Nostalgia Telepon Umum Koin yang Udah Punah. Ngobrol jadi Terkesan Romantis~

Kalau kamu pernah nonton film Dilan, ada adegan saat Dilan menelepon Milea dengan suasana romantis. Momen di mana hujan turun begitu deras, lalu gombalan ikonik muncul, “Jangan rindu, berat. Biar aku saja.” Ingat adegan ini nggak?

Namun kita nggak akan membahas film Dilan di sini. Justru, yang menjadi menarik untuk dibahasa adalah telepon umum yang digunakan Dilan untuk menggombali kekasihnya itu. Telepon umum yang menggunakan uang koin untuk bisa beroperasi. Yuk, nostalgia bersama-sama deh!

Jauh sebelum ada medsos atau bahkan gawai, telepon koinlah ujung tombak komunikasi masyarakat urban

Telepon umum jadul / Credit: Pexels Tahir Osman

Dilan mengambil latar waktu tahun 90-an. Waktu di mana belum ada HP, telepon rumah pun hanya dimiliki oleh segelintir orang saja. Untuk bisa berkomunikasi jarak jauh, pemerintah menyediakan telepon koin yang ditempatkan di titik-titik tertentu di banyak kota. Untuk bisa menelpon, orang mesti memasukkan koin terlebih dahulu sebagai tarifnya.

Menggunakan telepon umum ini mesti menyediakan recehan yang banyak. Biar kalau waktunya sudah habis, kita bisa nyambung lagi

Uang koin / Credit: Pexels Pixabay

Menggunakan telepon umum koin beda dari wartel. Kalau Wartel nggak ada batasan menit, selama mungkin bisa asal sanggup bayar nominal yang tertera pada argonya. Sedangkan telepon koin batasannya abu-abu. Kita harus bisa mengira-ngira sendiri kapan habisnya waktu dari tiap koin yang kita masukkan.

Sering banget terjadi, lagi asyik-masyuk ngobrol, tiba-tiba sambungan terputus. Nggak enak banget, kan? Makanya kamu mesti sedia receh yang banyak untuk bisa menyambung obrolan lagi.

Telepon umum mengajarkan kita untuk berbagi. Kita nggak bisa lama-lama telepon kalau antreannya lagi banyak

Tidak bisa berlama-lama / Credit: Pexels Samuel Wölfl

Zaman sekarang menelepon seseorang udah enak, nggak ada batasan waktu. Selama kita punya pulsa dan kuota, maka nelepon bisa sesuka hati. Beda banget sama zaman dulu, di mana nggak semua orang punya alat komunikasi jarak jauh. Mereka mesti mengandalkan telepon umum. Punya uang koin banyak juga bukan jaminan kita bisa ngobrol lama, karena kadang ada antrean mengular di belakang kita. Kita mesti bergantian dengan yang lainnya. Ketika kita lama neleponnya, pasti kena tegur.

Nggak semua orang punya telepon rumah. Nelepon keluarga di kampung aja mesti nyambungin ke telepon tetangga dulu

Telepon rumah / Credit: Pexels Ron Lach

Untungnya zaman dulu, tetangga yang punya telepon baik-baik. Mereka rela telepon rumahnya jadi pusat panggilan orang-orang yang nggak punya telepon. Para perantau zaman dulu yang menggunakan telepon koin bakal ngomong dulu sama tetangganya sebelum dipanggilkan orang tuanya. Sebuah kehidupan bertetangga yang rukun, ya. Yang punya telepon bantu yang nggak punya telepon. Sekarang mah udah punya sendiri-sendiri.

Kalau lagi selow, bocah-bocah sering periksa lubang uang di telepon umum, berharap ada uang koin yang tertinggal

Iseng cari duit jajan / Credit: Facebook

Anak 90-an pasti masih ingat sama kelakuan kocak mereka saat masih bocah. Setiap lewat telepon umum, mereka pasti periksain satu-satu lubang koinnya. Mereka berharap ada uang koin yang lupa diambil oleh pemiliknya. Gopek-gopek, kan, lumayan, bisa buat beli es doger. Ada juga bocah yang anarkis. Tahu lubangnya kosong bukannya pulang, malah telepon umumnya digetok-getok, berharap ada uang koin yang jatuh tiba-tiba.

Dulu menelpon saja ada usahanya. Beda banget sama sekarang, nggak perlu ke luar rumah untuk bisa berkomunikasi. Nggak perlu berdiri layaknya di telepon umum, bisa sambil duduk, rebahan, jongkok, bebas! Teknologi memang memudahkan, ya! 🙂

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Fiksionis senin-kamis. Pembaca di kamar mandi.

Editor

Kadang menulis, kadang bercocok tanam