Bukan Cuma Narkoba atau Alkohol yang Bahaya. Sekarang Ada Pusat Rehabilitasi buat Pecandu Smartphone

Tak bisa dipungkiri smartphone tak bisa lagi dilepaskan dari kehidupan sehari-hari. Saat di tempat umum, ke mana mata memandang kita akan menemukan orang asyik di depan layar ponsel pintar dan itu dianggap wajar. Memang zaman sekarang sebuah ponsel tak hanya bisa untuk telepon dan SMS-an, tapi sudah bisa untuk berbagai hal mulai dari selancar di dunia maya, main game, hingga nonton film.

Tapi sebatas apa kita masih dibilang normal dalam memakai smartphone dalam kehidupan sehari-hari? Seperti yang dilaporkan oleh The Independent , di Seattle Amerika Serikat baru-baru ini ada pusat rehabilitasi untuk anak-anak. Restart Life Centre namanya. Uniknya yang direhabilitasi bukan anak yang kecanduan narkoba atau alkohol, melainkan kecanduan smartphone. Apakah ini pertanda bahwa ketergantungan manusia pada HP-nya sudah sampai tahap bahaya? Yuk simak temuan Hipwee News & Feature selengkapnya.

Tingkat kecanduan smartphone anak-anak sekarang sangat meresahkan. The Restart Life Centre bertujuan membantu mereka yang tak bisa mengontrol penggunaan gawainya

Adiksi anak-anak terhadap gadget sudah tinggi via www.newsghana.com.g

Sebuah penelitian menyebutkan bahwa di Inggris, anak-anak berusia 12-15 kesulitan melepaskan smartphone dalam kehidupan sehari-hari. Bagaimana tidak kecanduan? Bila sejak usia 8-10 tahun mereka sudah dibebaskan memakai gawai sendiri. Padahal kita yang tumbuh di era 90-an, baru mengenal ponsel di usia-usia SMP atau SMA. Itu juga ponsel biasa yang game-nya cuma ada Snake Impact saja.

Di Amerika, agaknya tingkat kecanduan anak-anak terhadap smartphone bahkan lebih tinggi. Anak-anak berusia 13 tahun kesulitan mengontrol penggunaan gawainya. Sulitnya anak-anak lepas dari gawai, membuat orang tua mengirim mereka ke rehabilitasi. Kalau di Indonesia? Menurut laporan UNICEF , 80% dari total kelompok usia 10-19 tahun di Indonesia aktif online tiap harinya. Lewat apa lagi online-nya kalau tidak pakai smartphone atau laptop mereka. Memang belum ada penelitian menyeluruh ke arah kecanduan gawai. Tapi kalau lihat perilaku adik-adik di sekitar, sepertinya kita memang layak untuk khawatir.

Keasyikan bermain ponsel pintar ini dianggap menganggu fungsi hidup lainnya. Karena itu, penggunaan smartphone pada remaja dianggap sudah di level bahaya

Nggak bisa lepas dari gadget via www.cnbc.com

Kepada Sky News , Hilarie Cash, pendiri dari pusat rehabilitasi tersebut, menyatakan bahwa smartphone, tablet dan gawai lainnya bisa sangat menstimulasi dan menghibur sehingga anak-anak ini malas bergerak untuk mengeksplorasi hal-hal lain serta berinteraksi dengan orang lain. Beberapa anak yang masuk rehabilitasi ini bahkan sampai tidak pergi ke sekolah. Aktivitas apapun dilakukan dengan gawai menempel di tangan.

Tentu hal ini menjadi gawat, karena masa-masa remaja adalah masa yang tepat untuk belajar banyak hal. Melalui smartphone dan Google memang kita bisa belajar berbagai ilmu secara online. Tapi untuk berinteraksi dengan orang, tentu kita perlu lepas dari ponsel dan menyapa orang di sekitar bukan?

