4 Alasan Nggak Perlu Pakai Bahasa Baku Saat Nge-chat Teman. Udah Kayak sama Dosen Aja~

Bahasa chat

Kalau dulu komunikasi dibangun lewat SMS, kini berganti jadi chatting. Dengan menggunakan koneksi internet, semua percakapan terkirim dengan lesat. Biaya pulsa yang dulu jadi kendala pun teratasi sebab tarif bertukar pesan pakai kuota jauh lebih murah. Mau bebas biaya pun bisa, cari aja Wi-Fi gratisan. 😀

Ngomongin soal chattingan, ada satu hal yang menjadi pertanyaan bagi sebagian orang. Yaitu seputar urgensi menggunakan bahasa baku saat nge-chat. Beberapa orang mengaku risih ketika ada temannya yang nge-chat pakai bahasa baku. Di sisi lain, ada orang yang menganggap chat menggunakan bahasa baku itu perlu. Setidaknya untuk melestarikan bahasa. Lantas bagaimana kita mesti menyikapinya? Simak ulasan di bawah ini.

1. Menggunakan bahasa baku punya risiko bikin pertemanan jadi kaku. Kesannya jadi berjarak aja gitu

Malah kaku. | credit: (Unsplash/priscilladupreez) via unsplash.com

Sejatinya nggak ada yang salah dengan menggunakan bahasa baku saat nge-chat teman. Komunikasi tetap akan berjalan lancar. Sayangnya bahasa baku memunculkan kesan kaku sebab jarang dipakai saat ngobrol sehari-hari. Risikonya bisa bikin hubunganmu jadi berjarak dengan teman. Temanmu juga bakal bingung jika dalam keseharian kamu menggunakan bahasa yang santai tapi ketika dalam chat pakai bahasa baku. Beda cerita kalau kamu konsisten, di keseharian dan dalam chat sama-sama pakai bahasa baku. Barangkali temanmu bakal memaklumi.

2. Beberapa orang menganggap nulis pakai bahasa baku itu bikin ribet. Berasa kayak ngerjain skripsi gitu nggak sih?

Udah kayak nulis skripsi. | credit: thexandria.com via thexandria.com

Alasan sederhana orang jarang menggunakan bahasa baku saat nge-chat itu karena ribet. Selain harus tahu ejaan yang benar, tanda bacanya juga harus benar. Jarang banget ada orang yang mau repot begini. Mereka lebih memilih untuk pakai bahasa slang yang digunakan sehari-hari. Itu pun kadang masih suka disingkat-singkat sekenanya. Orang-orang seperti ini biasanya mengeluh kalau lagi nulis skripsi. Mereka butuh penyesuaian lagi.

3. Selama masih bisa terbaca harusnya sih nggak jadi masalah nulis disingkat-singkat. Malah kadang jadi lebih seru karena memunculkan teka-teki

Jadi cerita tersendiri. | credit: memegenerator.net via memegenerator.net

Chat singkat sejatinya udah kebiasaan orang sejak zaman SMS. Bahkan dulu sampai ada provider yang merespon kebiasaan ini dengan membuat terobosan tarif Rp1 rupiah/karakter. Dan nyatanya nggak ada masalah tuh sejauh ini. Chat singkat-singkat itu nggak masalah selama masih bisa dibaca dan inti pesannya tersampaikan.

Memang sih kadang ada singkatan yang bikin bingung. Seperti singkatan “lezpet”, “Mbb”, “Y X G kuy”, dan lain sebagainya. Kebingungan yang muncul akibat singkatan itu justru jadi cerita unik tersendiri.

4. Kecuali kalau temanmu orang tua yang saklek, intelek, yang kalo nulis harus sesuai PUEBI, kamu nggak perlu ribet-ribet pakai bahasa baku

Bahasa baku perlu kalau sama orang tua. | credit: zetizen.jawapos.com via zetizen.jawapos.com

Nggak perlu diambil pusing menyikapi fenomena ini. Pakai bahasa baku atau nggak itu intinya fleksibel aja. Kalau sama temen yang udah deket nggak perlu pakai bahasa baku. Gunakan bahasa baku kepada orang-orang tertentu, misalnya guru, dosen, pembicara, editor buku, dan profesi lain yang peka soal bahasa.

Nggak bisa dimungkiri bahwa ada beberapa orang yang punya kebiasaan nge-chat pakai bahasa baku. Meski aneh, tapi sebenarnya nggak ada yang salah dengan hal itu. Hak dia untuk nge-chat pakai bahasa apapun selama masih mudah dimengerti. Kecuali kalau nge-chatnya pakai bahasa Zimbabwe atau bahasa kalbu, nah itu baru, jitak aja kepalanya.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Fiksionis senin-kamis. Pembaca di kamar mandi.