Media sosial telah menjadi bagian kehidupan kita. Hampir semua orang merasa perlu memilikinya untuk sekadar mencari informasi, berinteraksi, aktualisasi diri, bahkan mencari tambatan hati. Namun, nggak semua pengguna media sosial nyaman menunjukkan identitas diri saat mengungkapkan isi pikiran dan berinteraksi di dunia maya, sehingga banyak di antaranya yang memilih terhubung secara anonim.
Kamu mungkin sering menemukan akun-akun anonim tersebut di media sosial. Akun anonim adalah akun yang digunakan secara pribadi, tapi nggak menampilkan identitas si pengguna, mulai dari nama hingga foto profil. Ternyata alasannya bukan semata ingin menutupi identitas saja lo, beberapa orang mengaku punya alasan sendiri. Lalu, hal ini lebih banyak memberi keuntungan atau sebaliknya ya?
Beberapa orang punya alasan ‘keamanan’ dalam menggunakan akun anonim, dari aman stalking sampai melindungi diri dari kejahatan siber
Ilustrasi anonimitas | Photo by Tima Miroshnichenko from Pexels
Amelia adalah salah satu pengguna media sosial yang memiliki akun anonim. Kepada Hipwee Premium, ia mengaku membuat akun anonim untuk alasan yang terdengar sederhana: menghindari risiko salah pencet tombol “like” atau “love” saat menguntit (stalking) seseorang. Familiar kayak siapa?
Meski tujuannya menguntit di media sosial bukan untuk sesuatu yang negatif, Amelia tetap nggak mau kalau identitasnya diketahui oleh yang bersangkutan.
“Tujuan utama bikin second account pakai identitas palsu buat ngepoin akun orang lain dan antisipasi kalo seandainya kepencet “like” atau “love” secara nggak sengaja. Identitas aku nggak akan ketahuan,” kata Amelia diiringi tawa.
Berbeda dengan Amelia, Rahman Fauzi punya alasan berbeda saat memutuskan membuat akun anonim. Pemuda satu ini membuat akun anonim karena baru betul-betul memahami soal privasi data di internet. Ia menilai informasi diri yang diunggah secara lengkap ke media sosial bisa jadi amunisi bagi pelaku kejahatan siber.
“Awalnya saya nggak tahu soal privasi data di internet, makanya bikin akun asli dengan identitas pribadi. Akun anonim ini saya bikin sebagai bentuk perlindungan terhadap informasi dan data diri yang belum sempat terungkap di akun asli,” ujar Rahman.
Selain karena alasan tersebut, ia juga beralasan merasa bisa berekspresi dengan lebih luas, tanpa harus khawatir melanggar ekspektasi orang-orang akan dirinya. Ia juga merasa bisa melancarkan kritik tanpa khawatir diserang secara personal oleh pihak yang dikritik. Baik Amelia maupun Rahman sepakat kalau akun anonim lebih memberikan rasa aman dan kebebasan.
Tak hanya dua alasan yang disebutkan, ternyata ada juga alasan-alasan lain menurut penelitian
Alasan umum orang-orang yang bikin akun media sosial secara anonim | Ilustrasi oleh Hipwee
Rasa aman dan kebebasan yang dirasakan oleh Amelia maupun Rahman saat menggunakan akun anonim, sejalan dengan pendapat Aronson, Wilson dan Akert dalam buku Psikologi Sosial (2007), yang dikutip pengajar Fakultas Psikologi dan Kesehatan UIN Sunan Ampel Surabaya Tatik Mukhoyyaroh, dalam jurnal “Anonimitas dan Deindividuasi pada Remaja Pengguna Sosial Media”.
Disebutkan bahwa mereka yang bertindak secara anonim, memiliki kecenderungan untuk mengatakan sesuatu yang nggak pernah dikatakan sebelumnya pada saat identitas mereka diketahui. Sebuah penelitian yang dikutip Tatik dalam jurnalnya juga menyatakan bahwa dalam kondisi anonim, individu lebih konsisten dalam berperilaku dan mengekspresikan diri lo.
Alasan membuat akun anonim seperti disampaikan Amelia dan Rahman juga ditemukan dalam survei Youth Internet Governence Forum (Youth IGF) tahun 2013. Dalam laporan bertajuk “Global Perspectives on Online Anonymity”, Youth IGF menemukan sebanyak 65 persen responden yang terdiri dari 1.300 remaja di 68 negara, telah melakukan komunikasi secara anonim selama satu tahun terakhir.
Terdapat empat alasan utama mengapa para remaja tersebut memilih untuk anonim di media sosial, mungkin juga mewakili alasanmu membuat akun anonim nih. Apa saja?
