Kisah Penantian Seorang Wanita

Hasil survey menunjukkan bahwa ada beberapa sikap atau respon orang yang masih melajang memiliki beberapa kecenderungan. Mungkin dia yang selalu terlalu murung dan tidak bahagia. Banyak hal yang mereka pikirkan dalam kondisi sendiri. Berikut diantaranya:

Advertisement

1. Hidup dalam ketidakbahagiaan karena tegang dan frustrasi

Biasanya kondisi ini tidak dialami oleh mereka yang berusia di bawah 17 tahun. Mereka yang pada poin pertama ini selalu berkeluh kesah dan sering sekali mereka meragukan dan melupakan bahwa Allah mengasihi mereka. Mereka selalu bertanya-tanya mengapa dalam hal yang lain Allah menjawab doa mereka tetapi ‘tidak’ dalam hal pasangan hidup. Orang-orang seperti ini tidak produktif dan tidak bahagia. Mereka sering menjengkelkan dan tidak menjadi berkat bagi orang lain.

2. Hidup menutup diri

Advertisement

Orang-orang dalam kondisi seperti ini selalu murung, tidak bergairah, dan penuh penyesalan. Bahkan ada beberapa orang yang benar-benar menutup diri dan tidak menerima lagi ada pria atau wanita untuk menjadi pasangan hidupnya.

3. Masa bodoh, cuek, dan tidak serius

Advertisement

Kondisi seperti ini biasanya terjadi pada mereka yang masih muda (di bawah 17 tahun).

4. Menerima status bujangan sebagai pembentukan Allah untuk menjadi pria atau wanita sejati

Dari empat poin diatas, poin keempatlah yang seharusnya menjadi pilihan kita, bukan yang lain. Dalam hidup ini ada ‘kelas-kelas’ pembentukan sebelum pernikahan. Ada orang yang dalam ‘kelas’ itu hanya tiga tahun dan setelah itu menikah. Ada juga yang lama dalam menjalani ‘kelas’nya. Tetapi semuanya menjadi waktu atau tempat dimana Tuhan membentuk kita menjadi pria atau wanita sejati.

Kita akan melihat I Korintus 7:1-15 dalam ayat per ayat.

Pada ayat yang pertama kita melihat ada jawaban Paulus atas pertanyaan orang Korintus tentang perkawinan, melajang, dan perceraian. Kita bisa menemukan pernyataan bahwa lebih baik bila tidak menikah. Bila kita melihat bagian yang lain pada I Kor 7 ini (ay 32-35), orang yang tidak menikah memiliki tiga alasan, yaitu memusatkan diri pada Tuhan, untuk fokus pada Tuhan, dan untuk melayani tanpa gangguan.

Jadi berbeda dengan orang yang tidak kawin dengan alasan yang lain. Bukan berarti ada larangan kawin pada bagian ini, karena kawin bukanlah dosa da bukan pula lebih ‘rendah’ posisinya dibandingkan dengan mereka yang tidak kawin.

Pada ayat yang kedua dijelaskan tentang bahaya percabulan. Jika karena tidak kawin pria/wanita jatuh dalam percabulan, lebih baiklah mereka kawin. (bd I Kor 6, tentang nasihat akan percabulan.) Pada ayat 3-4 kita melihat ada konsep tentang pernikahan. Pada bagian ini kita dapat melihat bahwa ada pemenuhan secara rohani dan jasmani antara suami isteri. Kata ‘memenuhi’ disini memiliki arti yang mirip dengan bayar hutang (bhs Yunani). Jadi ada konsep yang harus kita pegang sehingga keduanya bisa saling melengkapi. Ingat, hutang harus dibayar dan merupakan kewajiban. Ayat 5-6 adalah semacam peringatan yang mengatakan agar suami isteri tidak saling menjauhi. Jangan bertarak jika sudah menikah. Jangan ada penolakan di mana yang satu tidak ingin memenuhi, tetapi yang satu lagi ingin dipenuhi. Tetapi ada satu kelonggaran untuk bertarak-walaupun tidak harus demikian-di dalam hubungan ini. Tetapi kelonggaran ini harus memenuhi tiga syarat, yaitu harus disetujui bersama, bersifat sementara, dan memiliki tujuan rohani dan benar supaya mendapat kesempatan untuk berdoa. (bd Pengkhotbah 3:5, dan Yoel 2:15-16). Ada waktu-waktu yang baik untuk berpisah dengan pasangan untuk mendekatkan diri pada Tuhan Dalam ayat ketujuh kita melihat bagaimana pernyataan Paulus yang menga- takan alangkah baiknya bila semua orang seperti dirinya (melajang).

