Sekarang Kita Memang Tak Bisa Bersama, tapi Setidaknya Kita Pernah Bahagia

kita pernah bahagia

Kamu ingat bagaimana kita berdua sebelum terikat dengan sebuah hubungan? Ya, pada masa-masa itu kita penuh kebahagiaan yang tak terkira. Kita sama-sama senang dan selalu bersemangat menyambut hari demi hari. Kegalauan yang mendera dapat dengan mudah hilang karena kebersamaan kita mampu menebas rasa ini.

Namun kenyataannya kebahagiaan tersebut tak berlangsung lama. Ada banyak tembok penghalang yang harus kamu dan aku lewati. Awalnya kita anggap hal ini mudah dan sungguh dapat dilalui, tapi faktanya tak demikian. Kita berdua pun memikirkan berbagai cara, tapi ternyata sulit.

Tuhan, kadang aku sering bertanya apakah hubungan ini memang salah? Hanya karena perbedaan suku lantas aku dan dirinya tak bisa bersatu? Aku paham apa yang menjadi titik masalahnya dan itu memang merupakan hal yang cukup rumit. Aku dan dirinya memang pernah bahagia dan hal ini selalu melekat dalam hati. Mungkin ini adalah anugerah dalam hidup yang patut disyukuri, terlepas dari hal-hal yang membungkus hubungan ini.

Aku tak peduli pada awalnya. Kamu pun tak melihat warna kulit, logat, dan bentuk wajahku sebagai cela

Kita tak peduli awalnya/Photo by Ketut Subiyanto from Pexels via www.pexels.com

Apa yang sudah terjadi dari awal aku tak pernah memedulikannya. Karena kita berdua memiliki banyak kesamaan dan perbedaan yang semakin mewarnai hubungan ini. Aku dan kamu sama-sama tak peduli pada perbedaan yang ada pada fisik maupun kebiasaan daerah asal. Kulitku yang lebih gelap darimu, logat tak sama, dan bentuk wajah yang berbeda, tak menjadi halangan bagi kita berdua. Hal tersebut tak menjadi cela pada hubungan ini dan kita pun menjalaninya dengan bahagia bersama perbedaan itu.

Perbedaan sudut pandang dan budaya justru jadi pemanis. Kita pun sering tergelak bertukar cerita, menganggap “aneh” – dan lucu – kebiasaan satu sama lainnya

13

bertukar cerita sampai menggelak tawa via dylandsara.com

Perbedaan fisik, logat, dan kebiasaan kita sukses menjadi pemanis sehari-hari. Gelak canda dan tawa saat bertukar cerita senantiasa tak membuat bosan di antara kita. Hal-hal yang dianggap “aneh” pada diri ternyata menjadi salah satu yang disukai kamu dan aku. Tanpa adanya rasa tersinggung, kita berdua menikmati setiap detik momen kebersamaan. Karena kita saling mensyukuri apa yang dimiliki dan terjadi sekarang ini.

Perasaan yang ada dalam diri kita sama, yaitu ingin menyatu dalam sebuah ikatan. Semata-mata karena kita nyaman

karena kita sama-sama nyaman ;)

karena kita sama-sama nyaman 😉 via blog.lavalife.com

“Kita kayaknya kok begini banget ya?”

“Maksud kamu?”

“Iya, santai banget jalani hubungan.”

“Ya karena kita sama-sama nyaman, gak perlu ada yang dilebih-lebihkan.”

Dari awal bertemu kita telah merasakan gejolak di hati yang mengatakan bahwa rasa nyaman sudah bersarang. Masih awal bertemu memang, namun tak disangka kenyamanan itu tumbuh bersama ketika kita sering berinteraksi. Oleh karenanya kamu dan aku tak salah ingin bersatu, ke dalam sebuah ikatan. Ya, ikatan itu telah terjalin dan rasa nyaman merupakan faktor terbesar dalam menentukan keputusan ini.

Ternyata, dunia tak seterbuka yang kita kira. Keluarga dan teman tak semudah itu menerima

ternyata dunia tak seterbuka yang kita kira

ternyata dunia tak seterbuka yang kita kira via rebloggy.com

Lambat laun dunia yang kita anggap terbuka dalam segala hal ini ternyata tak demikian halnya. Era modern yang berhasil menguasai dunia tak mampu mengubah segelintir orang untuk menerima perbedaan. Aku dan kamu pun tak menyangka, bahwa hal-hal tersebut masih menjadi permasalahan yang cukup memusingkan. Beragam cara ditempuh, untuk menemukan jalan keluar terbaik.

Kita dihakimi atas hal-hal yang tak pernah kita pilih sendiri. Lalu akhirnya saling menyakiti

lalu akhirnya saling menyakiti

lalu akhirnya saling menyakiti via www.tumblr.com

Apa yang terjadi hingga kini masih aku anggap misteri. Ya, karena alasan yang ada bagiku dan kamu tak masuk akal dan sulit diterima. Kita berdua pun dihakimi atas hal-hal yang tak dilakukan, toh tidak ada alasan yang pantas untuk menyudahi hubungan ini. Namun, bagaimanapun juga aku dan kamu sulit untuk bersama. Lalu pada akhirnya kita berdua pun saling menyakiti karena hal yang tak pernah diinginkan.

Aku dan kamu pernah bahagia. Dan rasa bahagia kita selalu sama, tidak berbeda

Kita punya bahagia yang sama/Photo by Ketut Subiyanto from Pexels via www.pexels.com

“Hai, kamu.”

“Eh hai, apa kabar?”

“Baik, kamu sendiri?”

“Sama. Senang bertemu lagi dengan melihat wajah ceriamu.”

Ternyata kita dipertemukan lagi. Setelah hubungan yang pernah berakhir, Tuhan merencanakan untuk mempertemukan. Tak kusangka dan jujur aku heran, namun aku sadar bahwa ini memang anugerah Tuhan. Anugerah bahwa perbedaan yang pernah menjadi titik konflik hubungan kita dahulu senantiasa menjadi bumbu keharmonisan pertemanan kembali. Saat bertemu dan bertegur sapa, kita berdua tahu bahwa kebahagiaan yang pernah terajut tak dapat digantikan. Rasa bahagia itu tetap sama, tak ada bedanya.

Perbedaan yang pernah memunculkan konflik di antara kita tak menyurutkan pertemanan ini. Kamu dan aku sama-sama mengetahui bahwa ada jurang pemisah yang sulit dilalui, meski dahulu pernah kita coba. Beragam cara dilakukan, namun hasilnya nihil. Ya, saat ini yang kuharapkan hanyalah kebahagiaan padamu dan diriku yang semakin baik di kemudian hari. Tentu, yang lebih baik dari rasa bahagia yang pernah kita alami bersama.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Tim Dalam Artikel Ini

Editor

Not that millennial in digital era.