Restart Life Centre sudah berdiri lumayan lama. Sebelumnya, mereka juga menyediakan program penyembuhan intensif untuk yang kecanduan internet dan video game

Ben Alexander, dengan segudang aktivitas dalam proses penyembuhan via www.wbur.org

Pengalaman Restart dalam proses terapi dan penyembuhan sudah panjang. Salah satu pasiennya adalah Ben Alexander yang mengaku sebagai pecandu internet dan video game. Dengan program intensif yang berjalan selama 45 hari, Ben berhasil mengatasi kecanduannya akan komputer dan game sehingga bisa menata hidupnya kembali. Diulas oleh NBCNews , metode yang digunakan adalah ‘Cold-Turkey Approach’. Pasien menghabiskan hari demi hari dengan berbagai konseling, psikoterapi, mengerjakan pekerjaan rumah, outing, dan beragam kegiatan yang padat lainnya. Bisa jadi metode yang diterapkan untuk para pecandu ponsel pintar ini sama.

Di Indonesia pun tak kalah mirisnya. Atas nama modernisasi dan kemajuan teknologi, anak-anak balita sudah dibebaskan memegang tab atau ponsel

Anak kecil sudah jago main tab via rumpibayi.com

Apakah fenomena itu hanya terjadi di Inggris dan Amerika? Jelas tidak. Di Indonesia sendiri smartphone sudah jadi konsumsi sehari-hari. Mulai dari orang tua, dewasa muda, remaja, hingga balita. Memang dunia sudah terlampau modern dan teknologi terlalu maju. Mungkin membelikan mainan kepada anak berupa kelereng, bola bekel, monopoli, atau ular tangga dianggap kuno dan ketinggalan zaman. Karena itulah anak-anak SD sudah dibekali dengan ponsel pintar yang canggih dan jadi piawai mengelola media sosial.

Orang tua yang mestinya berperan besar sebagai pemandu, seringnya justru tak punya waktu untuk mengontrol penggunaan gawai-gawai itu

Sama-sama sibuknya via theaddictionadvisor.com

Dalam porsi yang tepat dan dipergunakan sebagai media positif, smartphone memang teknologi luar biasa yang layak kita syukuri. Tak harus buka komputer untuk bisa mengakses internet dan menemukan informasi. Tak ada salahnya melek teknologi. Tapi tidak semua dalam teknologi itu baik, dan seberapa mampukah anak-anak ini menyaring informasi?

Peran orang tua jelas perlu hadir dalam penggunaan gawai anak-anak yang masih dibawah usia ini. Orang tua juga harus berperan dalam menekankan sejauh mana penggunaan smartphone itu wajar. Kapan waktunya belajar, kapan waktunya main game di HP. Sayangnya, orang tua terlalu sibuk untuk memenuhi kebutuhan. Anak-anak dibiarkan mencari tahu sendiri, dan baru diomeli bila ilmu yang didapat tidak sesuai.

Memaksimalkan fungsi smartphone memang perlu. Tapi ketahui batasnya, karena tak seharusnya ponsel pintar mengambil kontrol hidupmu sepenuhnya

Jangan sampai gawai yang mengontrol kita via stream.org

Apakah hal pertama yang kamu cari saat bangun tidur adalah ponselmu? Apakah kamu seketika panik saat ponselmu hilang sinyal atau habis baterei dan lupa bawa powerbank? Apakah kamu memainkan ponselmu saat sedang bosan? Apakah waktu yang kamu habiskan di depan ponsel lebih banyak daripada aktivitas lainnya? Bila jawabannya ya, mungkin kamu harus waspada. Fungsi utama dari teknologi adalah membantu memudahkan hidup manusia. Jadi tak seharusnya teknologi malah mengontrol hidup manusia.

Sungguh miris ya, penyakit manusia semakin aneh-aneh saja. Memang kecanduan internet, smartphone dan video game di atas tidak diakui sebagai penyakit oleh kementerian kesehatan. Dan biaya pengobatannya mungkin juga tidak bisa dicover oleh asuransi kesehatan. Tapi tidak dipungkiri, kalau dibiarkan terus-terusan, kecanduan gawai juga bisa bikin hidup berantakan.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Penikmat kopi dan aktivis imajinasi