Suara Anak Muda Terkait Kebijakan Label Makanan, Informasi Gizi dan Pesan Kesehatan Harus Bisa Lebih Mudah Dipahami

Dilema memilih makanan adalah dilema sehari-hari yang dialami oleh semua orang. Dari memilih jajanan dari barisan snack dan minuman yang berderet-deret di minimarket, hingga memilih berbagai menu makanan siap saji lewat aplikasi delivery atau drive-through. Ada yang memilih berdasarkan harga atau mencari promo, ada juga yang terpengaruh iklan dan viralitas produk sampai bikin penasaran. Namun sepertinya masih sedikit deh yang membuat keputusan sehari-hari itu karena betul-betul tahu nilai gizinya.

Padahal ada satu cara penting yang seharusnya dilakukan sebelum membeli produk pangan olahan maupun siap saji, yaitu melihat informasi label makanan di kemasannya. Sayangnya, sekarang masih banyak orang yang malas untuk membalik kemasan dan membaca informasi gizi atau pesan kesehatan yang tertera dengan seksama. Terutama anak-anak muda.

Maka dari itu, untuk meningkatkan tersedianya informasi gula garam lemak untuk kesadaran masyarakat akan pembatasan konsumsinya, tanggal 10-11 Mei 2023 kemarin Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM) dari Kementerian Kesehatan mengadakan Rapat Koordinasi Lintas Sektor Strategi Pelaksanaan Permenkes 30/2013 tentang Informasi Kandungan Gula Garam Lemak dan Pesan Kesehatan pada Pangan Olahan dan Siap Saji di Jakarta. 

Dalam acara tersebut, anak-anak muda juga turut diundang untuk menyuarakan respon dan masukan mereka tentang kebijakan terkait pelabelan makanan ini.

Tingginya konsumsi gula, garam, dan lemak kini berkontribusi ke 75% kematian di dunia. Di kalangan anak muda, isu ini menyebabkan tren kenaikan obesitas yang berbahaya

Penyakit jantung, kanker, stroke, diabetes melitus, dan penyakit paru obstruktif kronik secara kolektif bertanggung jawab terhadap 75% kematian di dunia. Jumlahnya mendekati 40 juta kematian tiap tahunnya. Semua Penyakit Tidak Menular (PTM) tersebut ternyata bisa ditelusuri kembali ke faktor utama tingginya konsumsi gula, garam, dan lemak (GGL) dari tahun ke tahun. Menurut studi Survey Diet Total (2014), sebanyak 28,7% masyarakat Indonesia mengonsumsi GGL lebih dari batas yang dianjurkan.

Menurut World Health Organization (WHO), dampak konsumsi GGL berlebih memang sangat membahayakan. Konsumsi garam yang berlebihan bisa menyebabkan hipertensi, kenaikan risiko penyakit jantung dan stroke, serta risiko kematian akibat penyakit tersebut. Konsumsi gula berlebihan akan berkontribusi pada kelebihan berat badan dan obesitas. Sedangkan kelebihan lemak trans juga akan menyebabkan peningkatan risiko penyakit jantung dan kematian.

Salah satu poin penting yang digarisbawahi dalam rapat koordinasi ini adalah bagaimana berbagai risiko kesehatan tersebut juga mengintai anak muda, bukan hanya orang tua atau lansia yang seringkali diasosiasikan dengan deretan PTM di atas. Menurut data Riset Kesehatan Dasar dari tahun 2013-2018, ada tren kenaikan prevalensi berat badan berlebih dan obesitas yang signifikan di kelompok umur muda dan remaja. Sebuah kondisi yang juga berarti risiko PTM di kalangan anak-anak muda semakin tinggi tiap tahunnya.

Sayangnya, masih banyak anak muda yang tampaknya belum menyadari betapa peliknya isu ini. Bisa jadi juga kebanyakan anak muda merasa kebal atau tidak merasa perlu mengontrol makanannya karena usia yang masih muda. Padahal menurut paparan di atas, realitanya tidak begitu.

