelam dalam depresi dan tidak ingin berangkat ke sekolah lagi. Tak hanya itu, guru-guru juga mengatakan bahwa Adhara sering tidur saat kegiatan belajar mengajar berlangsung. Ia juga terlihat tidak tertarik dengan pelajaran.

Melihat hal ini, sang ibu akhirnya memilih terapi dan tempat belajar yang sesuai dengannya

Mandapat tempat yang cocok/ Credit: Youtube via www.youtube.com

Beruntungnya, bukannya memarahi atau memaksa sang anak untuk melanjutkan belajar di sekolah umum, Sanchez yang merupakan ibu gadis ini mencarikan sekolah yang menurutnya pas untuk Adhara Pérez. Ia melihat potensi anaknya saat di rumah. Namun, sebelum memilihkan tempat belajar yang tepat untuk anaknya, ia membawanya dulu ke terapi. Dari sinilah, IQ-nya yang sangat tinggi mulai terdeteksi. Akhirnya ia juga menemukan lingkungan untuk belajar mengajar yang bisa disesuaikan dengan kemampuan unik masing-masing siswa. Bayangkan kalau orang tuanya cuek atau malah nggak memahami kebutuhan sang anak, pasti bakal bahaya banget hasilnya.

Adhara Pérez akhirnya bisa menyelesaikan SD pada umur 5 tahun, SMP di usia 6 tahun, dan SMA di umur 8 tahun. Ia juga menyelesaikan dua gelar secara online yaitu di teknik industri dalam matematika dan rekayasa sistem.

Advertisement

Walau terlihat wow tapi anak yang spesial ini perlu mendapatkan perlakuan yang sesuai. Salah-salah justru ia semakin menderita

Harus disesuaikan/ Credit: Univision via www.univision.com

Meskipun terkesan unggul di beberapa hal, dilansir dari Read and Spell , orang yang jenius cenderung mengalami kesulitan untuk berteman sehingga merasa terisolasi dan memiliki kepercayaan diri yang rendah. Biasanya mereka akan bisa belajar sesuatu yang baru secara mandiri dan memiliki rasa penasaran yang tinggi. Anak-anak dengan kelebihan ini biasanya akan membuat progres yang terlalu cepat dibanding teman-temanya, sehingga banyak yang memasukkan anak-anak ini ke sekolah khusus agar lebih ‘nyambung’.

Masih dilansir dari sumber yang sama, untuk mengembangkan anak dengan bakat bawaan ini, orang tua harus bisa menyeimbangkan antara bimbingan emosional, pelatihan dengan strategi, dan akses untuk akomodasi. Pendekatan pun sebaiknya dilakukan secara individual. Orang tua juga sebaiknya tidak merasa bahwa menjadi jenius selalu berarti bagus hingga memaksa anak untuk bisa menjadi seorang bintang saat sudah dewasa.

Meskipun terlihat ‘wah’, jika anak jenius ini tidak mendapatkan pengarahan yang benar, kejeniusannya justru bisa menjadi bumerang untuk dirinya sendiri. Sehingga, bagian orang tua adalah memberikan akses pendidikan dan kesehatan mental yang paling sesuai dengannya. Semoga tulisan ini bisa menjadi pencerahan bagi kamu para orangtua yang punya anak-anak istimewa ya!

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Editor

An avid reader and bookshop lover.

CLOSE