Pentingnya Komunikasi dan Pemahaman Soal Kesehatan Seksual dan Reproduksi, Demi Meminimalisir Penyakit Menular Seksual

Kesehatan seksual dan reproduksi #EnaknyaDiobrolin

Hingga kini, bicara soal seks masih dianggap sebagai hal tabu bagi masyarakat. Maka tak heran jika perbincangan tentang seks kerap dilakukan sembunyi-sembunyi. Jangankan kepada orang tua, bertanya kepada teman saja dipikir-pikir dulu. Padahal, pemahaman soal seks dinilai penting untuk kesehatan seksual dan reproduksi. Toh, membahas tentang seks bukan berarti pro seks bebas.

Kurangnya komunikasi dalam edukasi seks (Foto: Dwita Apriliani/Hipwee)

Seperti yang terdapat dalam hasil survei Durex Reckitt Benckiser Indonesia dengan JAKPAT dan didukung oleh Kementerian Kesehatan, Kelompook Studi Infeksi Menular Seksual Indonesia (KSIMSI) dan sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Hasilnya, aspek tabu dan stigma masih menjadi tantangan terbesar dalam komunikasi kesehatan reproduksi dan edukasi seksual. Untuk informasi selengkapnya, simak ulasan berikut ini.

Hasil survei mengungkapkan hingga kini masih kurang adanya keterbukaan tentang informasi kesehatan seksual dan reproduksi di masyarakat

Pengetahuan tentang kesehatan seksual dan reproduksi masih minim (Foto: Dwita Apriliani/Hipwee)

“Apresiasi saya sampaikan kepada direksi dan segenap jajaran Reckitt Benckiser Indonesia atas langkah dan upayanya untuk meningkatkan pemahaman masayaraat tentang kesehatan reproduksi melalui edukasi seksual bagi konsumen Indonesia,” ujar Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, dr. Anung Sugihantono, M. Kes, pada Kamis (21/11/2019) di Jakarta.

Survei dengan tiga profil konsumen yaitu anak muda, orang tua, dan pasangan menikah dilakukan di lima kota besar Indonesia. Dari survei tersebut terungkap fakta kalau pada responden anak muda aktivitas seksual berisiko ditentukan pada kelonmpok usia dengan kemungkinan tertular penyakit menular seksual sebesar 50:50. Sementara pada responden orang tua terdapat 65% yang menjadikan pengalaman pribadi sebagai referensi yang memungkinkan miskonsepsi antargenerasi. Di sisi lain pada responden pasangan menikah, ditemukan adanya permasalahan isu transparansi antara pasangan yang bermanfaat untuk memutus rantai penyakit menular seksual.

Miskonsepsi terhadap penyakit menular seksual, khususnya HIV/AIDS (Foto: Dwita Apriliani/Hipwee)

Hasil survei Durex mengungkapkan aspek tabu dan stigma masyarakat soal seks menyebabkan miskonsepsi terhadap penyakit menular seksual, khususnya HIV/AIDS. Hal ini bisa dilihat lebih dari 50% responden percaya bahwa ciuman mampu menularkan penyakit HIV/AIDS. Padahal, ciuman bibir luar dengan bibir luar kemungkinan tertularnya hanya sekitar 0,0 sekian-sekian persen saja. Sementara ciuman seperti french kiss kemungkinan tertularnya hanya sekitar 0,sekian-sekian persen saja.

Selain itu, survei juga mengungkapkan adanya tantangan komunikasi antara orangtua dengan anak yang diperlihatkan oleh 61% responden anak muda takut merasa dihakimi oleh orangtua. Sedangkan 59% orangtua merasa khawatir jika mendiskusikan edukasi seksual karena seolah-olah mengajarkan hubungan seks pra-nikah.

Durex Reckitt Benckiser Indonesia juga menghadirkan Eduka5eks untuk memudahkan siapapun memahami pengetahuan kesehatan seksual dan reproduksi yang lebih ringan

Acara talkshow dan pemaparan hasil survei Eduka5eks (Foto: Dwita Apriliani/Hipwee)

“Kami menyediakan Eduka5eks untuk informasi yang kredibel sekaligus membawa perbincangan seksual dalam konteks ilmiah namun tetap ringan,” ungkap General Manager Reckitt Benckiser Indonesia.

Bersamaan dengan itu, Durex Reckitt Benckiser Indonesia juga menghadirkan kampanye yang bertjuan menormalisasi perbincangan seksual dalam konteks ilmiah, namun tetap ringan bernama Eduka5eks. Eduka5eks ini berisi lima langkah mudah memahami pengetahuan tentang kesehatan seksual dan reproduksi bersama Durex Indonesia. Di tiap langkahnya, Durex memberikan rekomendasi yang jelas bagi anak muda, orang tua, dan pasangan menikah. Selain itu, Durex juga mendorong konsumen untuk secara proaktif berkonsultasi dan berpartisipasi dalam kampanye di media sosial dengan tagar #EnaknyaDiobrolin.

Lima langkah memahami pengetahuan kesehatan seksual dan reproduksi (Foto: Dwita Apriliani/Hipwee)

Lima langkah tersebut meliputi Ayo Pahami, yakni berupa sikap terbuka untuk memperoleh lebih banyak informasi tentang kesehatan seksual dan organ reproduksi. Lalu ada langkah Mari Bicara untuk berani memulai percakapan. Langkah selanjutnya yaitu Saling Menghargai dalam berpendapat dan keputusan orang lain. Kemudian ada langkah Selalu Bertanggung Jawab atas diri sendiri, pasangan, dan keluarga. Langkah terakhir yakni Pemeriksaan Kesehatan secara rutin.

“Menahan diri untuk tidak berisiko infeksi menular seksual merupakan hal wajib yang perlu digaungkan, agar bangsa Indonesia sehat dan menghasilkan generasi yang kuat,” kata Ketua Umum Kelompok Studi Infeksi Menular Seksual Indonesia, dr. Hanny Nilasari, SpKK

Kesimpulan acara Eduka5eks (Foto: Dwita Apriliani/Hipwee)

Reckitt Benckiser Indonesia melalui Durex akan melanjutkan kegiatan pemberdayaan generasi muda di tahun depan dengan melibatkan lebih banyak pemangku kepentingan seperti pemerintah, asosiasi tenaga medis, serta LSM. Untuk informasi lebih lanjut tentang Eduka5eks, kunjungi durex.co.id/Eduka5eks.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Tim Dalam Artikel Ini