Kebijakan pelabelan makanan bisa jadi solusi. Semua kalangan, termasuk anak muda, harus didorong untuk lebih peduli membaca informasi gizi dan pesan kesehatan di label pangan olahan dan siap saji

Dibutuhkan solusi yang kompleks supaya semua kalangan masyarakat bisa dengan lebih baik dan lebih bijak memilih produk pangan olahan maupun siap saji yang sesuai dengan kebutuhan gizi mereka. Dalam rapat koordinasi ini, Dr. Eva Susanti, S.Kp, M.Kes selaku Direktur P2PTM, menjelaskan strategi pengendalian konsumsi gula, garam, dan lemak (GGL) mencakup aspek regulasi, reformulasi pangan, kebijakan fiskal atau cukai, studi maupun riset, dan edukasi. 

Maka dari itu, kebijakan pelabelan makanan yang tertuang dalam Permenkes 30/2013 tentang Informasi Kandungan Gula Garam Lemak dan Pesan Kesehatan pada Pangan Olahan dan Siap Saji menjadi semakin penting artinya. Dengan literasi atau kemampuan membaca label makanan berisi Informasi Nilai Gizi (ING) dan pesan kesehatan yang tertera di kemasan, masyarakat diharapkan bisa lebih teredukasi dalam mengendalikan tingkat konsumsi gula, garam, dan lemak dalam keseharian mereka.

Saat ini, produk pangan olahan sudah diwajibkan mencantumkan ING melalui peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Selain kewajiban mencantumkan ING, pangan olahan juga dapat dengan sukarela menampilkan informasi yang lebih mudah dipahami konsumen, seperti dalam bentuk panduan asupan harian dengan warna monokrom dan logo “Pilihan Lebih Sehat”.

Kebijakan pelabelan makanan

Contoh Informasi Nilai Gizi (ING), panduan asupan warna monokrom, dan logo “Pilihan Lebih Sehat” | Dok. rilis BPOM

Sedangkan pencantuman Pesan Kesehatan tentang batas konsumsi GGL sudah diwajibkan dengan implementasi bertahap sesuai dengan penetapan jenis pangan olahan. Pesan Kesehatan yang perlu dicantumkan dan disosialisasikan ke seluruh lapisan masyarakat adalah :

“Konsumsi Gula lebih dari 50 gr, Natrium lebih dari 2000 mg, atau Lemak Total lebih dari 67 gr per orang per hari berisiko Hipertensi, Stroke, Diabetes, dan Serangan Jantung”

kebijakan pelabelan makanan

Contoh Pesan Kesehatan di beberapa kemasan pangan olahan | Dok. rilis BPOM

Informasi Nilai Gizi (ING) termasuk kandungan GGL, logo “Pilihan Lebih Sehat”, dan pesan kesehatan diharapkan bisa memudahkan masyarakat untuk memilih pangan olahan yang dikonsumsi sesuai dengan kebutuhan gizi masing-masing. Untuk Usaha Mikro dan Kecil (UMK), terdapat skema dukungan seperti penyusunan regulasi dan pengembangan aplikasi supaya usaha-usaha kecil dan mikro juga bisa mengimplementasi pelabelan gizi ini.

Namun, pada sektor makanan atau pangan siap saji dan Industri Rumah Tangga (IRT), penerapan pencantuman ING memiliki hambatan tersendiri karena pelaksanaan dan kewenangan pelaksanaannya ada di pemerintah Kabupaten dan Kota. Kepatuhan dan pengawasan masih minim, serta belum menjadi syarat mutlak untuk mendapatkan sertifikasi. Pada pangan siap saji sendiri tidak ada pedoman teknis sebagai panduan pencantuman informasi GGL dan pesan kesehatan.

Kenyataannya, anak-anak muda saat ini masih mengalami beberapa kesulitan dalam memahami label makanan. Dari huruf yang terlalu kecil sampai sifatnya yang masih voluntary 

Secara keseluruhan, selain dibutuhkan pengawasan supaya semua tahapan kebijakan ini bisa berjalan semestinya, kerja sama dan harmonisasi semua pihak yang terkait juga sangat penting. Seperti melibatkan anak-anak muda untuk secara langsung mendapatkan input mereka tentang kebijakan pelabelan gizi pada pangan olahan dan siap saji ini. Karena anak-anak muda adalah tumpuan masa depan kita semua, penting artinya mereka bisa menjadi generasi yang sehat dan peduli akan kandungan gizi makanan sehari-hari.

Dalam rapat koordinasi ini, Gavra Arkananta yang berusia 22 tahun menyuarakan masukan penting dari perspektif anak muda tentang penerapan kebijakan pelabelan makanan, terutama terkait pesan kesehatan. Menurut Grava, pesan kesehatan yang panjang dengan tulisan yang relatif kecil cukup sulit terlihat. Terlebih lagi untuk remaja dan anak muda yang kini hidup di era digital dan media sosial yang serba visual dan cepat. Grava menyarankan ada baiknya jika ada bentuk lain yang lebih mudah terlihat dan dimengerti, khususnya untuk kalangan remaja.

