Eks Guru Honorer di Garut Nekat Membakar Sekolah Karena Gaji Dua Tahun Tak Dibayar

Buka kembali perdebatan tentang nasib dan kesejahteraan guru honorer yang belum terjamin

Dunia pendidikan digemparkan dengan kabar seorang mantan guru honorer asal Garut yang melakukan pembakaran di SMP Negeri 1 Cikelet. Mantan guru yang berinisial MA tersebut melakukan aksi nekat lantaran tidak mendapat haknya yaitu berupa gaji dari pihak sekolah. Diketahui, MA mengabdi di sekolah tersebut dengan mengajar mata pelajaran Fisika dari tahun 1996-1998. Sudah beberapa kali MA menyambangi pihak sekolah. Namun, dia tidak mendapatkan haknya sampai sekarang.

Advertisement

Dilansir dari laman CNN Indonesia, MA membakar SMP Negeri 1 Cikelet pada Jumat, 14 Januari siang pukul 11.00 WIB. MA membakar beberapa pintu sekolah menggunakan bensin yang disulut kertas berapi. Menurut rekannya, Dede, MA nekat melakukan pembakaran tersebut lantaran sakit hati gaji sebesar 6 juta rupiah tak kunjung didapat. Kejadian tersebut dengan cepat bisa diatasi oleh warga dan tidak ada korban dalam peristiwa tersebut.

MA adalah salah satu contoh nyata bahwa ternyata guru honorer di Indonesia masih banyak yang tidak mendapatkan keadilan sebagaimana mestinya. Gaji yang merupakan hak dari seorang guru seakan menjadi masalah umum yang tak ada penyelesaiannya. Kalau dihitung dari masa pengabdian MA selama 2 tahun dengan gaji yang diminta sebesar 6 juta rupiah, berarti rata-rata gaji tiap bulannya hanyalah 250 ribu.

Beban kerja guru honorer sama dengan guru PNS/ASN

Photo by Jeshootscom from Pexels

Photo by Jeshootscom from Pexels via www.pexels.com

Guru memang tugas utamanya adalah mengajar. Namun, tugas administrasi yang begitu banyaknya juga harus dipenuhi oleh seorang guru. Beban kerja antara guru honorer dengan guru PNS/ASN juga sama. Perbedaannya adalah sistem gaji yang diterima. Kalau guru PNS/ASN sudah diatur pemerintah sedangkan guru honorer sesuai dengan kebijakan sekolah masing-masing. Kebanyakan berada pada kisaran 100-500 ribu per bulan.

Advertisement

Guru honorer tidak mendapatkan kesejahteraan selepas purna

Photo by Andrea Piacquadio from Pexels

Photo by Andrea Piacquadio from Pexels via www.pexels.com

Namanya juga honorer, wong gaji saja kadang cukup kadang tidak kesejahteraan selepas purna atau pensiun juga sudah dipastikan tidak akan didapat. Walaupun sudah bertahun-tahun bahkan berpuluh-puluh tahun mengabdi, guru honorer tetaplah menjadi guru yang dinomorduakan. Tidak ada penghargaan selain ucapan terima kasih.

Guru honorer harus melek teknologi tanpa ada fasilitas yang memadai

Photo by Fauxels from Pexels

Photo by Fauxels from Pexels via www.pexels.com

Tuntutan untuk menjadi guru yang ahli dalam semua bidang termasuk melek teknologi menjadi keharusan yang berat bagi guru honorer. Minimnya fasilitas yang memadai seperti sarana dan prasarana sekolah menjadi hal yang seharusnya menjadi perhatian pemerintah. Jangan hanya menuntut menjadu guru kreatif di era digital saja, namun hal-hal penunjang pekerjaan sebagai guru seharusnya juga dipenuhi.

Problematika yang dihadapi oleh guru honorer seakan menjadi suatu hal yang lumrah dan belum ketemu solusi yang tepat. Janji pemerintah untuk mengikis permasalahan yang ada menjadi tumpuan bagi guru honorer di seluruh Indonesia. Tidak menjadi suatu hal yang berlebihan ketika guru honorer berusaha untuk mendapatkan haknya. Tugas mencerdaskan anak bangsa memanglah tidak mudah. Ada keringat dan air mata yang menghiasi perjalanannya.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

"Jangan bosan jadi orang baik."

Editor

Learn to love everything there is about life, love to learn a bit more every passing day

CLOSE