Menilik Sejarah Silicon Valley AS, Zona Teknologi Dunia yang Ingin Ditiru Bukit Algoritma Sukabumi

Sejarah Silicon Valley

Beberapa waktu lalu, nama Silicon Valley menjadi perbincangan masyarakat Indonesia. Pasalnya, salah satu BUMN di bidang kontruksi, PT Amarta Karya (Persero) atau AMKA telah menandatangani kontrak pekerjaan pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) pada awal April 2021. Digadang-gadang proyek pengembangan teknologi dan industri 4.0 tersebut bakal menyerupai kawasan perusahaan teknologi Silicon Valley di Amerika Serikat.

Bedanya, proyek yang satu ini dinamakan ‘Bukit Algoritma’ dan terfokus di wilayah Sukabumi, Jawa Barat. Rencananya mega proyek ini dimulai pada pertengahan bulan Mei 2021 mendatang, dengan nilai kontrak pengerjaan Rp18 triliun. Nantinya akan ada sejumlah fasilitas mulai dari transportasi modern, pembangkit listrik, Gedung Utama Kawasan, Gedung Semiconductor Science, Gedung Bio Technology Science hingga Gedung Research and Development BUMDES Centre.

Lantas mengapa Silicon Valley yang dijadikan contoh proyek Bukit Algoritma di Sukabumi yang beberapa waktu lalu sempat ramai?  hal menarik apa yang ada di sana, dan bagaimana asal-usul kawasan elite tersebut? Berikut ini Hipwee berikan ulasannya.

Terletak di daerah selatan San Fransisco Bay Area, California. Awalnya Silicon Valley merupakan pusat industri telegraf dan radio

Silicon Valley Amerika Serikat | Credit: Patrick Nouhailler via Flickr

Mengutip dari Business Insider sejarah bermula dari akhir tahun 1800. Pelabuhan San Fransisco menjadikannya pusat industri telegraf dan radio. Tak diketahui pasti berapa luas dari Silicon Valley, tetapi di daerah tersebut ada sekitar 52 kota kecil dan besar.

Pada 1909 kota San Jose di Silicon Valley dijadikan rumah bagi salah satu radio pertama AS. Lokasi itu terus berkembang hingga pada 1933 Angkatan Laut AS membeli lahan untuk bandara Moffett Federal Airfield di Santa Clara, yang pada akhirnya menjadi pusat industri dirgantara AS. Banyak ilmuan dan peneliti yang mencari nafkah di sana.

Enam tahun berselang, seorang Profesor Teknik Stanford, Frederick Terman memutuskan untuk menciptakan lebih banyak peluang kerja untuk muridnya. Ia mendukung 2 mahasiswa kala itu, yakni William Hewlett dan David Packard untuk membuka sebuah perusahaan teknologi dengan dana hibah. Perusahaan HP (Hewlett-Packard) dibangun di Palo Alto.

Cikal bakal Silicon Valley tak lepas dari relasi yang dibangun oleh kalangan mahasiswa dan keinginan mereka untuk ciptakan perusahaan sendiri

Stanford University masuk dalam kawasan Silicon Valley | Credit: Wikipedia Commons

Pada 1951 Profesor Terman mempelopori pembentukan Taman Industri Standford yang memberikan lahan sewa jangka panjang untuk bisnis lokal. Lama kelamaan tempat itu berubah jadi pusat manufaktur teknologi di AS. bahkan hubungan yang saling menguntungkan membuat penyewa memberikan kursus di kampus dan perusahaan merekrut mahasiswa terbaik.

Salah satu sosok fisikawan Amerika Serikat, Wiliam Shockley juga datang dari sana. Ia menciptakan transistor yang kini dikenal sebagai prosesor komputer saat bekerja di Bell Labs. Pada 1956 ia mendirikan perusahaan sendiri, Shockley Semiconductors Labs. Di sana ia banyak mempekerjakan lulusan dari Standford University.

Namun, karena Undang-Undang di California memperbolehkan karyawan yang keluar dari perusahaan mengembangkan bisnis, seraya tetap mendapatkan hak intelektual dari penemuannya. Maka sistem tersebut membuat pekerja mudah keluar-masuk dan mendirikan perusahaan sendiri.

Terbukti 8 anggota yang hengkang dari Shockley, akhirnya sukses menjadi pengusaha teknologi. Mulai dari Gordon Moore dan Robert Noyce membangun Intel. Serta lainnya membantu mendirikan AMD, Nvidia, serta perusahaan dana ventura Kleiner Perkinsk yang tersedia di kawasan tersebut.

Akhirnya semakin banyak perusahaan teknologi yang tertarik pada Silicon Valley, hingga namanya dikenal sebagai markas raksasa teknologi dunia

Perusahaan Google di Silicon Valley | Credit: R Boed

Standford Research Insititute bahkan menjadi lembaga penelitian yang terlibat dalam proyek pemerintah ARPANET, cikal bakal adanya jaringan internet pada tahun 1969. Berkat citranya sebagai pusat teknologi, seorang jurnalis majalah Electronic News, Don Hoefler membuat laporan tentang industri semikonduktor yang diberi judul “Silicon Valley USA” atau Lembah Silikon USA pada 1971. Alasan Hoefler menamai silicon, sebab ia berpikir bahan utama dalam proses pembuatan chip komputer adalah silicon. Nama itu pun dipatenkan hingga sekarang.

Perusahaan besar seperti Google, Tesla, Apple, Adobe System, Intel, eBay, Cisco System hingga Netflix pada akhirnya berkumpul di kawasan tersebut. Membuktikan kawasan Silicon Valley sebagai zona perusahaan teknologi di dunia.

Silicon Valley tentu tak dibangun dalam waktu semalam, lantas bagaimana dengan proyek “Bukit Algoritma” yang akan diusung di Indonesia?

Rencananya “Bukit Algoritma” yang digadang sebagai Silicon Valleynya Indonesia akan dibangun lima industri, yakni nanoteknologi, industri bioteknologi, industri kuantum teknologi, industri semikonduktor dan industri penyimpanan energi seperti baterai listrik. Diperkiarakan pembangunan memakan waktu hingga 11 tahun. Adapun 3 tahun pertama difokuskan pada pembangunan infrastruktur dan fasilitas bangunan.

Jika Silicon Valley Amerika Serikat, terbentuk dari sebuah impian kecil yang lama-kelamaan membuahkan hasil manis. “Bukit Algoritma” Indonesia tentu berbeda dari segi latar belakang dan bisa dinilai lebih ‘instan’, tetapi tetap diharapkan dapat membangun pusat teknologi serupa. Dalam hal ini mampu meningkatkan kualitas ekonomi 4.0, peningkatan pendidikan, pusat riset serta pengembangan hingga sektor pariwisata. Kita doakan saja yang terbaik ya!

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Tim Dalam Artikel Ini

Editor

Learn to love everything there is about life, love to learn a bit more every passing day