Kamu sedang membaca konten eksklusif
Dapatkan free access untuk pengguna baru!
Alasan ini bisa dikaitkan dengan perlindungan informasi pribadi atau untuk mendapatkan ruang aman saat akan mencari bantuan dan saran tentang topik yang berpotensi memalukan, sensitif, atau bersifat tabu.
- Untuk melindungi reputasi
Sebagai manusia, kita kadang butuh sambat untuk sedikit melunakkan kehidupan yang keras. Sayangnya, kalau kebanyakan mengeluh, reputasi kita akan terpengaruh. Label “si tukang sambat” bisa jadi nempel tanpa kita ketahui. Akun anonim pun kemudian jadi pilihan untuk mengeluh di media sosial.
Menjadi anonim di media sosial bisa menyenangkan karena setiap orang dapat mengekspresikan diri tanpa takut dihakimi. Mereka yang punya akun anonim untuk fangirling, misalnya, akan paham betapa menyenangkannya bisa menggemari idola dengan bebas tanpa harus dinyiyirin dan dibilang lebay~
- Agar terhindar dari masalah
Kritik, sekalipun positif, bisa bikin pihak tertentu nggak senang. Di Indonesia, pengguna media sosial harus mewaspadai UU ITE dan doxxing. Maka, untuk tetap bisa menyampaikan pendapat yang bersifat kritis, orang-orang tak jarang memutuskan untuk menggunakan akun anonim.
Darhl M. Pedersen dalam jurnal “Psychological Functions of Privacy” turut mengungkap alasan lain mengapa seseorang memilih menjadi anonim. Alasan tersebut meliputi recovery yang melibatkan perenungan aktif terhadap situasi yang dihadapi, catharsis untuk mengekspresikan perasaan tak terhindarkan kepada orang lain, dan autonomy yang melibatkan kesempatan bereksperimen dengan perilaku baru tanpa mengkhawatir konsekuensi sosial.
Walau mengurangi berbagai risiko, anonimitas di media sosial memiliki potensi negatif yang sama besar dengan potensi positifnya lo
Ilustrasi anonimitas | Photo by Anete Lusina from Pexels
Meski ada banyak alasan masuk akal untuk seseorang bertindak anonim, anonimitas di media sosial nggak melulu diterima dengan baik. Sebagian orang malah berpendapat platform media sosial seharusnya melarang anonimitas dengan mensyaratkan identifikasi formal kepada penggunanya.
Pemerintah Rusia dan Tiongkok, seperti diberitakan BBC, dengan kontroversial bahkan melarang anonimitas di media sosial dan penggunaan VPN yang dapat digunakan untuk tujuan menyembunyikan identitas. Lo, kenapa?
Bukan tanpa alasan, hal tersebut karena anonimitas dinilai dapat berkontribusi pada penyebaran informasi yang salah atau hoaks, praktik cyberbullying, trolling, ujaran kebencian, dan berbagai bentuk kejahatan. Kekhawatiran sebagian orang terhadap anonimitas di media sosial ini sejalan dengan apa yang disampaikan Profesor Psikologi di Rider University, John Suler dalam jurnal “The Online Disinhibition Effect”.
Suler mengatakan anonimitas di internet dapat menimbulkan disinhibition effect, yakni menjadikan seseorang kehilangan kontrol dan cenderung lebih bebas dalam perilakunya di dunia maya.
Kebebasan dan kehilangan kontrol ini merupakan kombinasi yang ngeri-ngeri sedap. Sering, kan, kita melihat banyak akun anonim yang asal berpendapat jahat karena merasa nggak akan ada konsekuensi yang menanti?
Anonimitas di media sosial memiliki potensi negatif yang sama besar dengan potensi positifnya. Nggak sedikit pelaku cyberbullying yang bersembunyi di balik akun anonim. Namun, ada banyak orang yang benar-benar menggunakan akun anonim untuk alasan keamanan dan rasa nyaman. Aktivis yang vokal dan jurnalis yang mengungkap skandal perlu melindungi identitasnya demi keamanan, misalnya. Orang-orang yang ingin mengekspresikan diri, tetapi terhalang norma juga bisa merasa aman dengan anonimitas.
Akhir kata, semua orang boleh kok memiliki akun anonim. Ini bisa jadi pilihan jika ingin mendapat rasa aman dan kebebasan yang nggak mungkin dicapai dengan mengungkap identitas diri. Hanya saja, harus dicatat bahwa kita perlu mengontrol diri dalam setiap tindakan dan tetap berada dalam koridor yang positif.
Jadi, apa alasanmu bikin akun anonim hayooo?