Kisah LDR yang Nggak Tanggung-Tanggung: Beda Benua! Tapi Ealah, Akhirnya Kandas Juga #HipweeJurnal

Sebelumnya, saya ingin berterima kasih untuk kesempatan yang telah diberikan atas #HipweeJurnal kali ini. Akhirnya, saya bisa nulis rasa ngeblog di media sebesar Hipwee! Yiha~

Advertisement

Mungkin HipweeJurnal perdana saya ini agak membosankan. Karena isinya nggak bakalan jauh-jauh dari hubungan dan galau-galauan. Ya mau gimana lagi, dari tontonan, bacaan hingga pengalaman semuanya pasti nyerempet perasaan. Mohon dimaklumi, tapi harus dibaca sampai habis ya? Udah diedit mati-matian lho sama Managing Editor saya :’)

[“Biasa aja kok, udah pekerjaannya begini” – si Managing Editor]

Berbicara soal galau-galauan, saya agak heran deh dengan mereka yang mengaku bakalan kuat menjalani hubungan jarak jauh hanya karena satu alasan.

Advertisement

Ahelah, ‘kan ada internet dan sosmed, yang jauh jadi terasa dekat.

Pret.

Buatmu yang LDR-an satu negara boleh berbangga, perihal internet dan sosmed tak jadi apa. Tapi hal tersebut tak berlaku bagi saya yang ‘dulu’ sempat mengenyam LDR-an beda benua

Wah, jauh ya? via www.unsplash.com

Awalnya saya juga yakin banget kalau nantinya bisa khatam menjalani hubungan ini dengan bantuan internet dan sosmed. Tapi pada kenyataannya, saya seakan diperbudak oleh kedua hal itu. Kuota habis, nggak ada wi-fi, serta signal provider lagi cranky, adalah tiga hal yang menjadi kiamat kecil saat itu. Sebab, hanya pada sambungan internet saya menggantungkan kelangsungan hubungan. Saat ketiga hal tersebut lenyap sementara, saya pernah mencoba nekat dengan mengandalkan telepon rumah. Tapi hasilnya bikin ibu saya berteriak heboh di akhir bulan: kamu nelepon siapa sih kok sampai segini banyak biayanya?

Advertisement

Jalan dua bulan hubungan, ternyata perbudakan internet dan sosmed makin menjadi. Saya dibuatnya jadi pribadi yang terlalu perhitungan dalam bergerak

Ngetem depan laptop berjam-jam via www.giphy.com

Cukup sudah saya berurusan dengan telepon rumah. Saya kembali menggantungkan hubungan ini pada internet dan sosmed. Kali ini perbudakannya lebih dahsyat lagi. Nggak sampai satu tahun pacaran, saya tahu-tahu udah menjadi pribadi yang perhitungan dalam gerakan. Setelah dipikir-pikir, hipotesis yang muncul adalah: ini pasti akibat rindu yang tak tertahankan. Dari sana aktivitas skype dan whatsapp-an jadi brutal hingga berjam-jam.

Rekor terlama saya mantengin layar laptop dan ponsel adalah 10 jam. Hehehe kamu nggak salah baca kok, beneran 10 jam. Kalau ditanya saya dan dia ngapain aja, jawabannya sederhana: cuma ngobrol sambil duduk atau bahkan gegoleran. Itu berlangsung berkali-kali selama hampir satu tahun. Mantap ‘kan?

Selain diperbudak internet dan sosmed, saya ternyata juga jadi korban penindasan waktu. Duh, kejam banget sih lika-liku LDR-an itu?

Kejamnya waktu via www.unsplash.com

Udah boros, nggak bisa minta peluk kalau rindu, eh masih ditambah dengan perbedaan waktu yang kurang ajar itu. Beda satu atau dua jam masih manusiawi lah ya. Lha ini beda 6 jam lebih cepat. Saat saya bangun tidur, di sana dia justru udah lelap. Saat saya mau tidur dan ingin ngobrol sebentar, eh dianya masih di tengah-tengah kuliah. Awal-awal, sering banget hanya mengandalkan komunikasi via pesan, namun ketika udah rindu sekali, terpaksa deh sok-sokan berkorban. Saya terpaksa mengubah pola jam tidur saya (dari tidur malam jadi tidur pagi), sedangkan dia mengorbankan waktunya untuk baca jurnal demi sebuah pertemuan virtual. Nggak jarang, saya sering bolos kuliah kalau ada kelas pagi.

Dari hubungan beda benua ini, saya jadi belajar bahwa internet dan sosmed ternyata juga bisa jadi musuh dalam selimut

Susah bergerak, padahal udah sama-sama nyaman 🙁 via www.hipwee.com

Menggantungkan hubungan pada internet dan sosmed ini ternyata berbahaya. Awalnya memang manis. Kedua hal tersebut menawarkan kemudahan dalam berkomunikasi. Tapi lama-lama, lelah juga dengan semua ini.

Rasanya seperti gantungan di atas tali jemuran. Nggak leluasa bergerak padahal hati udah sama-sama nyaman.

Akhirnya dengan (agak nggak) rela kami memutuskan untuk jalan sendiri-sendiri dulu. Kami sepakat untuk membiarkan jarak dan waktu yang membentang merasa puas berada di antara kami berdua.

Puas-puasin deh merayakan kemenangan atas hubungan yang telah renggang. Siapa tahu di waktu yang akan datang, semesta berbaik hati untuk kembali merapatkan.

Buatmu yang akan menjadi pejuang LDR-an, pikir-pikir lagi deh kalau hanya mengandalkan internet dan sosmed sebagai fasilitas hubungan. Kalau nggak mau cerita kalian memiliki ending seperti kisah ini sih hihihi.

#HipweeJurnal adalah ruang dari para penulis Hipwee kesayanganmu untuk berbagi opini, pengalaman, serta kisah pribadinya yang seru dan mungkin kamu perlu tahu 

Baca tulisan #HipweeJurnal dari penulis lainnya di sini!

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Not that millennial in digital era.

CLOSE