Tahun ajaran baru sudah di depan mata nih! Suasana toko alat tulis bisa jadi mulai ramai, bahkan online shop yang menjual perlengkapan sekolah juga mungkin lagi banyak diserbu. Bisa jadi grup orang tua di WhatsApp kembali sibuk, dan timeline media sosial akan dipenuhi unggahan anak-anak berseragam rapi.
Tapi… pernah nggak sih kalian merenung dan berpikir:
“Wah, sekolah zaman aku dulu tuh beda banget ya sama anak zaman sekarang!”
Perbedaan anak sekolah Milenial dan Gen Alpha makin terasa dari tahun ke tahun. Mulai dari alat tulis, gaya belajar, hingga cara mereka bersosialisasi, semuanya berubah drastis seiring perkembangan teknologi dan zaman.
Yuk, nostalgia dan bandingkan satu per satu perbedaan anak sekolah generasi milenial dan Gen Alpha yang paling mencolok. Buat kalian para generasi milenial pasti bakal tersenyum sendiri mengingat masa-masa menjadi murid waktu itu!
ADVERTISEMENTS
1. Perbedaan Anak Sekolah Milenial dan Gen Alpha: Alat Tulis vs Gadget Serba Digital
ADVERTISEMENTS
Perbedaan anak sekolah generasi milenial dan Gen Alpha dimulai dari alat tulis. Generasi Milenial sangat akrab dengan alat tulis fisik yang penuh warna dan karakter.
Mulai dari pulpen warna-warni yang disusun rapi di tempat pensil, stabilo neon berbagai ukuran, hingga penghapus dengan bentuk lucu seperti es krim, sushi, atau tokoh kartun favorit. Bahkan ada “kasta” tersendiri dari penghapus legendaris ini:
- Merk Standart jadi standar nasional.
- Merk Kenko level menengah.
- Merk Faber-Castell atau Staedtler? Itu sih sultan!
Belum lagi binder besar yang berisi kertas-kertas bergaris dan penuh coretan—entah itu catatan, puisi, atau surat cinta dari teman sebangku.
Sementara itu, anak-anak Gen Alpha lebih praktis dan digital. Mereka punya alat tulis tapi tidak untuk jadi koleksi seperti anak milenial. Mereka cukup membawa tablet, iPad, atau laptop ringan yang terkoneksi dengan internet.
Semua materi pelajaran mereka lebih sering dicatat lewat aplikasi digital seperti Google Docs, OneNote, atau Notion. Stabilo? Cukup klik “highlight” di layar. Pulpen warna-warni? Ganti tema keyboard sudah cukup.
Singkatnya, jika milenial sibuk mengisi tempat pensil, Gen Alpha sibuk mengisi baterai gadgetnya.
ADVERTISEMENTS
2. Gaya Belajar: Tatap Muka vs Streaming Online
Anak sekolah milenial terbiasa belajar dengan cara konvensional/tatap muka langsung—datang ke les privat, kursus di bimbel, atau belajar bareng di rumah teman sambil nyemil.
Bagi milenial, sekolah adalah tempat kumpul: ada kantin, lapangan upacara, dan kenangan duduk sebangku.
Sementara Gen Alpha tumbuh dengan akses digital. Mereka memandang sekolah bisa dari mana saja—asal ada internet, belajar tetap bisa jalan.Anak gen Alpha bisa belajar dimana saja tak terbatas ruang dan waktu lewat video streaming di YouTube, aplikasi seperti Ruangguru atau Zenius, bahkan bertanya langsung ke AI seperti ChatGPT atau Gemini untuk mencari jawaban tugas sekolah.
“Sekolah” kini tak lagi soal gedung, tapi pengalaman belajar.
Dulu pegal karena nulis tangan. Sekarang? Pegal karena terlalu lama scrolling!
ADVERTISEMENTS
3. Distraksi: PS2 vs TikTok
Milenial terdistraksi oleh GameBoy, PS2, atau main diam-diam di warnet. Sementara Gen Alpha bisa kehilangan fokus hanya karena TikTok, Discord, dan YouTube Shorts yang tak ada habisnya.
Dulu sembunyi main game, sekarang diam-diam buka TikTok saat Zoom.
ADVERTISEMENTS
4. Tugas: Map Plastik vs Submit Online
Tugas anak milenial dikumpulkan dalam map bening berlabel, kadang dihias spidol warna. Anak Gen Alpha? Cukup klik “Submit” di Google Classroom, bahkan revisi bisa langsung via Google Docs tanpa perlu cetak ulang.
Satu klik = selesai.
ADVERTISEMENTS
5. Sosialisasi: Binder vs Emoji
Milenial curhat lewat surat di kertas binder warna pink atau biru. Gen Alpha curhat lewat voice note, emoji, atau stiker lucu di Discord dan WhatsApp.
“Anak sekarang lebih nyaman menyampaikan emosi lewat emoji daripada kata-kata panjang.”
6. Idola: Artis TV vs Influencer
Kalau milenial ngefans sama Spongebob, Doraemon, atau artis sinetron, Gen Alpha mengidolakan YouTuber gaming, TikTokers Korea, bahkan AI artist.
Dari layar TV ke layar HP—idola berubah, gaya pun ikut bergeser.
7. Main: Lompat Tali vs Roblox
Sepulang sekolah, milenial ramai main petak umpet, lompat tali, atau gobak sodor. Gen Alpha cukup login ke Minecraft atau Roblox, lalu “nongkrong” virtual bareng teman-temannya. Dunia bermain mereka lebih banyak di layar.
8. Sikap: Segan vs Santai
Anak milenial cenderung segan pada guru dan bicara dengan penuh hormat. Gen Alpha tetap sopan, tapi lebih santai—sering berdiskusi lewat grup WhatsApp atau Google Chat seperti ngobrol biasa.
Perbedaan gaya, tapi tetap menghargai.
9. Cita-Cita: Dokter vs YouTuber
Dulu, cita-cita favorit anak milenial adalah dokter, guru, atau polisi. Sekarang, banyak anak Gen Alpha bilang ingin jadi YouTuber, gamer profesional, atau content creator TikTok.
Mimpinya sama-sama besar, cuma medianya beda.
Setiap generasi punya cara uniknya sendiri dalam menjalani masa sekolah. Perbedaan anak sekolah milenial dan Gen Alpha bukan sekadar lucu-lucuan, tapi juga jadi cermin bagaimana dunia pendidikan terus beradaptasi dengan teknologi dan perkembangan zaman.
Dari perbandingan diatas,mana yang menurut kalian lebih efektif? cara belajar konvensional ala milenial atau gaya digital ala Gen Alpha yang menurut penelitian justru tantangannya besar. Teknologi memang memudahkan, tapi minat baca Gen Alpha bisa berkurang karena kebiasaan membaca dan menulis yang berubah.