Tapi dalam hal ini, saya mengajak kita untuk berpikir jangan melajang sekedar melajang, akan tetapi kita harus memiliki alasan yang tepat. Mari kita lihat dalam Mat 19:11-12. Pada bagian ini kita dapat melihat alasan kenapa kita melajang dan bagaimana kita mengisi masa lajang kita. Kita dapat melihat, betul, bahwa kita melihat karunia Tuhan di sana. Tetapi yang sesungguhnya adalah, pertama, ada orang yang tidak kawin karena kelainan tertentu. Kedua, karena orang lain, mis trauma, sakit hati dll. Ketiga, karena kemauannya sendiri oleh karena kerajaan Surga. Jadi, pada bagian yang ketiga ini kita melihat ada orang, yang tentu saja dalam karunia Tuhan, dia memilih untuk taat. Demi ketaatan itu, dia menyerahkan dirinya sendiri. Dengan kata lain ada ketaatan yang melahirkan penyerahan diri demi kerajaan Allah.

Bagian dari ayat 8-9 ini mirip dengan ayat 1-2. Hanya saja pada bagian ini ada dijelaskan tentang ‘kawin’ dan ‘kawin lagi’. Jadi jelaslah ada yang single karena melajang, dan ada yang single karena sudah menjadi janda/duda. Bagi Paulus, orang-orang seperti ini lebih baik tidak kawin. Tetapi diingatkan lagi agar hal ini tidak dipaksakan, karena tidak ada nilainya dan yang muncul hanya kehangusan. Bila kebutuhan seseorang tidak terpenuhi secara emosional, hidupnya akan menjadi kacau. Jika demikian halnya, lebih baiklah mereka kawin. Kenapa Paulus menganjurkan agar mereka tidak kawin? Mari kita bandingkan dengan ayat I Kor 7: 26, 32-35 di mana dalam bagian ini menjelaskan bahwa banyak tugas yang harus diselesaikan dan tugas ini mendesak, yaitu pelayanan demi Kerajaan Allah yang harus segera dituntaskan.

Ayat 10-15 berbicara tentang perceraian. Mari kita lihat dahulu Mark 12:25 “Sebab apabila orang bangkit dari antara orang mati, orang tidak kawin dan tidak dikawinkan melainkan hidup seperti malaikat di sorga” . Dari ayat ini kita dapat melihat bahwa bila orang bangkit dari kematian, lembaga kematian akan dihapus atau terhapus dengan sendirinya karena lembaga ini bersifat sementara. Walaupun demi kian, perkawinan harus dijaga dengan penuh hormat. Jangan karena per- kawinan hanya ada di dunia, kita boleh semba- rangan. Ini tidak benar dan tidak Alkitabiah. Justru Alkitab mengajarkan bah- wa pernikahan itu harus dijaga dan dihormati (Ibrani 13:4). Dalam kondisi inilah, ketika pasangan saling menghormati dan menjaga, bukan saling menjatuhkan atau menyakiti, pernikahan memiliki martabat yang tinggi. Ada fakta berdasarkan survei pada tahun 80-an. • Di Inggris, 1 dari 3 perkawinan cerai. • Di AS >1 dari 2 perkawinan cerai, berarti yang satu lagi hampir cerai. Oleh sebab inilah kita sering melihat profil single parent di dalam film-film. Hal ini merupakan tindak lanjut dari konsep pernikahan yang salah dan dangkal. Di Indonesia juga, fenomena ini sudah mulai terjadi.

Mari kita lihat persoalan dan cobaan seorang lajang (dalam masa penantian)

1. Menolak diri sendiri.

Ada perasaan dimana kita ditolak karena penampilan kita yang kurang menarik dimana akhirnya kita menolak diri kita.

2. Merasa bersalah

Bisa terjadi kalau dulu kita memiliki standart yang terlalu tinggi dalam mencari pasangan hidup.

3. Hidup dalam kerapuhan

4. Mementingkan diri sendiri merasa begitu menderita sehingga harus diistimewakan

5. Kesepian

6. Dorongan-dorongan seksual

7. Kekhawatiran akan hari depan.

8. Gelisah bila menghadapi pria atau wanita

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Seorang wanita alumni Universitas Methodist Indonesia dan bertempat tinggal di Kota Medan. Silahkan singgah juga di blog saya juga ya : http://coretan-yunithalya.blogspot.com

CLOSE