Antara Ego & Maskulinitas, Pernyataan Ustaz Soal Sikapnya yang Kontra RUU PKS Ini Bikin Geram Publik

Pro kontra RUU PKS

Perjuangan disahkannya Rancangan Undang-undang (RUU) Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) nampaknya masih banyak menemui lika-liku. Bagaimana tidak, di samping adanya kubu yang terus mendorong pemerintah segera menggodok RUU ini, sampai saat ini juga masih banyak pihak yang kontra dan menolak adanya UU PKS.

Tidak hanya Bu Maimon yang waktu itu sempat membuat petisi menolak RUU PKS dengan alasan dianggap melegalkan zina, tapi ada juga seorang ustaz yang terang-terangan kontra karena menganggap RUU ini berseberangan dengan ajaran agamanya. Katanya kalau UU PKS benar-benar disahkan, bakal ada banyak suami yang masuk penjara karena mengajak istrinya berhubungan. Padahal pengertiannya tidak sesempit itu…

Ustaz Tengku Zulkarnain yang juga menjabat sebagai Wasekjen MUI membuat heboh warganet dengan pernyataan kontroversialnya terkait RUU PKS

Sebuah cuplikan video acara televisi iNews bertanggal 8 Maret 2019 , mendadak ramai jadi perbincangan di media sosial. Dalam video itu, ada 3 narasumber yang dihadirkan untuk menanggapi persoalan RUU PKS. Sebagai kubu kontra, Ustaz Tengku Zulkarnain memaparkan pendapat mengapa ia menolak RUU tersebut. Menurutnya akan aneh jika suami dituduh memperkosa istri dengan landasan pasal dalam RUU PKS. Karena dalam ajaran agama yang dianutnya, sudah jadi kewajiban istri untuk melayani suami, jadi kalau suami “minta jatah”, istri harus mau, bagaimanapun kondisinya.

“…kalau hasrat sudah mau ya mesti, si istrinya diem aja, tidur aja, gak sakit kok”. Begini kira-kira potongan pernyataannya.

Padahal saat ini sudah ada lo undang-undang yang mengatur kekerasan dalam rumah tangga. Kekerasan yang dimaksud juga termasuk kekerasan seksual

Kekerasan seksual juga bisa terjadi dalam lingkup rumah tangga via www.cnnindonesia.com

Demi meminimalisir kekerasan yang bisa terjadi dalam lingkup rumah tangga, pada 2004 lalu DPR bersama presiden menetapkan Undang-undang No. 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga . Di pasal 5, secara jelas tertulis kalau seseorang dilarang melakukan kekerasan dalam rumah tangga. Yang dimaksud kekerasan termasuk kekerasan seksual. Lebih lanjut di pasal 8 (a) dijelaskan bahwa kekerasan seksual yang dimaksud adalah:

“Pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut.”

Pemaksaan yang dimaksud termasuk yang dilakukan suami kepada istri (atau sebaliknya). Ini merujuk pada Pasal 2, bahwa yang dimaksud lingkup rumah tangga itu ya suami, istri, dan anak, atau mereka yang punya hubungan darah dengan ketiganya.

Miris sih. Di saat negara begitu ingin melindungi perempuan, seringkali dipatahkan dengan pernyataan semacam di atas dengan memakai dalil agama

Saatnya perempuan dilindungi! via mediaindonesia.com

Dalam Islam –yang notabene adalah ajaran agama yang dipercaya Ustaz Tengku Zul– memang dijelaskan bahwa seorang istri punya kewajiban melayani suami. Jika suami mengajak berhubungan seksual, tidak sepantasnya istri menolak. Tapi, tentu saja kalimat itu tidak bisa diserap atau dipraktikkan mentah-mentah. Bayangkan aja misalnya suami memaksa, padahal kondisi istri sedang tidak memungkinan –misalnya sakit, haid, atau nifas, jelas pemaksaan itu yang kemudian disebut sebagai kekerasan seksual, akan sangat merugikan istri. Bisa jadi tidak hanya fisiknya saja yang terlukai, tapi juga batinnya. Malah tindakan suami macam ini akan bertentangan dengan ajaran Nabi untuk memperlakukan istri secara halus.

Inilah yang sebetulnya ingin diperjuangkan mereka yang ada di pihak pro RUU PKS, supaya korban-korban kekerasan seksual di luar sana, sekalipun dalam lingkup rumah tangga, punya perlindungan hukum yang pasti. Melihat begitu banyak kasus kekerasan seksual terjadi, bahkan di rumah sendiri, memang membuat pengesahan RUU PKS agaknya perlu terus diperjuangkan…

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

An amateur writer.