Gavra yang juga aktif sebagai Health Heroes Fasilitator menjelaskan betapa pentingnya untuk remaja bisa mendapatkan akses yang lebih mudah terhadap makanan-makanan sehat dan edukasi tentang label gizi. Pemahaman itu berasal dari pengalamannya turun ke lapangan dan mendapati masih sedikitnya remaja yang kenal atau paham tentang Informasi Nilai Gizi (ING).

“Hampir semua remaja yang kami kunjungi di sekolah-sekolah nggak paham tentang ING. Penting deh untuk remaja lebih tahu, dan juga bagaimana informasi gizi di label pangan itu lebih mudah dipahami oleh masyarakat awam”, ujar Grava.

Health Heroes Fasilitator lain yaitu Anisa Nurul Janah atau yang biasa disapa Aru yang berusia 19 tahun memberikan masukannya terkait logo “Pilihan Lebih Sehat” yang sifatnya masih voluntary atau sukarela. Menurut Aru, penting artinya untuk menjadikan logo ini menjadi wajib. Di samping itu Aru juga menyuarakan harapan agar usaha-usaha kecil dan mikro juga bisa turut menerapkannya secara konsisten.

Karena berdasarkan pengalamannya sendiri, Aru pernah mendapati kudapan manis yang kandungan gulanya sangat tinggi dijual bebas tanpa label tertentu.

“Jujur, saya pernah menemukan brownies kering kepingan yang mendapatkan logo halal dan ada nomor PIRT-nya. Pas dicek di tabel ING-nya, satu keping sajian kandungan gulanya itu 50 gram. Bagaimana kalau satu Pak? Kok bisa ini dijual?”, ungkap Aru menyuarakan kekhawatirannya.

Kesimpulannya, diperlukan dukungan, kerja sama, dan harmonisasi dari semua pihak. Termasuk inklusi suara-suara anak muda supaya tujuan utama dari kebijakan pelabelan makanan bisa berhasil

kebijakan pelabelan makanan

Keseruan saat acara | Dok. Health Heroes pada Rapat Koordinasi Lintas Sektor Strategi Pelaksanaan Permenkes 30/2013 tentang Informasi Kandungan Gula Garam Lemak dan Pesan Kesehatan pada Pangan Olahan dan Siap Saji

Dr. Eva Susanti, S.Kp, M.Kes kembali menegaskan bahwa untuk bisa berhasil menerapkan strategi pengendalian konsumsi gula, garam, dan lemak (GGL) diperlukan kerja sama antar stakeholders, termasuk keterlibatan pihak swasta atau industri pangan, komunitas perdagangan atau masyarakat. Termasuk di dalamnya, melibatkan anak-anak muda yang menjadi salah satu target sasaran penting implementasi kebijakan ini.

Narasumber lain yaitu pakar label pangan Dr. Rimbawan dari Institut Pertanian Bogor (IPB) menambahkan pentingnya harmonisasi lintas sektor, termasuk di ranah sekolah untuk menyasar kalangan muda.

“Harapannya, agar adanya langkah-langkah yang lebih konkret untuk harmonisasi lintas sektor agar peraturan dapat berjalan dengan simultan, termasuk di ranah sekolah. Anak muda (red-seperti yang hadir di sini) bisa mendorong percepatan kebijakan, hal ini sangatlah baik”, ujar Dr. Rimbawan.

Inklusi dan pembahasan dari perspektif anak muda dalam Rapat Koordinasi Lintas Sektor Strategi Pelaksanaan Permenkes 30/2013 tentang Informasi Kandungan Gula Garam Lemak dan Pesan Kesehatan pada Pangan Olahan dan Siap Saji ini sangatlah menarik dan bermanfaat. Terlebih lagi di isu-isu penting tentang edukasi gizi dan pengendalian konsumsi gula, garam, dan lemak serta pencegahan penyakit-penyakit tidak menular, peran anak muda sangat fundamental dan tidak tergantikan. 

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Kopito Ergo Sum -- Aku minum kopi maka aku ada.

Editor

Learn to love everything there is about life, love to learn a bit more every passing day