5 Alasan Para Seniman Seharusnya Berpikir Matang-matang Sebelum Mengunggah Karya Menjadi NFT

Dibalik keuntungan yang menggiurkan, ada risiko yang harus diperhatikan.

Trendingnya topik tentang NFT sebenarnya sudah terjadi sejak ahhir tahun 2021 lalu. Namun topik ini semakin booming ketika ada salah satu pemuda bernama Ghozali yang mengunggah foto selfienya sebagai NFT dan bernilai total miliaran di OpenSea.io. NFT atau Non-Fungible Token dikenal sebagai aset atau token digital bernilai investasi yang basis datanya tersimpan di blockchain.

Industri NFT sebenarnya merupakan versi digital dari kegiatan lelang karya seni. Transaksi barang seni yang biasanya dilakukan secara terpusat langsung di galeri seni, seiring kecanggihan teknologi hal tersebut bisa dilakukan tanpa batas di jejaring internet. Kolektor seni selain dapat dengan leluasa berinteraksi dengan para fansnya, mereka dapat dengan mudah melakukan promosi yang menggaet calon pembeli berskala dunia. Namun dibalik banyak keuntungan yang didapatkan, ada beberapa risiko yang perlu diperhatikan oleh seniman sebelum menjual karya ke NFT. Apa saja risiko tersebut? Berikut adalah ulasannya.

Advertisement

1. Meningkatnya popularitas suatu karya justru menurunkan eksklusifitas karya tersebut

Photo by Jill Evans

Photo by Jill Evans via https://www.pexels.com

Kita ambil contoh foto selfie Ghozali yang sangat ramai diperbincangkan. Foto yang awalnya hanya tersimpan di blockchain, namun karena topik ini sangat viral, akhirnya keberadaan foto Ghozali sudah tersebar di segala penjuru sosial media dan membuatnya menjadi sangat populer. Orang lain dapat dengan mudah melihat bahkan mengunduh foto tersebut. Dangan begitu foto yang awalnya sangat spesial, menjadi berkurang eksklusifitasnya karena terjadinya overshare tersebut.

2. Munculnya NFT Fatigue

Photo by Ketut Subiyanto

Photo by Ketut Subiyanto via https://www.pexels.com

Maraknya tren NFT ini menciptakan sebuah istilah baru yaitu NFT Fatigue. Lalu lintas dunia NFT yang tanpa henti mencipkatakan suatu kondisi dimana para seniman akan merasa cemas dan lelah. Hal ini bukan tanpa alasan. Transparansi jual beli di industri NFT tidak mustahil membuat seniman akan membandingkan dirinya dengan seniman lain yang lebih sukses. Selain itu, sistem yang tak terbatas waktu dan tempat ini akan membuat seniman tak henti-hentinya bermain NFT untuk melakukan engagement terhadap para pembeli dengan alasan tidak ingin kalah saing dengan seniman lainnya. Hal ini lah yang pada akhirnya memicu kegelisahan sepanjang waktu dan menimbulkan NFT Fatigue pada para pemain NFT.  

Advertisement

3. Risiko Plagiarisme

Photo by cottonbro

Photo by cottonbro via https://www.pexels.com

Plagiarisme menjadi salah satu risiko yang perlu diwaspadai. Pasalnya para plagiat seni bisa saja mengunggah hasil karya seniman sebagai NFT dan mengklaim kepemilikan karya tersebut 100 persen. Karena ketika sebuah karya sudah berhasil dilakukan tokenisasi, maka karya tersebut yang dianggap sebagai karya orisinal tak peduli jika karya tersebut sebenarnya adalah duplikasi. Hal ini terjadi tak lepas karena sistem smart contract blockchain masih dalam tahap penyempurnaan.

Smart contract sendiri adalah sebuah protokol berupa eksekutor terhadap sebuah aset digital, sehingga dapat diketahui apakah suatu aset berupa karya tersebut orisinal atau tidak, serta proses tokenisasi relevan dengan kontrak atau tidak.  Oleh karena pengembangannya masih berada di tahap awal, maka ada baiknya para seniman pelu memastikan terlebih dahuli sebelum menjual karyanya.

4. Munculnya artist palsu

Photo by Veerasak Piyawatanakul

Photo by Veerasak Piyawatanakul via https://www.pexels.com

Kalau di Indonesia sendiri, sebenarnya msayarakat masih kurang ramah terhadap NFT. Orang-orang dapat dengan mudah mengambil gambar kemudian dijual untuk keuntungan pribadi. Sama halnya dengan penjelasan pada poin 3, bahwa karya yang dianggap asli adalah karya yang ditokenisasi pertama. Sehingga pengunggah karya tersebut yang secara otomatis akan menjadi seniman aslinya.

Advertisement

5. NFT dan CryptoArt belum ada di UU Hak Cipta

Photo by Towfiqu barbhuiya

Photo by Towfiqu barbhuiya via https://www.pexels.com

Sejauh ini UU Hak Cipta masih belum menyertakan NFT secara eksplisit. Pun secara implisit tidak semua pasal dapat relevan diterapkan pada NFT. Perbedaan antara hak pemilik dan pencipta masih belum dijelaskan secara terpisah dalam UU Hak Cipta. Selain itu, plagiarisme yang dilakukan atas dasar memperoleh keuntungan material dan manfaat ekonomi juga tidak disebutkan di dalamnya. Dengan begitu diharapkan hal ini bisa menjadi koreksi untuk pemerintah supaya menambahkan NFT kedalam UU Hak Cipta. Mengingat tren ini berpotensi sangat besar untuk terus berkembang.

Keberadaan NFT adalah sebuah terobosan unik dan memberikan keuntungkan menggiurkan bagi para pelaku seni. Tingginya minat seniman untuk menjual karya sebagai NFT diharapkan tidak membuat para penggiat seni tidak memperhatikan risiko yang berkemungkinan terjadi apabila tidak berhati-hati.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Selalu berusaha mencintai diri sendiri ✨

CLOSE