Kondisi ekonomi di Indonesia seringkali dilaporkan terpuruk, angka kemiskinan tinggi, banyak kesenjangan sosial, utang negara pun menumpuk. Sederhananya, ini karena pendapatan kita tidak sebanding dengan pengeluaran. Pembangunan dimana-mana, impor ini itu, belum lagi korupsi yang merajalela. Padahal masyarakat tidak cukup mampu membayar pajak, sumber daya dalam negeri kurang dikelola dengan baik, dan sebagainya. Wajar kalau kemudian pemerintah memilih berutang kepada negara lain.
Sebagian dari kalian mungkin berpikir, kenapa tidak mencetak uang sebanyak-banyaknya saja? Toh, ini karena masalah kekurangan duit, ‘kan? Negara pun punya otoritas mencetak uang melalui Bank Indonesia. Dengan uang yang melimpah, utang jadi bisa dibayarkan, rakyat tidak lagi miskin, masalah ekonomi lain bisa terselesaikan. Tapi ternyata mencetak uang tidak sesederhana itu. Ada banyak aspek yang memengaruhi. Bahkan kalau negara nekat mencetak banyak uang baru, malah bisa bikin miskin! Lho kok bisa? Daripada penasaran mending simak ulasan Hipwee News & Feature berikut ini.
ADVERTISEMENTS
1. Kalau uang dicetak banyak dan dibagikan cuma-cuma, otomatis masyarakat jadi pegang banyak duit. Tapi kondisi ini malah bikin mereka makin konsumtif
Logikanya nih, jika setiap masyarakat di Indonesia tiba-tiba diberi uang Rp100 juta, mereka akan berubah jadi konsumtif dan membeli apa yang sebelumnya tidak bisa dibeli, misalnya aja mobil. Hal itu akan membuat permintaan mobil jadi naik. Otomatis produsen mobil bekerja keras meningkatkan produksi mobilnya. Kalau tidak mampu mengikuti permintaan pasar, ketersediaan mobil di pasaran jadi habis. Soalnya menaikkan jumlah produksi itu ya berarti harus menambah jumlah pekerja, upah mereka, dan lain-lain. Pada akhirnya juga sama aja toh?
ADVERTISEMENTS
2. Daya beli yang tinggi, akan membuat harga barang naik, bisa-bisa telur aja harganya 1 miliar/kg! Kondisi ini pernah dialami Zimbabwe lho
Untuk kasus mobil di atas, produsen sebenarnya masih punya pilihan lain, yaitu menaikkan harga barang jualannya! Dan tidak cuma berlaku untuk kendaraan saja, barang kebutuhan pokok juga bakalan naik gila-gilaan. Naiknya harga barang secara terus menerus ini nama “ekonomi”nya adalah inflasi. Salah satu negara yang pernah mengalami inflasi besar-besaran adalah Zimbabwe. Sejak 2008, mata uang negara ini terus mengalami keterpurukan. Di sana, harga telur aja bisa mencapai 100 miliar dolar Zimbabwe! Kebayang ‘kan ada berapa banyak uang yang beredar di sana…
ADVERTISEMENTS
3. Karena merasa punya banyak uang, orang jadi tidak lagi produktif. Jangan heran kalau dalam waktu dekat negara itu malah jadi miskin
Kita aja nih, mungkin kalau ditanya, apa yang akan kita lakukan kalau dikasih uang 1 miliar setiap bulan, jawabannya pasti santai-santai di rumah sambil nonton TV, liburan ke luar negeri, atau hal menyenangkan lainnya. Kita tentu tidak akan mau lagi bekerja, berbagai profesi jadi kehilangan pekerjanya, petani akan malas menanam padi, nelayan akan malas melaut, dan seterusnya. Negara jadi kehilangan produktivitasnya karena masyarakat jadi menggantungkan hidupnya pada impor.
ADVERTISEMENTS
4. Nilai mata uang di negara tersebut jadi turun, kebayang ‘kan gimana jadinya kalau uang sudah tidak lagi dianggap berharga?
Bukannya bikin kaya raya, mencetak terlalu banyak uang malah akan membuat nilai mata uang itu sendiri turun. Logikanya, bayangkan saat kamu belum bekerja, uang selembar 100 ribu akan terasa banget nilainya. Mau pakai aja harus mikir-mikir. Sekarang coba dibalik, apa jadinya kalau kamu mendapat uang 100 ribu secara cuma-cuma setiap hari, tidak perlu bekerja dan berusaha! Tentu nilainya akan turun kan. Uang tersebut tidak seberharga saat kamu masih sulit mendapatkannya.
Hal ini juga berlalu kalau suatu negara nekat mencetak terlalu banyak uang. Mata uang di sana malah turun nilainya. Ini karena harga barang juga ikut menyesuaikan jumlah uang yang beredar. Misalnya es cendol yang biasanya Rp10 ribu, melejit jadi Rp1 juta. Jumlah yang terlalu besar itu membuat uang jadi tidak berguna. Dulu, negara Jerman pernah merasakan kondisi ini. Kebanyakan mencetak uang membuat uang di Jerman tidak lagi berharga. Sampai-sampai banyak dijadikan pajangan di rumah, dibuang, atau dipakai menyalakan api! Gila, ‘kan…
Selain alasan-alasan di atas, mencetak uang juga tidak semudah yang dibayangkan karena untuk membuat uang baru butuh biaya produksi yang tidak sedikit. Uang yang akan dipakai jual beli harus memenuhi standar pembuatan yang ditentukan negara. Kalau uang kertas harus terbuat dari kapas kualitas terbaik, plus campuran bahan kimia agar uang tersebut awet. Nah, sudah paham kan kenapa mencetak uang baru bukanlah solusi terbaik mengatasi kemiskinan atau membayar utang negara ini?