6 Alasan Kenapa Banyak Sinetron TV Nggak Bermutu Belum Juga Kena Blokir. Lolos-lolos Aja Tuh~

Alasan banyak sinetron nggak bermutu nggak kena blokir

Tayangan TV nggak mendidik seperti sinetron cinta-cintaan, reality show saling ejek dan pukul, atau serial azab dengan judul bombastis, mungkin sudah sering jadi perbincangan banyak orang. Intinya satu, mereka sebenarnya sangat muak dengan tayangan yang jauh dari kategori berkualitas atau punya nilai edukatif itu. Sebagian lagi justru merindukan program-program lebih bermutu zaman dulu, seperti sinetron ‘Keluarga Cemara‘, atau acara anak-anak macam ‘Tralala Trilili‘.

Sudah tahu nirfaedah, tapi kenapa ya TV kita masih saja didominasi tayangan-tayangan nggak bermutu itu? Di sini kinerja Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) seolah dipertanyakan. Apalagi kemarin habis ribut-ribut boikot iklan Shopee gara-gara menampilkan paha mulus personel Blackpink. Iklan yang cuma tayang sementara dan berdurasi kurang lebih 1 menit itu pada akhirnya ditindak oleh KPI. Padahal kalau dibandingkan sinetron cinta-cintaan, ia bisa tayang sampai ratusan episode lo! Kali ini Hipwee News & Feature mencoba menelaah, 7 alasan kenapa masih banyak tayangan nggak bermutu belum juga kena blokir. Simak bareng deh~

1. Alasan pertama dan yang paling mungkin adalah masalah rating. Tahu sendiri ‘kan salah satu penyokong utama acara TV itu ya rating. Makin banyak penonton, makin tinggi rating

Tuh, sinetron jadi program favorit di Indonesia lo via marketing.co.id

Keberhasilan setiap acara di TV itu diukur dari jumlah ratingnya. Kalau penontonnya banyak, ratingnya bisa tinggi. Kalau ratingnya tinggi, biasanya program itu dinyatakan berhasil. Nah meski banyak warganet mengaku muak dengan sinetron azab atau talk show tanpa script yang cuma ‘haha-hihi’, nyatanya acara-acara TV seperti ini masih mendapatkan rating tinggi. Lah terus siapa yang nonton ya? Ya mungkin mereka yang tidak punya akses ke internet atau tidak mengetahui bentuk hiburan 24 jam ala  millennial seperti Youtube atau Instagram.

Nah bisa jadi penonton yang masih setia menonton TV hingga saat ini, tuh oke-oke aja atau bahkan puas dengan kualitas tontonan mereka. Pihak stasiun TV tentu nggak bakal serta merta menggantinya dengan program lain yang ratingnya belum tentu bakal setinggi itu. Mau diprotes kayak apa (oleh kita yang mungkin malah sudah nggak pernah liat TV lagi), selama KPI nggak memberi surat peringatan, ya mereka nggak peduli~

2. Masalah rating di atas berhubungan langsung dengan penyokong acara TV kedua: iklan. Dari mana bos-bos TV menggaji ribuan karyawannya kalau nggak dari pemasukan iklan?

Belanja iklan TV swasta via jabarnews.com

Suatu acara TV yang punya banyak penonton dilihat dari ratingnya itu jadi ‘harta berharga’ bagi stasiun-stasiun TV. Tentu saja buat dijual ke pemasang iklan. Logikanya, pemasang iklan ingin iklannya dilihat banyak orang. Kalau dia pasang iklannya di program yang sepi penonton, ya jelas sia-sia. Makanya, acara dengan rating tinggi ini bisa mendatangkan pundi-pundi rupiah. Banyak lo stasiun TV yang meraup triliunan per tahun cuma dari pemasukan iklan. Jadi jangan kaget kalau ada sinetron yang tiba-tiba tamat dengan ending nggak jelas, bisa jadi karena program itu nggak laku, makanya mending sekalian ditamatkan dan bikin acara lain yang kira-kira lebih diminati.

3. Alasan lain, mungkin saja karena biaya produksi acara-acara itu terbilang rendah. Namanya juga bisnis, kalau biaya produksi bisa ditekan tapi masih bisa menghasilkan, kenapa harus repot bikin yang lebih mahal?

Mungkin biaya produksinya juga rendah via klikharry.com

Kalau mau dibandingkan sama serial luar negeri yang berkualitas, tentu saja biaya produksi sinetron kita jauh di bawah mereka. Lihat aja dari latar tempat, properti, sampai script yang dibuat apa adanya. Maklum, sistem sinetron di Indonesia kan kejar tayang. Jadi mungkin rumah produksi nggak punya banyak waktu buat memikirkan konsep yang lebih berkualitas. Yang penting setiap hari bisa tayang.

4. Atau mungkin KPI memang cenderung “lunak” sama tontonan lokal ya? Kalau acara TV asing aja, sekalipun itu kartun binatang kalau ada tokoh yang pakai bikini langsung main sensor

Tokoh Sandy aja disensor 🙁 via www.yukepo.com

Karakter Sandy dalam kartun SpongeBob SquarePants jadi salah satu korban sensor KPI. Acara yang diperuntukkan bagi anak-anak itu nggak lepas dari pengawasan KPI karena si Sandy kedapatan pakai bikini. Padahal kalau lihat tayangan lain, banyak banget yang lebih parah, kayak artis-artis yang pakai baju mini di reality show, atau bintang tamu acara TV yang menampilkan gerakan sensual nan menggoda. Kalau ditiru anak-anak gimana??

5. Selain itu pengaduan dari masyarakat soal sinetron nggak bermutu masih cenderung ribet. Soalnya hasil screenshot doang nggak bisa jadi tolak ukur buat menilai konten secara keseluruhan

Risi nggak sih lihatnya 🙁 via www.boombastis.com

Di luar sana mungkin banyak masyarakat yang resah sama tontonan TV zaman sekarang. Tapi kebanyakan juga nggak ngerti harus mengadu bagaimana ke KPI. Biasanya kita juga cuma bisa mengeluh di media sosial. Padahal aduan yang datang dari medsos , khususnya soal sinetron, nggak bisa serta merta ditindak sama KPI. Bahkan hasil screenshot aja nggak cukup buat jadi bukti kalau konten itu benar-benar nggak mendidik. Mereka harus melihat secara keseluruhan, baru dianalisis dan diputuskan apakah memang tayangan itu layak diturunkan.

6. Kemungkinan lain, ya mungkin literasi masyarakat Indonesia cenderung masih rendah. Masih banyak banget orang yang suka tontonan ringan tanpa perlu mikir, semacam sinetron azab gitu

Sinetron azab yang tampilkan mayat dicor via medan.tribunnews.com

Segala tayangan nggak bermutu macam sinetron azab itu banyak ditonton karena menimbulkan rasa penasaran, tapi tetap ringan dan nggak mengajak buat mikir berat. Secara emosional juga lebih “menggelitik”, karena menyinggung ketakutan masyarakat selama ini akan azab Tuhan jika mereka berlaku menyimpang. Mirisnya, tayangan macam ini banyak banget peminatnya. Mungkin bisa jadi satu pertanda kalau mayoritas masyarakat Indonesia memang nggak suka mikir berat-berat.

Hmm, pelik juga ya masalah konten di TV ini. Gimanapun TV adalah lahan bisnis yang nggak bisa lepas dari yang namanya laba-rugi. Selama dianggap menguntungkan, pihak TV ya tetap bakal menayangkannya~

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

An amateur writer.